Hari itu entah kita sadar atau tidak
Jalan dan waktu yang akan menunjukkan
Ini takdir
Seribu tahun lamanya... Huhuhuhu. . .
Gadis itu menggema ke seisi seluruh ruangan.
Bernyanyi di dalam kamar mandi adalah salah satu hobynya. Setelah beberapa menit bergelung dengan air. Akhirnya ia keluar, dengan keadaan rambut basah kuyup. Kucir kuda adalah gaya rambut favoritnya. Setelah melihat jam beker, ia dengan segera langsung memakai seragamnya dengan cepat.
SMAN 1 Bandung adalah nama almamaternya kini. Kisah ini ketika ia menduduki kelas X. Suka-suka saat masa sekolah. Dan begitu sebaliknya, terdapat duka yang akan kalian temukan di bagian cerita dari sekumpulan kisah yang dipadukan menjadi satu perpaduan. Kalian akan menemukannya melalui pandangan berbeda.
Teruntuk dia, yang selama ini mencari perlahan telah pergi.
Gadis itu sudah ngantuk lagi. Padahal saat dilihat-lihat, ia baru duduk dikursinya sekitar 10 menit.
"Selamat pagi semua." seorang guru laki-laki masuk dan seketika semua orang ribut mencari tempat duduk.
Kayak TK aja kan.
"Pagi pak." jawab mereka semua serentak.
"Bagaimana perasaanya saat pertama kali memakai seragam abu-abu? Pasti bahagia dong yah. Kalian ini termasuk siswa-siswi yang beruntung. Karena merdeka dan tidak berbalik arah menuju gerbang masuk. Karena setelah saya cek, ada beberapa orang yang gugur. Padahal sudah dikasih kesempatan. Apa masih ada yang mau gugur juga?"
"Tidak, Pak."
"Bagus, sebelumnya perkenalkan nama saya Ryuga Adwir. Saya tinggal diBandung. Ada yang ingin ditanyakan?"
Seorang siswi mengangkat tangannya antusias. Ketika Pak Ryuga mempersilahkan..
"Berapa usia bapak? Apa status bapak?"
"Saya masih muda. Dan Alhamdulillah saya masih sendiri." terdengarlah jeritan-jeritan khas gadis gadis kurang belaian.
"Ada lagi?" tanyanya. "Kalau tidak ada, sekarang bapak yang tanya. Kalian cuman menjawab nama dan cita-cita."
Diantara para siswi banyak yang senyam-senyum sendiri. Yaallah cobaan batin ini mah.
Sang guru mengabsen sesuai nomor yang diinginkannya. Ada yang jawab...
"Tasya ayu cita-cita mau jadi istri bapak." guraunya. Pak Ryuga hanya membalasnya dengan senyuman sisanya para bujang yang bucin.
"Sirik huu.." balas Tasya dengan ledekannya.
"17"
"Saya Kalea Tanaya suma. Cita-cita mau jadi orang kaya." Jawabku.
"Kenapa kamu mau jadi orang kaya?"
Kenapa ya?
"Supaya engga susah hidupnya." singkatnya seperti itu.
"Ya kalau nafasnya pake uang ya iya, orang lain pake paru-paru." ledek tetanggaku.
"Sudah-sudah. Kita lanjutkan,"
***
Didalam kelas terdapat beberapa kumpulan lagi. Bagian cewe menjadi 4 grundul. Dan cowo hanya 2 grundul. Yang satu bagian anak-anak nakal dan lumayan hits. Yang satunya lagi, hem ada yang setengah, pendiem, dan kutu otak eh kutu buku maksudnya. Kalo cewe karena banyak jadi susah ya entah kenapa mereka milih kelompoknya. Susah banget buat ngejentre-in nya.
Sebelumnya kalian pasti sudah tau namaku. Yap, namaku adalah absen ke 17 Kalea Tanaya Suma.
Tak ada yang istimewa seperti kataku. Tidak seperti cerita cerita yang kalian temukan pada laman Medsos ataupun sebuah aplikasi cerita yang populer wattpad.
Kisah cinta yang sedikit rumit. Ini kebiasaanku, pura-pura bego soal cinta. Itu bukan bakat yang harus diacungi jempol yah.
Kisahku di SMP tidak seperti jendela dari SMP. Ini lebih tragis lagi, dan waktu tidak akan pernah berjalan kebelakang.
Ini saatnya menatap masa depan. Apa yang ada didepanmu itu adalah tujuanmu.
Bruk..
"Hai, kamu Kalea kan?"
