Oktus adalah sebuah desa kecil dipegunungan. Udara disana sangat segar dan bersih, sayangnya meskipun sudah pergi ketempat yang begitu terpencil penyakitku masih tidak bisa sembuh dengan mudah, aku masih saja sakit - sakitan.
Rom-rom keluar dari mobil lebih dahulu, lalu dia berdiri disamping mobil.
"Selamat datang dirumah kita " katanya. Kakak melangkah mendekat lalu membuka kunci rumah dan membuka pintunya lebar-lebar. Aku yang memasuki rumah terlebih dahulu. Bagian luar rumah semi permanen itu dicat dengan warna putih sedang bagian dalam rumah dicat dengan warna krem, aku masih bisa mencium aroma catnya, mungkin saja rumah ini baru saja dicat beberapa hari yang lalu sebelum kami datang .
"Akhirnya kita kembali kerumah ini " kata Ayahku. Seutas senyum tergantung dibibirnya.
Di sebelahnya, Ibu tidak mengatakan apa-apa, tapi melihat dari raut wajahnya yang berseri-seri sudah jelas kalau dia juga senang. Padahal beberapa hari yang lalu mereka masih bertengkar tentang kepindahan ini, aku mendengarnya saat aku terbangun karena kehausan dimalam hari. Saat itu ibuku berkeras tidak mau pindah dan mereka berdebat semalaman, karena mereka berbicara dengan suara yang kecil aku tak begitu jelas mendengar apa yang mereka katakan, tapi yang jelas aku mendengar ibuku menangis.
Kuletakkan tasku di lantai untuk sejenak melihat-lihat ruangan itu, ruangannya tidak terlalu luas tapi bersih. Tak jauh dari pintu ada tiga sofa tua yang mengelilingi sebuah meja kayu, ku angkat tasku setengah berlari menuju sofa lalu duduk disana sebentar. Sepertinya aku sedikit mengingat rumah ini, benar dirumah inilah aku dibesarkan waktu itu.
"Kau pasti lelah ayo kuantarkan kekamarmu agar kau bisa beristirahat "
Aku tidak menolak memang aku lelah. Kami berangkat dari rumah pagi-pagi sekali agar tidak ketinggalan kereta, kami bahkan tidak sempat sarapan, kami hanya bisa makan roti yang kami bawa dari rumah di dalam kereta. Sekarang sudah tengah hari, untung cuacanya tidak terlalu panas hari ini, mendung yang menutupi matahari sepanjang hari ini sangat menguntungkan kami, kalau tidak pejalanan panjang melelahkan ditambah panas yang menyengat, fiuh pasti sulit.
Kakak mengantarku kesebuah ruangan dengan daun pintu berwarna merah muda. Apakah ini kamarku dulu? sepertinya tidak, karena seingatku aku sudah sakit-sakitan sejak kecil, ibu tidak tega membiarkan aku tidur sendiri jadi sejak kecil aku tidur bersama dengan ibu.
"Bagaimana dengan kamarmu, apa kau suka?" tanya kakakku. "Suka" aku jawab, tapi kenapa harus berwarna pink sih? tambahku dalam hati. Mungkin banyak orang berfikir seorang gadis itu pasti suka warna pink, termasuk kakakku, padahal tidak semua gadis suka pada warna ini, tapi aku tidak membencinya juga sih.
Setelah mengantarkanku kekamar, kakak menyuruhku beristirahat lebih awal lalu dia pergi meninggalkanku sendirian.
Kamar kecil ini dihiasi dengan kertas dinding berwarna merah muda, dengan gambar bunga-bunga kecil warna merah. Mungkin kakak sendiri yang memilih dan juga memasangnya, tiba-tiba hatiku sedikit tersentuh. Disudut kamar ada sebuah ranjang yang menempel didinding, lalu lemari kayu yang diletakkan disampingnya, ada juga sebuah meja belajar lengkap dengan rak buku. Yang lebih luar biasa bagiku kamar ini memiliki sebuah jendela. Yeyy ini sempurna!.
