Chereads / The Emperor of Magic (IND) / Chapter 34 - A-34

Chapter 34 - A-34

Seorang pria paruh baya dengan badan yang kekar berbeda dari guru-guru sebelumnya. Pria satu ini memiliki tampang garang seperti orang-orang dari militer. Rahang yang kokoh dengan tatapan mata yang ganas dan tajam, dibalut dengan sebuah pakaian normal layaknya guru pada umumnya.

Rambut yang rapi, tak terlalu panjang dan pendek, sedikit bergelombang. Pria satu ini memiliki aura yang kuat, ketika Pino melihat sosok ini, dia teringat akan ayahnya, Balam. Bukan karena wajah ataupun perawakannya, melainkan dari aura yang dikeluarkan oleh sosok ini. Seolah-olah sosok yang ada di depannya ini merupakan ayahnya sendiri.

Pria itu tak membawa sebuah buku layaknya guru sebelumnya, dia membawa sebuah pisau dan belati. Dua senjata itu ia perlihatkan pada seluruh murid, bukan dengan gerakan memamerkan melainkan dengan gerakan mengancam. Pria itu mengacungkan senjatanya tepat ke arah para murid ditambah dengan tatapan yang mematikan.

"Mengecewakan!!! Kalian membuatku kecewa, apa ini kualitas dari murid pilihan? Lemah, tak berguna, tanpa kemampuan dan keberanian!!! Kau!!! Cody Warmlet, kenapa pula kau mengalihkan matamu. Kau!!! Selytic, lihat wajahmu yang gemetaran itu, Tch. Ariya Pino, tatapan mata apa yang kau gunakan padaku? Kasih sayang, puih!!! Kalian semua tak ada yang pantas berada di tempat ini," seru Cres Monta, sosok pria paruh baya yang berbadan kekar itu.

Dia tidak memberikan selamat ataupun pujian pada para murid baru ini, begitu dia masuk dia langsung menghajar mereka semua, menghancurkan kebanggaan yang mereka miliki. Hanya dengan sebuah acungan belati saja, pria ini mampu membuat mereka semua merasakan ancaman kematian juga memberinya waktu untuk mengevalusai kemampuan serta kepribadian mereka dalam sekejap mata.

Dia berbeda dengan guru-guru sebelumnya, bukannya memberikan sebuah materi dalam pembelajaran terkait sihir, dia malah memberikan ancaman kematian pada murid-muridnya. Apakah itu hal yang buruk? Tidak, sama sekali tidak, Monta tidak menganggap mereka sebagai murid melainkan prajurti yang harus siap diturunkan di medan perang kapan saja, sehingga hal pertama yang dia lakukan ialah memberikan ancaman disertai dengan niat membunuh.

"Meskipun kalian lemah dan tidak pantas berada di sini, aku melihat ada potensi di antara kalian yang bisa berkembang menjadi sosok yang kuat lagi tangguh. Sekarang, hal pertama yang harus selalu kalian ingat, dimanapun, kapanpun, kalian harus selalu waspada. Tidak peduli apakah kalian berada di tempat aman sekalipun, karena tak ada tempat yang aman di dunia ini," seru Monta, suaranya begitu keras dan kasar, dengan perawakannya yang besar itu disertai dengan suara yang menggelegar, tidak salah jika para murid lainnya menunduk kecuali beberapa orang.

"Tak perlu kalian takut lagi, aku hanya menguji seberapa besar keberanian kalian. Meski hasilnya mengecewakan, tidak apa-apa, karena ini hanyalah pengenalan kelasku saja. Guru lainnya akan mengajari kalian tentang sihir ataupun tingkatannya, namun aku hanya akan mengajari kalian satu hal saja, hidup!!! Tidak peduli seberapa besar kemampuanmu, seberapa kuat sihirmu, kalau kau mati, semua habis. Hidup adalah satu kenikmatan yang harus diperjuangkan, tanpa itu kau tak bisa merasa hidup," seru Monta, perlahan dia berjalan meninggalkan tempatnya dan mengunjungi murid satu per satu.

Belati di tangannya terus berputar layaknya kincir angin. Auranya memang menghilang namun para murid bisa merasakan adanya ancaman yang besar datang dari belati di tangannya. Mereka seperti sedang diperhatikan oleh hewan buas bahkan monster yang kelaparan.

