1 Minggu berlalu….
Namun keadaan antara Surie dan Alex belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Hubungan mereka masih sama seperti hari-hari sebelumnya.
Alex masih sulit untuk menghubungi Surie. Karena Surie sendiri masih menutup diri dan tak ada niat sedikitpun untuk mengabari atau merespon semua pesan dan panggilan telfon dari mantan suaminya itu.
Alex masuk kembali ke ruang kerjanya setelah selesai rapat penting dengan rekan bisnisnya yang baru.
Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aarrgghhh!!!!!"
Alex merebahkan tubuhnya di sofa. Ia menghela nafas dan menutup kedua matanya. Alex perlu ketenangan namun fikiran dan hatinya tidak bisa membantunya.
Semua tentang Surie masih bergumul dan menguasai dirinya. Sebelumnya Alex tidak pernah ambil pusing kalau ia sedang bertengkar dengan Surie. Tapi kali ini Surie benar-benar menolaknya bahkan benar-benar menjaga jarak darinya. Dan Alex tidak bisa seperti ini.
Alex berdiri dari sofa, ia hendak keluar ruang kerjanya. Namun seorang wanita sudah masuk ke dalam ruangannya.
"Mama."
*****
Alex dan Marissa makan siang bersama di kantin kantor. Alex tak banyak bicara dan hanya menikmati makan siangnya.
Marissa menatap putranya. "Kamu masih marah sama Mama, Al?" Tanya Marissa.
Alex seketika itu langsung menatap Ibunya. "Surie masih marah sama aku, Ma. Tentu aja aku masih marah sama Mama." Jawabnya.
"Jadi kamu masih enggaknya marah ke Mama tergantung gimana Surie ke kamu?"
"Iya." Kata Alex yakin.
Marissa mengerutkan keningnya. "Mama gak ngerti sama apa yang kamu inginkan, Alex. Dulu kamu sudah bisa bersama Surie, tapi kalian malah bercerai. Sekarang sudah bisa bersama Fey, tapi kamu malah kembali lagi dengan Surie."
"Aku salah udah nyakitin dan ngelepasin Surie begitu aja, Ma."
"Jadi menurut kamu sekarang, hubungan kamu dan Fey adalah sebuah kesalahan?"
Alex menggeleng. "Bukan seperti itu. Hhhh.. sudahlah Mama memang gak akan ngerti. Dari dulu yang Mama fikirkan hanya martabat keluarga."
"Martabat keluarga itu memang sangat penting, Al. Karena kamu gak bisa menjaganya, jadi Mama yang melakukannya. Dari dulu kamu selalu suka main-main sama perempuan. Maka dari itu Mama mau kamu fokus sama satu perempuan sekarang, dan itu adalah Fey."
"Alex pasti akan menikahi Fey. Seperti yang Mama mau."
"Mama gak percaya kalau kamu masih berhubungan dengan mantan istri kamu itu."
"Alex cinta sama Surie, Ma."
Marissa kaget. Ia tak menyangka kalau putranya akan mengakui perasaan pada mantan istrinya. Selama ini Marissa selalu berfikir kalau Alex hanya bermain-main dengan Surie. Alex hanya menumpahkan kebosanannya, maka dari itu ia kembali dekat dengan Surie. Tapi detik ini ketika putranya mengakui kalau ia mencintai Surie, membuat Marissa heran dan tak percaya akan apa yang ia dengar.
"Jangan main-main kamu sama Mama, Al."
"Buat apa Ma. Apa Mama fikir aku bohong?"
"Lalu bagaimana dengan pertunangan kamu dan Fey?" Marissa mulai cemas.
"Aku menikah atau enggak dengan Fey itu akan sama aja. Fey gak pernah mencintai aku, seperti bagaimana aku mencintai Fey, Ma. Dan sekarang aku udah muak dengan semuanya."
"Apa yang mau kamu lakuin, Al. Jangan bilang kamu mau putusin pertunangan kamu dan Fey?"
"Mama tenang aja, aku gak akan ngelakuin itu sekarang."
"Mama gak akan biarin itu, Alex!" Teriak Marissa sambil bangun dari tempat duduknya.
Karyawan lain yang berada di kantin sontak menatap ke meja Alex dan Marissa.
"Duduk Ma. Sebelum Mama lebih malu dari pada ini." Ucap Alex dengan tenang.
Marissa kembali duduk dan mendengus kesal.
*****
Fey mengajak Surie untuk makan siang bersama, namun Surie menolaknya. Namun Fey tidak menyerah, ia kembali memaksa Surie untuk afternoon tea bersama. Surie yang terlalu lelah akhirnya menerima ajakan Fey.
