Chereads / Story Kalea&Ryuga / Chapter 9 - Sandy ss

Chapter 9 - Sandy ss

Friend:

Send a picture.

Gue lagi bareng ma cewe nih.

Aku mengalihkan perhatian Sandy disampingku. Dia yang ngajak nonton, eh malah aku yang dianggurin. Engga adil banget kan. Sehabis berbelanja, sayangnya duitku malah terkuras habis lagi. Gara-gara Busin aku harus mengeluarkan uang bulanan. Padahal kan tadinya kalo bareng Pak Ryuga bisa jadi belanjaan ku dibayar olehnya.

Karena suntuk juga akhirnya aku malah bermain ponsel. Sandy gila nih, dia hanya tersenyum sebentar lalu nonton lagi. Engga tau aku suntuk gara-gara nonton romans kek gini. Action kek, atau film zombi kek biar jantung lari-larian gitu.

"Kamu juga suka nonton?"

Tenggorokanku tercekat. Mataku melotot sempurna. Disampingku kini ada Busin bersama Pak Ryuga. Kenapa harus sejajar gini sih?

"Ah iya, Bu suka saya."

Bu sin lalu melihat keorang disampingku. "Dia?"

"Ini Sandy bu, sama sesekolah juga. Dia kelas X mipa 6,"

"Oh iya ibu tau."

"Eh Bu Sin, sama Pak Ryuga?"

"Hay, Sandy." salam Pak Ryuga, kepadaku tidak?

"Kok bisa ya, kita engga sengaja ketemuan gini di bioskop? Atau ada seseorang yang janjian yah?" ucapan Sandy membuatku panas rasanya. Apa maksudnya kek gitu? Seolah-olah Pak Ryuga sama Bu Sintia janjian gitu? Heh

"Engga sengaja kok, tadinya saya kesini mau beli perlengkapan rumah. Tapi ada Pak Ryuga yang ngajakin saya nonton." jelas Bu Sintia. Ngapain situ mau coba?

Aku hanya terdiam. Kok bisa sih, diantara aku dan Pak Ryuga ditengah-tengah Bu Sintia?

Sampai filmnya habis pun. Aku masih diam, tapi kaki ini rasanya mau lari cepet.

"Eh, Sandy kamu pulang bareng Kalea tidak?" Pak Ryuga bertanya sehabis kami keluar.

"Sebenarnya kita juga engga sengaja ketemu diMall, gimana Kaleanya aja sih Pak."

"Hah, apa?" tanyaku seolah-olah tak dengar.

"Lo mau bareng Gue engga?" tanya Sandy berbisik ditelingaku.

"Mau-mau." ucapku antusias. "Kami duluan yah, Pak Bu." pamitku dan langsung menarik Sandy agar segera pergi.

"Lo kenapa sih?" tanya tiba-tiba Sandy saat dimotor.

"Hah? Engga papa kok, emang kenapa?"

"Lo aneh, saat ketemu sama Bu Sintia apalagi Pak Ryuga."

"Hem engga biasa aja sih Gue deket ama guru. Soalnya takut mereka mikir yang engga-engga liat anak muridnya nonton berduaan." alibiku.

"Koreksi, engga nonton berdua tapi banyakan." tambah Sandy.

"Sama aja." jawab Kalea ketus.

Motor yang dipakai Sandy melesat membelah jalanan. Gemercik hujan kini mulai turun. Aku mengajak Sandy kerumah nenek. Karena aku tidak mungkin mengarahkannya ke perumahan Pak Ryuga.

"Lo tinggal sama nenek?" ucap Sandy sehabis kami sampai. Aku menceritakan sedikit mengapa aku tinggal disini, dan dengan siapa aku tinggal disini.

Aku mengangguk pasif. Tubuhkh rasanya lelah sekali. Juga belanjaan ku yang dibawa lagi kerumah nenek. Tau gini mah, ngapain belanja atuh tadi téh.

"Minta Idline Lo, dong."

"KaleaT_suma." Sandy mencatatnya dalam ponselnya.