Tak sengaja. Ini nih salahnya generasi jaman sekarang, malah liatin hape bukan jalan. Pantes engga maju-maju, sekalinya maju malah nubruk orang lagi.
"Assalamu'alaikum Pak." keburu telat.
"Walaikumussalam. Lain kali kalo jalan hati-hati yah. Kamu engga akan kaya kalo cuman jalan aja masih terus liatin hape."
"Iya, pak." tau.
"Saya mau hukum kamu."
Aku membelakkan mata tiba-tiba.
"Mari ikut saya."
Dengan sedikit menyeret langkahku. Tetap saja aku mengikuti guru Ryuga.
Sesampai kami ditempat. Pak Ryuga malah memberikanku secuil kertas.
Ucil bangetkan.
"Kamu tulis dipapan tulis. Habis itu kasih ke saya semua kertasnya."
"Nggeh, Pak."
***
Aku menyuruh Adnan sebagai sekretaris kelas. Setelah Pak Subroto memilih beberapa siswa dalam organigram kelas. Untuk menulis beberapa kata yang diserahkan Pak Ryuga kepadaku.
Apa harapan kalian dimasa depan?
Siapa orang yang pertama kali akan kalian temui setelah perpisahan?
Tulis apa saja kekurangan dan kelebihan kalian.
~catat semuanya, setelah itu akan ada beberapa orang yang terpilih yang dikasih hadiah. Tercatat RA~
"Wah, daebak unyu banget tau. Pokoknya Gue mau jadi yang dipilih sama Pak Ryuga." kata Tasya. Yang aku tau emang cuman Tasya doang, soalnya dia tetanggaku.
"Ih Gue juga mau dong." sahut teman disebelahnya.
Kembali ke aktivitasku. Buat apa Pak Ryuga tanya-tanya siapa yang akan aku temui setelah perpisahan? Dan perpisahan apa sih itu?
Setelah banyak berfikir akhirnya aku mulai menuliskan tinta dibukuku.
"Ridwan," panggilku pada KM kelas.
"Iya, Kal?" sahutnya.
"Kumpulin yah, kalo udah gitu ke Pak Ryuga diruang guru."
Ridwan mengacungkan jempolnya.
Setelah aku berbalik, sesuatu seperti menghembuskan kata-kata ditelingaku.
Amanah itu harus disampaikan, kalo engga kita termasuk ke dalam orang-orang munafik.
Tanganku spontan menahan tubuh Ridwan yang akan melangkah keluar. Ridwan berbalik bertanya. Dan aku hanya bisa berkata. "Sini engga jadi, biar sama Gue aja."
Pak Ryuga ini termasuk orang yang perhatian, kenapa dia masih sendiri yah?
Langkahku terhenti dipalang pintu. Karena Pak Ryuga sedang mengobrol dengan seseorang.
"Terima kasih,, hey kamu" Pak Ryuga melihat kearahku.
Terpaksa aku melangkah lagi untuk masuk dan menyerahkan kertas-kertas ini ke pak Ryuga.
Begitu melihat ibu guru itu. Dia berbalik tersenyum kearahku. Jadinya aku menyalim tangannya. Tapi dia mencegahku dan bertanya..
"Siapa nama kamu?"
"Kallea, Bu." ucapku sehormat dan sesopan mungkin.
"Ibu akan ingat itu," lalu dia berjalan dan pergi dari sana. Meninggalkanku dan Pak Ryuga. Tapi disana banyak guru yang lainnya. Jadi bukan sebuah ruangan khusus ya.
"Ini Pak, jumlahnya 32 orang." serahku bersama setumpuk kertas itu.
Aku masih diam. Karena tidak tau harus apa, apa harus pergi? Atau tinggal? Karena Pak Ryuga juga tidak menatapku. Tidak peduli dengan keberadaanku. Apa harus pergi kali ya?
"Kal," panggilnya saat aku akan benar-benar berbalik.
"Iya Pak," dengan sekejap aku kembali ke posisi semula.
"Rasakan apa yang setiap terjadi dalam hidup kamu.
setelah itu baru kamu bisa mengeluh tentang sesuatu menurut pandanganmu." ucapnya tanpa jeda atau tarikan nafas. Seperti sebuah kata-kata yang langsung tertusuk kedalam ulu hati. "Kamu boleh pergi," ucapnya dengan senyum kilas.
Definisi guru yang aneh menurut pandanganku. Sedetik kemudian aku melangkah pergi sebelumnya pamit terlebih dahulu. Tapi reaksinya langsung biasa saja. Tidak sepertiku yang menerka-nerka. What's wrong with Pak Ryuga?
.
.
.
.
Jangan lupa vote dan comen...
T_T