Saat aku tau semuanya terjadi dibelakangku begitu saja. Bukan hanya nafsu amarah saja yang berkobar. Tapi rasa sakit dan hampa juga kini yang tengah bersarang dihatiku. Kenapa nenek begitu tega meng-iyakan tawaran dari dirinya? Kenapa mereka tak bertanya padaku terlebih dahulu?
"Neng," panggil Kakek kepadaku. Aku segera membalikkan tubuhku kearah lain.
"Asli kakek mah engga tau, rencana mereka apaan." ucap kakek. "Kakek cuman tau kalau kalian udah sah, udah gitu aja."
"Apa aja yang Pak Ryuga kasih tau sama kakek?" tanyaku dingin.
"Dia teh cuman bilang gini, 'saya seseorang yang tak tau malu sudah masuk ke kehidupan gadis kakek. Untuk itu, izinkan saya untuk menjadi orang yang dapat menjaga Kalea dari masalah apapun yang menimpanya, karena saya hanya manusia biasa yang tidak sempurna. Maka, saya butuh Kalea untuk menyempurnakan hidup saya' atuh kata-katanya teh bikin memohok hati kakek pisan." ucap Kakek padaku.
"Kami bukannya sudah keberatan karena kehadiran kamu, tidak engga seperti itu. Justru ini adalah langkah kamu yang baru. Demi mewujudkan cita-cita kamu. Dia akan selalu mendukungmu dari belakang. Mendukung semua yang menjadi prioritasmu sekarang. Dia hanya memintamu untuk menemaninya. Tapi kalau kamu keberatan engga papa sih, kami juga tidak memaksa. Itu tergantung pilihan neng sendiri." aku mulai berfikir keras. Tawaran Pak Ryuga memang bagus sekali. Tapi aku masih takut, terlebih lagi soal aku yang masih sekolah. Lalu tinggal berdua dengan orang dewasa sepertinya?
Kakek mulai beranjak dan pergi dari kamarku. Kini malam semakin larut mungkin sudah hampir jam sebelas malam. Aku masih marah, dan banyak memikirkan banyak kemungkinan. Tapi kalau aku sudah tidak ada disini, mungkin mamah dan Papah tidak akan menemuiku lagi.
***
"Kalea?" aku mengambil pakaian hanya se-tas ransel. Cuma 1 set pakaian, sisanya keperluanku untuk sekolah. Aku memutuskan untuk pergi dari sini segera.
"Kami pamit dulu nek, kek. Assalamu'alaikum." pamitku kepada nenek dan kakek tak lupa menyalim keduanya. Lalu kami berjalan ke arah motor yang dipakai Pak Ryuga tadi.
Aku meminta kunci motor kepada Pak Ryuga. "Kuncinya?" Pak Ryuga sedikit mengernyit heran. Tapi aku mulai mencarinya disekitar celananya. Akhirnya dapat, aku mulai menyalakan motor. Dan untuk terakhir kalinya aku tersenyum kearah nenek dan kakek yang berada diteras.
Aku yang mengendarai motor milik Pak Ryuga. Dan artinya dia memang benar-benar mau menuruti keinginanku. Tidak ada sepatah kata pun, dia hanya bersuara ketika menunjukkan arah jalan.
Dia turun dari motor dan langsung mengatur nafasnya. Eits, aku mengendarai tidak secepat itu deh kayaknya.
"Yasudah masuk yu," aku langsung berjalan dahulu dan membuka pintu rumah itu.
Rumah Pak Ryuga termasuk rumah yang kecil tapi dengan fasilitas yang bagus sih. Ada garansi plus mobilnya juga. Ada kolam renang ukuran kecil tapi masih bisa digunakan sih. Lalu?
"Kamu tidur disana," tunjuk Pak Ryuga pada sebuah pintu didepanku.
Aku langsung menuju kesana. Dan menampakkan ranjang yang rapi dan kamar yang elegan. Aku hanya membawa satu set baju tidur. Sisanya seragam sekolah. Sebelum tidur aku langsung mandi terlebih dahulu.
***
"Makan Kalea?" ajak Pak Ryuga begitu aku keluar dari kamar. Rasanya aneh, begitu mendapati diri dikamar yang asing. Ini bukan sebuah mimpi ini kenyataannya, yang seperti tak logis kalau dipikirkan.
"Makasih, Pak." jawabku singkat. Aku mengambil porsi makanan untuk sarapan. Dan makan dalam keheningan.