"Woke. Gue cabut dulu ya, selamat tidur." pamitnya. Aku tidak lupa mengunci gerbangnya. Nenek pasti terkejut kalo tau aku pulang kerumahnya.

"Assalamu'alaikum." salamku. Tak lama terdengar pintu terbuka. Mataku yang biasa saja lantas melotot sempurna. Tanganku tak sengaja melepas semua barang belanjaannya.  Tak lupa juga mulutku yang ternganga sempurna.

"Walaikumsalam." suara khas baritonnya.

Tatapan kami bertemu. Mengunci satu sama lain, seperti seolah-olah terlarang dan aku adalah tersangkanya. Apa kesalahanku? Dan sejak kapan dia ada disini? Kenapa, dirinya cepat sampai berbeda denganku?

***

Rencana kami yang disusun dua hari yang lalu terkubur dalam-dalam sudah. Karena hari ini turun hujan, juga satu hal. Dia marah tiba-tiba kepadaku. Dan sampai sekarang belum mengatakan apapun. Kenapa pria lebih sensitif dari pada wanita? Ada yang bisa menjelaskannya? Aneh sekali.

Treng,,,

Suara garpu yang jatuh menggema diruangan dapur ini. Kami masih tak mengeluarkan suara sepatah katapun. Apa alasan dibalik dirinya marah seperti ini?

Aku berniat mengambil piring yang kotor. Lalu mengambil sabun cuci piring secara perlahan. Dua detik, tak sengaja aku menyentuh tangannya. Ayolah hanya menyentuh dia sampai melihatku dengan rinci.

"Saya bantu," ucapku lalu mengambil garpu yang sedang ia pegang. Aku risih sekali dilihatnya seperti itu.

Beberapa saat dia masih melihatku. Juga sebagai tambahan masih tak ada percakapan diantara kami.

"Kapan kamu mengenal Sandy?" nah, dia memulai percakapannya.

Aku pura-pura tak mendengarnya. Dan terus menggosok piring dengan busa yang ada sabunnya. Dia saja mendiamiku seperti ini sejak tadi. Emang enak apa?

"Kenapa kamu bisa bersama dengan Sandy?"

Aku menyalakan kran air dengan besar.

"Apa kamu kenal dengan Sandy?" tangannya mencekram pundakku. Dan memutarnya seratus delapan puluh derajat menghadapnya. Tanganku saja masih memegang busa dengan penuh sabun. Menggantung begitu saja, dan mengenai pakaiannya.

"Saya kenal dia saat diMall." jawabku singkat, padat dan jelas.

Dia melapaskan tangannya. "Jangan dekat-dekat dengan Sandy, dia bukan laki-laki yang baik."

Beberapa hari yang lalu kalian ingat saat dia mengatakan 'Kamu bebas berpacaran atau dekat dengan laki-laki mana pun' eitss, kenapa tiba-tiba semboyannya berubah?

"Kenapa?" ujarku. Badannya membelakangiku dia akan pergi namun tertahan oleh pertanyaanku.

"Mengapa kau bertanya?"

Aku memutar bola jengah, dasar pria pelupa!."Pasti ada alasannya mengapa saya harus menjauhi dia bukan? Karena kalau tidak salah, Bapak sendiri yang memberikan kebebasan kepada saya."

Cukup hening sesaat. Aku tak tau apa yang sedang ia pikirkan kini. Ayo dong Bapak suami, jangan jahat sama masa muda saya.

"Maka, saya menarik kebebasan itu."

Loh!!!!!

Aku masih tak percaya padanya. Seenak jidatnya memberikan sebuah harapan palsu. Dasar swami PHP. Aku mengurung diri dikamar. Melihat rintikan hujan yang mengembun diluar kaca jendela. Ini tidak adil bukan? Seharusnya masa mudaku bebas mau bertemu dengan lelaki mana pun. Ini mahal dikekang sama pria dewasa. Aku memejamkan mata sebentar. Aku mengingat beberapa hari lalu, Pak Ryuga memberikan laptop kepadaku. Kenapa tak kugunakan untuk menulis? Cerita apa ya yang bisa kuhadiahi untuk khalayak banyak orang?