Tidak tahu entah karena telalu lelah atau terlalu gembira aku tertidur tanpa kusadari. Waktu kubuka mata hari itu sudah hampir sore, tiba-tiba perutku berbunyi "krucuk..." ukh kurasa aku bangun karena kelaparan. Kuputuskan untuk pergi mandi terlebih dahulu agar lebih nyaman, oh iya kamar mandinya sebelah mana ya? kupikir untuk mencarinya berdasarkan ingatan lamaku.
Selesai mandi aku bertemu dengan ibu di depan pintu dapur, dia tahu aku lapar karena itu ibu memberikanku omlet telur yang baru saja dia buat. Karena perut sudah terisi aku jadi punya tenaga untuk mengatur baju dan barang-barangku dilemari. Aku menyukai kamar baruku, kurasa pidah kerumah baru tidaklah seburuk yang ku kira, aku bahkan punya kamar sendiri yang selalu kuimpikan, yippiii.
Membereskan kamar sudah selesai, jadi aku ingin berjalan-jalan sore. Dibelakang rumah kami masih ada sedikit tanah yang tersisa, kurasa kami bisa menanam sayur-sayuran disana. Halaman depan rumah kami bahkan lebih luas dari yang dibelakang, tapi mengingat kebiasaan ayah dan kakak yang sering berlatih kurasa aku tak bisa menanam bunga disana, kalau aku tak ingin tanaman yang kutanam mati dihari berikutnya. Untungnya disamping rumah kami masih punya pohon apel dan diujung pagar itu sepertinya adalah pohon jeruk, syukurlah ada kalian kalau tidak hobiku memanjat pohon takkan bisa terlaksana.
Mobil putih dihalaman sudah tidak ada lagi dan begitupun dengan Rom-rom aku sudah tidak melihatnya sore, ini kurasa dia sudah pergi bekerja.
Setelah lulus dari Academy kakakku bekerja sebagai pengawal di keluarga Edelweiss, dan baru-baru ini kudengar dia baru saja diangkat sebagai kepala pengawal karena kinerja baiknya. Keluarga Edelweiss adalah salah satu keluarga bangsawan yang terkenal dikota ini, kudengar orang-orangnya baik dan gaji yang mereka berikan juga tidak buruk.
Sebelum kakakku, ayahku Henry dulunya bekerja sebagai pengawal kerajaan. Setiap kali ada tamu penting datang ayahku yang akan di utus untuk menjaga, begitupun bila ada keluarga kerajaan yang akan bepergian. Tapi setelah pindah ke Oktus pekerjaan ayahku adalah bertani, dan sesekali akan ada misi pengawalan dari para pedagang yang akan bepergian.
Kalau bukan karena aku ayahku mungkin masih bekerja disana sekarang, dan kehidupan kami juga mungkin akan jadi lebih layak dan ibu juga tidak akan hidup dalam kesulitan. Sebenarnya keluarga kami adalah keturunan dari prajurit sejak dahulu kala secara turun temurun keluarga kami kalau tidak jadi prajurit ya jadi pengawal, bahkan sebelum ayahku kakekku dulu juga seorang pengawal yang terkenal.
Keluarga kami mempunyai ciri khusus yaitu otot yang menonjol dibagian lengan atau tangan meskipun tanpa latihan, ciri itu juga dimiliki kakakku itu sebabnya aku heran mengapa aku tidak punya ciri seperti itu kedua lengan dan tanganku sangat kurus, pernah aku menanyakan tentang hal ini kepada ibu tapi ibu bilang ciri seperti ini biasanya tidak muncul pada anak perempuan. Sebenarnya aku juga bersyukur sih coba bayangkan kalau otot itu juga tumbuh dilenganku bukankah aku akan berubah menjadi gadis yang kekar.
Rutinitas setiap hari setelah bangun tidur, aku harus bangun pagi pagi sekali untuk menemani ayah dan kakak untuk berolah raga.
Pertama tama kami harus berlari mengelilingi rumah sebanyak sepuluh kali setelah itu push up 100 kali dan sit up 100 kali, selesai melakukan itu ayah dan kakak akan berlatih tanding sedangkan aku harus berlatih memanah, itu karena kekuatan fisikku berbeda dari mereka berdua jadi aku menggunakan panah sebagai senjata andalanku, tapi ayah bilang dalam pertempuran yang sebenarnya terkadang kita tak bisa memilih senjata jadi ayah juga mengajariku menggunakan senjata yang lainnya.