Ayah bersikeras menjual rumah kami, untuk modal kami pergi ke Ibukota. Ibu dan aku pun akhirnya menyerah dan merela kan rumah kecil kesayangan kami terjual.
Kata Ayah kami bertiga harus ke Arthya, alasannya karena di sana Ayah mendapatkan tawaran pekerjaan yang bagus. Alasan kedua agar aku bisa melanjutkan pendidikan kesekolah yang lebih tinggi yang hanya ada di kota. Sedang alasan yang ke tiga karena Ayah merasa kasihan pada kakak laki-laki ku sekaligus saudara ku satu-satunya yang harus bertahan hidup sendirian di Arthya dan alasan ketiga inilah yang akhirnya membuatku luluh.
Kami berangkat menggunakan kereta api ekonomi, alasannya tentu saja agar lebih hemat, untung saja kereta hari ini tidak terlalu penuh sehingga suasananya tidak terlalu sesak.
Di seberang tempat duduk kami ada seorang ibu yang duduk bersama dengan dua anak kecil. Sepertinya kedua anak itu hampir saja bertengkar satu sama lain, untuk menenangkannya ibu itu membacakan sebuah buku.
Dari tempatku duduk aku bisa melihat judul dari buku tersebut "Sejarah negara Astrea" , karena sedang bosan aku jadi ikut mendengarkan cerita ibu itu.
"Zaman dahulu kala sebelum Negeri ini terbentuk, Astrea hanyalah sebuah pulau luas dan tandus. Tempat ini ditemukan oleh pemimpin pertama negeri ini Yang mulia Raja Oliver Rhys Xavier saat dalam perjalanan untuk mencari negeri yang damai dan ramah".
"Raja Oliver memiliki kemampuan istimewa, yaitu beliau bisa menumbuhkan biji menjadi pohon dalam waktu yang singkat, karena kemampuannya inilah sejak kecil beliau di benci dan di asingkan oleh orang di sekitarnya. Setelah beliau dewasa, Raja Oliver pergi meninggalkan kampung halamannya untuk mencari negeri baru yang bisa menerima nya apa adanya ".
Raja Oliver datang ke pulau ini bersama dengan ke empat sahabatnya, untuk membantu Raja Oliver mengurus negeri ini mereka pergi menyebar ke empat arah mata angin yang berbeda, dan membangun rumah serta mengurus wilayah mereka disana.
Untuk mencegah Astrea di pimpin oleh pemimpin yang lalim ,pada saat Raja Oliver sudah tua beliau tidak langsung memilih salah satu keturunannya untuk menggantikan nya, tapi memerintahkan keturunannya untuk bersaing dengan keturunan dari keempat sahabatnya, lalu memilih yang terbaik untuk menjadi Raja atau Ratu pemimpin negeri Astrea ,dan tradisi ini masih dipertahankan hingga sekarang" .
Mendengarkan ibu itu membaca buku jadi seperti mendengarkan dongeng sebelum tidur bagiku, hingga tak terasa aku pun tertidur.
Di dalam tidurku aku bermimpi sedang berada di sebuah taman yang indah, banyak bunga berwarna warni disana, di tengah-tengah taman terdapat kolam kecil dengan air yang jernih. Meskipun sudah malam hari tapi suasana taman itu terang benderang karena banyak lampu-lampu besar yang tersebar disekitarnya, tapi tiba-tiba ada sebuah suara yang memanggilku
" Ella...." "Ella...." awalnya suara itu sangat pelan tapi lama kelamaan menjadi semakin keras dan melengking seperti sebuah jeritan. Suara itu membuatku terkejut dan aku pun terbangun dalam keadaan ketakutan.
"Kau kenapa sayang, apa kau bermimpi buruk?" tanya Ibu, tangan kirinya berada di pundakku dan matanya menatapku dengan khawatir.
Aku menggelengkan kepala sambil mengusap keringat di wajah dengan lengan bajuku.
"Aku tidak apa Ibu " aku tidak ingin membuat ibu ku khawatir dengan menceritakan mimpi buruk ku, sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku bermimpi seperti itu tapi aku tak pernah mengatakannya.