"Setelah selesai kita berangkat," ucapnya dan langsung melenggang pergi begitu saja.
Hah? Loh mau kemana?
Aku langsung menpercepat laju makan. Ini engga beres lagi ceritanya. Apalagi kalau Pak Ryuga niat banget kita harus berangkat bersama.
"Maksud Bapak, kita berangkat bareng gitu?" Pak Ryuga yang sedang mengelap mobil langsung melihat kearahku. Tak lupa untuk menjawabnya ia hanya mengangguk dengan tambahan bibir yang tersenyum.
Oh tidak! No, gimana kalo ada yang tau? Terus satu kelas tau? Terus satu sekolah bertanya-tanya. Apa hubungan gadis itu dengan Pak Ryuga kami? No, no ,no. Kalea masih pengen sekolah ya allah.
"Kayaknya Kalea harus berangkat sekarang deh Pak. Soalnya Kalea harus ngerjain dulu tugas."
"Oh kalau gitu, kita berangkat sekarang saja yuk." ih kok gitu?
"Aduh, Bapak berangkat duluan saja, soalnya Kalea lagi... Mau ke kamar mandi dulu, aduh mules banget ini." tanganku mencengkram kulit perut, supaya ketauan kalau aku lagi pengen Buang air besar.
"Yasudah, pergi sana. Biar saya tunggu," allahu akbar!
"Engga usah, Bapak duluan saja. Kan, guru juga harus pagi-pagi banget nanti bapak ketelatan lagi." bujukku dengan posisi sedikit membungkuk.
"Engga papa, Kal—"
"Pokoknya bapak berangkat sendiri saja sekarang, nanti saya nyusul. Soalnya saya engga mau ngerepotin." ucapku sedikit menggertak. Dan langsung masuk lagi ke dalam.
Aku tidak pergi ke kamar mandi. Hanya bersembunyi dibalik tirai. Lalu tak lama kemudian aku mendengar suara mobil yang mulai menjauh. Huft, aku menghembuskan nafas lega. Akhirnya selama perjuangan, ini kali pertamanya tuhan membantu misiku.
Tinggal ke tahap dua. Yaitu memesan gojek. Untungnya semalam aku menginstal aplikasi itu.
Butuh sekitar dua-puluh menitan agar aku sampai kesekolah. Didepan gerbang aku menemukan Pak Ryuga yang berdiri bersama dengan Bu Sintia.
Aku menyimpan tas dengan kasar. Kenapa Pak Ryuga mau aja ya ditemenin sama Bu Sintia? Hem, pasti karena Bu Sintia itu cantik. Bu Sintia adalah orang yang sama saat dia bertanya namaku. Aku tau namanya karena tanda pengenal yang tercantum dibajunya.
Mengingat kembali kejadian tadi membuatku tidak tau harus apa. Kini pelajaran B. Sunda berlangsung. Saat penjaga piket datang dan menanyakan absen. Ternyata yang hadir bukan Pak Ryuga lagi. Melainkan Bu Sintia yang aku ceritakan tadi.
"Dinten ayena, hidep dipiharep nyieun Grup/ kelompok. Mangga tiasa dilajeungkeun." ucap Bu Niren. Bahasanya yang basa Sunda itu sedikit-sedikit aku bisa mengertinya.
Tapi karena usulan banyak orang. Akhirnya grup dipilih oleh sekretaris menurut absen secara acak. Begitu melihat Adnan menulis setiap Kelompok secara berurutan. Aku takut menghadapi sesuatu. Dia Zidan, saat spidol itu berhenti dikelompok 6 lalu menuliskan huruf pertama K. Aku sudah pasrah saat itu juga, dan benar saja Kalea namaku berada dikelompok 6 dengan isinya Zidan, Ridwan, Adel, dan Tasya. Yang kelimanya adalah aku.
***
Sesuai perjanjian. Kami berlima akan kerja kelompok dirumah Tasya. Sehabis pelajaran terakhir selesai. Aku malah terdiam di meja. Lalu mulai memikirkan bagaimana kalau Pak Ryuga mengajakku untuk pulang bersama?
"Kal," panggil seseorang dibelakang. Aku segera menoleh dan mendapati Zidan. Dikelas itu kini hanya ada aku dan Zidan saja. Yaampun, kejadian terakhir itu pun aku masih terkejut.
"Kenapa?"