Tak tahu harus bagaimana, para murid termasuk Pino hanya bisa melakukan satu hal, yakni fokus dan waspada. Mereka berkeringat karena Monta berjalan dengan sangat lamban ketika menghampiri para murid satu per satu, belati di tangannya tak pernah berhenti berputar.

Cody sendiri tidak bisa menahan diri untuk menelan ludahnya, dia merasa khawatir, dan perlahan ada ketakutan yang menjalar di perasaannya ketika Monta mendekatinya dan bilah belatihnya menyentuh lehernya walau tidak menggoresnya. Perasaan dingin dari bilah belati membuat dia berkeringat dingin, tangannya siap untuk mengeluarkan sihirnya namun di saat pikirannya melayang untuk menyerang, dia merasakan sebuah niat membunuh yang sangat kuat menyelimuti tubuhnya.

"Sial!!! Apa ini? Mengapa dia melakukan tindakan tidak wajar ini, keparat!!!" pikir Cody, dia benar-benar marah dengan situasi yang dihadapinya namun ia tidak bisa melakukan apa-apa karena situasi yang tidak mendukung.

Pino melirik sekilas dan melihat posisi yang ada di antara Monta dengan Cody, "Huft, dia bukan guru biasa. Tindakan semacam ini hanya bisa dan ada di area militer saja seperti kata Ayah. Lalu, dia pasti berasal dari tempat semacam itu, tekanannya sama seperti tekanan yang pernah Ayah tunjukkan. Dia guru yang hebat."

Saat Monta mendekati Pino yang menatap dirinya dengan tatapan kasih sayang seperti seorang anak melihat ayahnya. Dia tersenyum dingin dan meningkatkan tekanannya dua kali lipat kuatnya dibandingkan dengan apa yang dia lakukan pada murid lainnya.

Dia merasa risih saat mendapatkan tatapan semacam itu, dia malah senang jika saja Pino memberikan tatapan mata seperti Cody yang mengabaikan bahkan membencinya. Dengan begitu, meningkatkan tekanannya berarti dia bersiap melakukan satu tindakan yang lebih gila lagi.

Monta mendekatkan pisau serta belati di leher Pino, dia menyelimuti kedua senjatanya dengan mana sehingga memunculkan warna yang berbeda dari aslinya. Meski hanya mendekatkan dan meletakkannya tepat di leher Pino, dia sama sekali tidak memberi Pino waktu untuk mengambil nafas sehingga gerakannya itu membentuk sebuah persepsi aneh di kepala Pino.

Apa yang dilakukannya hanya meletakkan kedua senjata tepat di leher Pino dari kedua sisi, namun yang Pino rasakan ialah, dia seperti sedang dipenggal dan itu dilakukan secara perlahan-lahan, mirip seperti sedang digorok.

Bayangan itu melintas di pikirannya selama beberapa detik. Tak akan pernah dia lupakan perasaan itu, tubuhnya basah kuyup akan keringat dan wajahnya sedikit memucat dari biasanya. Takut? Jelas, hanya saja bukan takut akan kematian melainkan dia tak berdaya dan tak bisa melawan, itu yang membuat dia menjadi takut.

"Oh!!! Meski takut dan tak berdaya, kau masih tetap memiliki tatapan yang sama. Menarik, ada beberapa murid yang menarik tahun ini. Meski tak sebaik yang aku kira, namun mereka cukuplah menjanjikan. Tampaknya mereka melakukan pekerjaan dengan baik," pikir Monta.

Dia berjalan kembali ke posisi awalnya namun gerakannya kali ini berkali-kali lipat lebih cepat dari sebelumnya. Tatapan matanya menyapu seluruh ruang kelas, dan tekanan yang ia keluarkan mulai menghilang.

Dengan senyuman yang berbeda, dia memulai kelasnya. "Perkenalan yang baik, aku sudah tahu kalian semua. Jadi, kita akan masuk ke topik utama. Monster dan sihir, dua hal yang saling berkaitan satu sama lain, setiap makhluk yang ada di dunia ini pasti memiliki inti sihir begitu juga dengan monster, akan tetapi mereka berbeda dengan kita. Apa ada yang tahu perbedaan itu?"