Tak lama kemudian kereta berhenti di stasiun, tempatnya bersih dan rapi tak ada satu pun pedagang asongan yang bersliweran.
Aku baru sadar saat Ayah memanggil ku.
"Ella kita sudah sampai, cepat ambil tas mu".
Beruntung barang-barang kami tidak banyak, jadi tak banyak yang harus dibawa saat kami pindah. Walau pun alasan sebenarnya karena barang-barang kami habis terjual untuk biaya pengobatan ku dulu.
Keluar dari stasiun aku melihat seorang pemuda gagah yang berdiri di samping mobil berwarna putih ,rambut hitam panjangnya di ikat sedikit longgar kebawah.
Dia memakai kaus berwarna hitam lengan pendek dan celana denim belel biru, kaus longgarnya tak menghalanginya memperlihatkan otot-otot tangan nya. Dia adalah Romero kakak ku.
Bibirnya tersenyum saat dia melihat kami, membuat wanita dan gadis yang lewat memerah dan berbisik-bisik melihat kearah nya.
Oh ya ampun, kenapa kau harus tebar pesona di stasiun sih?.
Waktu jarak kami sudah dekat aku dengar dia berkata "Halo Elliana jelek! " kedua tangannya mencubit pipiku membuatku meringis karena kesakitan, aku melepaskan tangannya cepat-cepat karena takut kulit ku tercabut oleh tangan kekarnya.
"Aku tidak jelek, Kau yang jelek! " kataku "Hei Rom-Rom semakin lama ku lihat kau semakin hitam saja ,enggak pernah mandi ya?"
"Sembarangan bicara", aku bersembunyi di belakang Ibu untuk menghindari cakarnya " Lihat dirimu sendiri, gendut "
Ok! aku tidak terima ini, tidak pernah kah orang ini mendengar bahwa membahas berat badan terlalu sensitif untuk seorang gadis, lagi pula aku tidak gendut malahan aku yang paling kurus diantara teman-teman ku.
"Aku tidak gendut!!!! "
Bukannya merasa bersalah cowok ini malah tertawa dengan kepuasan.
"Hei sudah berhenti bertengkar kita ini masih di stasiun " kata Ibu
Ayah memasukkan semua barang kami ke dalam mobil "Kalian ini seperti anjing dan kucing saja " "Ayo cepat naik, bertengkarnya nanti kalian lanjutkan dirumah saja "
Kami masuk kedam mobil dan aku duduk di kursi depan "Rom-rom jangan bilang kalau ini mobilmu"
"Baiklah kalau begitu aku tidak akan bilang"
Ada apa sih dengan orang ini??
"Rom, ini bukan mobilmu kan?" ibu terlihat cemas
"Bukan ibu, ini mobil pinjaman ,aku meminjamnya hari ini untuk menjemput kalian" jawabnya lembut
Di sepanjang jalan yang kami lewati berdiri banyak bangunan tinggi dan megah, pohon-pohon rindang berjejer rapi dikanan dan kiri jalan dibawah pohon ada rumput pendek yang tumbuh dan juga aneka bunga di sekitarnya. Sesekali Rom-rom akan menjelaskan nama-nama jalan dan bangunan yang kami lewati.
Tak lama kemudian kami melihat bangunan yang menjulang megah tak jauh dari jalan.
"Indahnya!, bangunan apa itu?"
"Itu Astrea Academy, kampus terbaik di negara ini!" jawab Rom-rom"
wuah indah sekali, belum pernah aku melihat bangunan yang sebesar dan seindah ini sebelumnya, aku tak bosan-bosan mengagumi keindahannya sampai mobil yang kami tumpangi berbelok dan bangunan itu menghilang dari pandanganku. Aku ingin melihatnya lagi, bahkan kalau bisa aku ingin mendatangi tempat itu dan memandanginya dari dekat.
Tak lama kemudian mobil putih berhenti di sebuah halaman rumah mungil. Ayah pernah bilang sebelum pindah ke desa kami dulunya tinggal di rumah ini tapi, setelah aku sering sakit-sakitan orang tua ku memutuskan untuk pindah ke desa Oktus berharab udara segar di pegunungan sekitarnya akan membuat kesehatanku lebih baik.