"Gue, mau minta maaf sama Lo. Gara-gara kejadian terakhir itu Lo malah ketinggalan. Dan maafin sifat Gak ada akhlak Gue yah, Kol."
Aku masih diam dan tak mengeluarkan kata sedikit pun.
"Sebenarnya waktu Lo ke toilet itu, Gue dipanggil sama Bima. Jadinya Gue ngelupain Lo deh, pas Gue balik lagi kesana. Lo malah udah engga ada, Kol." tambahnya sebagai penjelasan.
"Udah lupain yang udah terjadi. Engga ada manfaatnya juga terus diinget, yang penting Gue bisa pulang dengan selamat." kata bijakku, ya walaupun keadaanya beda lagi sekarang.
"Gue duluan ya, Zid." ucapku namun segera ditahan oleh Zidan.
"Tunggu, Kol. Sebagai permintaan maaf, Lo mau engga pulang bareng?"
Bagus tuh, jadi aku engga perlu pulang bareng sama Pak Ryuga.
"Yaudah, Yuk!"
Ketika kami melewati lapang sepak bola. Aku tak sengaja melihat Pak Ryuga yang sedang bermain bola dengan kawanan kelas 12. Iya sih itu bagus, tapi anehnya disebelah sisinya itu ada Bu Sintia seperti sedang menyemangatinya. Bodo lah, happy aja sono aku disini mau pulang duluan.
"Kal,"
"Hmm."
"Rumah Lo dimana?"
Grrr.
Aku menelan ludahku kelu. Ini seperti menjaring diri sendiri untuk masuk jurang.
Aku langsung senantiasa turun cepat dari motor Zidan. "Zid, kayaknya aku bakal dijemput deh." aku langsung mengangkat hape seolah-olah seperti seseorang menelfonku. Namun Zidan akhirnya percaya, ia pamit untuk pulang setelahnya. Kepaksa aku harus pulang sama si Om lagi. Ini kenapa sih? Kayaknya kebahagiaanku engga diizinin deh sama tuhan.
"Kalea? Kamu belum pulang?" Yaampun bu, kalau saya masih disini artinya ape? Namun bibirku hanya bisa menjawab.
"Iya bu, ini yang jemput sayanya telat." alibiku sambil menggaruk tenguk kepala walau tak gatal sebenarnya.
"Yasudah kamu bareng sama saya aja, Pak Yuga!" Bu Sintia memanggil Pak Ryuga.
"Yuk pulang, sekalian anterin Kalea. Kasian udah kesorean banget." ucap Bu Sintia. Pak Ryuga melihatku sebentar lalu hanya melempar senyum kearah Bu Sintia.
Oh jadi kalau aku bareng sama dia, aku harus jadi kambing conge gitu?!
Seperti firasatku sebelumnya. Aku yang duduk dibelakang, dan Bu Sintia yang duduk didepan. Engga papa sih, selamat menikmati masa pacaran kalian! Gue mau main hape dah.
"Rumah kamu dimana Kalea?" Aku mengangkat wajahku. Pertanyaan Bu Sintia ini harusnya ditujukan pada Pak Ryuga deh. 'Ryuga rumahnya Kalea sekarang dimana?'
"Dimana yah, heheh." aku tertawa kecil plus garing juga. Dan keselnya adalah Pak Ryuga menertawakan kekonyolanku saat ini. Awas Pak Yug! I hate you always.
"Masa kamu engga tau alamat rumah sih?"
"Sudah sampai Sintia, urusan Kalea biar aku yang tanggung jawab. Insha allah ku antar selamat sampai rumahnya." aku hanya mendelik tajam kearah kaca yang menampilkan mata Pak Ryuga yang sedang menatapku.
Bu Sintia turun dan tidak lupa memberi ucapan terima kasih ala-ala sama Pak Yuga. Dan aku juga sama hanya tersenyum pulas lalu mobil berjalan kembali.
"Kalea, apa sekarang kamu ingat alamat rumahmu?" guyonan Pak Ryuga sangat tidak lucu.
"Ayo pindah," suruhnya. Aku tetap membisu pura-pura tak dengar juga.
"Kamu mau jadi istri durhaka?" aku bergerak langsung dan membuka pintu depan.
"Apa-apa harus jadi Hak dan tanggung jawabkan? Oke, aku mau hakku. Juga tanggung jawab Pak Ryuga karena menarikku kedalam hidupmu."
"Lalu tanggung jawabmu?"
Deg. Tenggorokanku kembali tercekat.
.
.
.
Tbc_