Kisah ini untuk kamu dan dia

~

***

Sebuah pesan membuatku terpaksa membuka mata.

Sandyss

Ping!

Lo masih Kalea'kan?

Sandy?

Kal, hari ini jok belakang

Gue kosong. Lo mau engga-

Engga

Lo mau engga bareng ma Gue?

Dan sayangnya, Gue didepan pintu rumah Lo nih. Kata nenek Lo,

Lo engga bisa.

Kedua mataku terbuka sempurna. Aku terbangun tapi serasa masih didalam mimpi. Sumpah demi ape?!

"Arghh!!!!!!" teriakku dengan kencang. Bodo amat deh kalo si Yuga denger. Aduh amsyeong ini gimana? Sandy kerumah nenek? What, what what?!!!

"Kalem Kalea, Lo harus positif. Atur nafas nanti kepala Lo kesemutan lagi. Tapi gimana!!! Tenang, tenang santai." ucapku kelabakan.

To Sandyss:

San, Gue engga bisa kalo sekarang.

Karena Gue udah pergi tadi subuh

Soalnya harus ngerjain tugas dulu

Disekolah, bye-bye!

Oke

"Tapi sayangnya Gue udah disekolah."

~

Pelajaran olahraga yang paling memberatkanku. Ini soal latih fisik dalam segala bidang aku tak lihai nyatanya. Apa dalam lari juga aku kalah?

Harus bisa sampe 20 keliling.

Aku diam sebentar. Kepalaku pening, ditelingaku hanya terdengar suara jantungnya saja. Keringat panas mengucur begitu saja melewati pelipisku.

"Ayo Kal, masih gendut ju—"

"Ape lu!" aku melemparkan sepatuku pada Ridwan yang berlalu. Enak saja ia mencaci maki, kekuatan wanita bukan dilihat dalam lari saja yah.

Aku melanjutkan lari lagi. Lalu saat melewati depan ruang guru. Pak Ryuga keluar bersama Bu Sintia yang tampil cantik. Beda denganku yang penuh keringat ini. Eits kenapa aku membandingkan diri?

"Kal!" sapa seseorang dari jauh.

"Sandy?" ucapku begitu melihat dirinya mendekat. "Maaf ya, soal tadi. Gue beneran engga tau, soalnya Lo sih engga bilang-bilang pas malamnya."

"Iya engga papa, tapi nanti. Lo mau engga pulang bareng?"

Aku mempertimbangkan diri. Kayaknya ini salah satu cara agar menghindar dari Pak Ryuga. Sekalian menjaga jarak juga, supaya engga ketahuan siapapun.

"Boleh,"

"Selamat pagi," suara dari belakang tubuhku. Pak Ryuga mensejajarkan tubuhnya denganku. Tenang Kalea, santai aja seperti biasanya.

"Pagi, Pak." jawab Sandy begitu pun yang lainnya.

"Hari ini Pak Jony engga hadir, karena berhalangan. Kalian bisa istirahat dikelas, ataupun berolahraga dilapangan sampai jam selesai. Setelah itu berganti pakaian dan menunggu jadwal selanjutnya. Yang penting jangan ganggu kelas lain, oke?"

"Siap Pak." ucap kami serempak.

Saat Sandy berjalan kearah belakang. Pak Ryuga tiba-tiba memanggilnya. Sepertinya ada hal yang penting, juga mengingat bagaimana Pak Ryuga mewanti-wanti diriku untuk menjauhinya. Eits kenapa aku pusing tentang itu ya?

"Kal, awas—!!!" aku menutup mata spontan. Sebuah bola mengarah tepat ke kepalaku. Sampai beberapa detik suasana cukup hening. Dan aku masih enggan membuka mata, ini pasti mereka terkejut gara-gara aku pingsan. Tapi kenapa hening banget yah?

"Hhh?" mataku membulat sempurna. Mengerjapkan mata dengan cepat, ini diluar ekspetasi kalian. Pak Ryuga melindungiku dari lemparan bola tadi. Ini canggung luar biasa, sampai Sandy datang dan menanyakan kabarku.

"Kal, Lo engga papa?"

"Hah?"

.

.

.

Next yuuu