Fey dan Surie menyesap teh dari cangkir masing-masing kemudian saling menatap.
"Aku dengar… kamu masih menolak untuk ketemu sama Alex. Is that true?"
"Kamu udah tahu jawabannya, Fey."
"Kenapa? Apa karena Tante Marissa?"
Deg!!!
"….."
Fey tersenyum, tebakannya benar.
"Kalau kamu benar-benar mencintai Alex, harusnya kamu gak terpengaruh sama tekanan dari Tante Marissa."
"Kamu bisa bicara seperti itu karena sekarang kamu punya dukungan penuh dari Tante Marissa."
"Itu karena aku adalah tunangan Alex, Surie. Kamu gak lupa kan?"
Surie terdiam namun ia tahu.
"Aku ngajak kita ketemuan bukan untuk bujuk kamu untuk berbaikan sama Alex."
Surie mengerutkan keningnya.
"Ini akan menjadi situasi yang bagus untukku, bukan?. Kamu dan Alex bertengkar, dan aku mendapat restu penuh dari Tante Marissa."
"Kalau gitu, kamu harus mamfaatin situasi ini sebaik mungkin."
Fey tersenyum. "Kamu gak usah khawatir. Aku tahu apa yang harus aku lakukan."
Surie terdiam sejenak sejenak kemudian kembali berbicara. "Fey…"
"Iya."
"Apa kamu mencintai Alex?"
Deg!
"..."
"Kamu harus mencintainya untuk bisa memenangkan Alex sepenuhnya dari aku."
*****
Alex masuk ke dalam mobilnya dan langsung mengambil ponselnya. Ia mendial nomer Surie dan berharap kali ini wanita itu meresponnya.
Di dering ketiga akhirnya Surie menjawab panggilan telfon Alex. "Halo." Ucap Surie.
Alex seketika bernafas lega. Ada senyuman yang terukir di bibirnya ketika akhirnya ia bisa mendengar suara mantan istrinya.
"Surie… Oh my god, akhirnya kamu jawab telfon aku, Sayang."
"Langsung aja Al, aku lagi gak minat bicara lama-lama."
"Iya-iya, aku minta maaf. Aku gak ada niatan ganggu kamu. I miss you Sayang, so much. Aku benar-benar gak bisa seperti ini."
Alex terdiam sejenak sebelum akhirnya ia kembali melanjutkan ucapannya. "Surie.. aku benar-benar ingin kita…."
Surie langsung menyela ucapan Alex. "I need more time, Al. Semuanya masih terasa menyakitkan bagi aku."
Alex mengerti dan memahami kemauan Surie. Dan ia rasa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk memaksakan keinginannya.
"Alright, if you need more time. I'll give it to you. Aku bisa kasih berapa banyak waktu untuk kamu, Sayang."
"...."
"I love you, Surie." Ucap Alex.
Surie tak berkata apapun. Ia hanya memutuskan panggilan telfon di antara mereka berdua.
Alex memasukkan ponselnya ke saku celana dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi mobil. Alex menutup kedua matanya, menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya. Perasaannya sedikit lebih baik saat ini. Terlebih lagi saat dengan yakinnya ia mengaku kalau ia mencintai Surie.
*****
Fey keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambutnya yang masih basah setelah tadi keramas. Ponselnya berdering dan ada nama Surie di layar ponselnya.
Tanpa menunggu lama dan berfikir panjang Fey langsung mengangkat telfon dari mantan istri tunangannnya.
"Halo Surie, apa ada yang ingin kamu bicarakan lagi?" Tanya Fey langsung.
"Kamu harus dengar sesuatu dari aku, Fey."
"Apa?"
"Alex baru aja telfon aku lagi tadi. Dan kamu tahu dia bilang apa?"
"Apa?!" Tanya Fey tak sabaran.
"Dia bilang…. Kalau dia mencintai aku."
Deg!!!!
Kedua mata Fey melebar. Ia mulai merasa tak nyaman.
Bisa Fey dengar kalau Surie tersenyum di ujung telfon. Senyuman penuh kemenangan yang membuat Fey kesal.
"Aku udah bilang kan tadi di cafe sama kamu. Kalau kamu harus mencintai Alex, jika ingin memilikinya seutuhnya."
Surie memutuskan telfonnya.
Fey benar-benar kesal saat ini. Ia melempar kasar handuk yang ada di kepalanya. Dan memegang erat ponselnya. Suasana hatinya seketika berubah menjadi sangat buruk.
"Enggak Alex. Jangan pernah berfikir untuk berbuat adil antara aku dan Surie. Karena gak ada satupun di antara kita yang bersedia untuk berbagi!" Ujar Fey geram.
Bersambung…