Meninggalkan wanita itu begitu saja setelah menolongnya, Pino pergi menuju ke Akademi Coasthaven, dia sudah menunda perjalanannya cukup lama hanya untuk beberapa masalah kecil tadi. Pino melihat ada banyak sekali anak muda yang berjalan ke arah yang sama dengan dirinya.
"Mereka semua tampak kuat, apa mereka juga akan masuk ke dalam Akademi Coasthaven? Aku mulai menantikan bagaimana kehidupanku di sana, mereka bukan pemuda atau pemudi yang biasa. Aliran mana mereka tidak lemah, beberapa di antara mereka juga membawa senjata yang tidak lazim, senjata yang sungguh menarik," ujar Pino ketika dia melihat sekumpulan anak muda yang berjalan menuju ke arah yang sama seperti dirinya, dan mereka membawa senjata yang berbeda-beda, mereka pun memiliki penampilan yang tidak sama.
Ada yang diikuti oleh seorang pengawal, ada pula yang sendirian. Mereka semua tidak bisa ditebak, Pino berjalan dengan santainya dan membawa perlengkapan yang dia butuhkan. Setelah berjalan cukup lama dan melewati beberapa tempat, akhirnya Pino sampai di sebuah gerbang di tengah-tengah kota.
Gerbang itu besar nan megah dengan tembok pelindung yang membentang cukup jauh. Ada beberapa prajurit yang berjaga-jaga di depan gerbang. Bukan hanya prajurit saja yang berada di depan gerbang, melainkan ada beberapa orang yang tampak seperti seorang guru dan murid yang berada di luar gerbang. Mungkin terdengar aneh karena adanya sebuah gerbang dan tembok pelindung di dalam sebuah kota yang sudah terlindungi pula, namun itulah yang terjadi. Tembok dan gerbang ini merupakan area depan dari Akademi Coasthaven, dengan struktur seperti ini, Akademi Coasthaven sudah bisa disebut sebagai sebuah benteng.
Pino belum merambah ke area dalam atau area utama namun dia sudah bisa merasakan jika Akademi Coasthaven pastilah besar dan tidak sederhana. Dia melihat anak-anak muda itu berbaris rapi dan membawa sebuah tanda pengenal berbentuk token, Pino mengikuti mereka dan dia berada di dalam barisan jua. Dia sama sekali tidak bertanya mengapa dia harus berada dalam posisi semacam ini, namun dia percaya jika apa yang dilakukan oleh mereka memiliki alasan yang baik, sehingga dia mengikutinya.
Setelah mengantri dalam waktu yang tidak sebentar, Pino maju dan tiba gilirannya untuk diperiksa. Dia melihat prajurit yang menjaga dan melindungi seorang pria paruh baya yang sedang duduk dan memperhatikan sebuah catatam tertentu. Pino memberikan sebuah token yang ia miliki pada pria paruh baya tanpa bertanya ataupun menjawab ucapan pria paruh baya itu.
"Ariya Pino, 17 tahun, penyihir pemula, elemen kegelapan. Baik... informasi semua ini benar, kau bisa masuk ke dalam akademi," ujar pria itu setelah memeriksa token yang diberikan oleh Pino. Token itu sendiri merupakan sebuah token yang berisi informasi tentang Pino, dan informasi itu cukup akurat serta penuh.
"Ya, terima kasih. Tidak ada hal lainnya lagi kan, kalau begitu aku akan masuk ke dalam," balas Pino, dia masih menunggu di posisinya selama beberapa saat jika pria paruh baya itu hendak bertanya atau ada keperluan dengannya.
Pino masuk dan melewati gerbang yang cukup megah dengan ukiran berbentuk kepala singa, dia masuk ke area akademi setelah tidak mendapatkan pertanyaan apapun dari pria paruh baya di depan. Dia mengamati corak yang ada di gerbang dan corak itu terlihat seperti memancarkan kekuatan.
Begitu dia masuk ke dalam Akademi Coasthaven, hal pertama yang dia lihat ialah tanah yang lapang dengan taman yang cukup cantik dan sebuah air mancur dengan sebuah patung berbentuk manusia tengah memegang sebuah buku dan mengacungkan sebuah senjata berupa pedang. Pino terhipnotis oleh bentuk dari patung itu dan dia terdiam di posisinya dalam waktu yang lama.
"Siapa dia? Apakah patung ini melambangkan seseorang atau hanya sebuah karya seni semata? Sungguh mengesankan sekali, seorang pria yang berwibawa dan tangguh, membawa sebuah buku serta pedang, tatapan mata yang berapi-api, dan perawakannya yang tegap. Sosok dari patung ini pastilah sangat kuat dan dikagumi," ujar Pino saat dia melihat patung di tengah-tengah taman. Dia benar-benar mengaguminya dan seluruh perhatiannya tersedot ke titik tersebut tanpa bisa dia alihkan lagi.
"Matamu sangat bagus, kau bisa melihat sebuah pesona yang tersembunyi dengan baik. Kau pasti bukan berasal dari tempat ini kan, sampai-sampai kau tidak bisa mengenalinya. Patung itu bukanlah patung sembarangan, melainkan sebuah bentuk penghargaan pada seseorang," ujar seorang pria yang entah dari mana muncul, pria itu mendekati Pino sembari mengatakannya.
"Mungkin, aku juga tidak tahu. Saat aku melihat patung itu untuk pertama kalinya, aku merasa sangat aman dan nyaman, seolah-olah patung ini memberiku sebuah kekuatan tak kasat mata. Semakin aku memperhatikannya semakin aku merasa jika patung ini merupakan maha karya," ujar Pino, dia tidak mengenal pria itu namun dia tetap menjawab pertanyaannya karena dia memang merasakannya.
"Sosok itu... dia adalah seorang pejuang yang terkenal, tidak hanya kuat secara fisik maupun kuasa dalam menggunakan senjata terutama pedang, pria ini... dia merupakan seorang penyihir menengah. Namanya akan selalu dikenang oleh mereka yang mengetahuinya, dia menyelematkan kota ini dari bahaya besar. Tidak ada orang yang pantas untuk diabadikan dalam bentuk seperti ini kecuali dia seorang. Mungkin sekarang, dia tidak terlalu dikenal, namun dia tetaplah seorang pahlawan dan sosok ini ialah Bell Dalton," ujar pria itu, dia memberitahu siapa sosok dari patung yang membuat Pino terkagum-kagum.
"Bell Dalton? Aku tidak pernah mendengarnya, namun melihat apresiasi dari kota bahkan akademi sendiri, aku yakin pria ini pastilah melakukan sebuah perbuatan yang tidak biasa. Tidak mudah untuk memperhatikan apa yang ada di sekitar sini, aku kira patung ini hanya patung biasa, ternyata dia memiliki ceritanya sendiri," ujar Pino, dia memang tidak tahu banyak tentang patung dan siapa itu Bell Dalton, akan tetapi setelah dia mendengar kembali cerita kepahlawanannya dari pria itu, dia mulai mengerti.
"Oh... aku belum memperkenalkan diri dan asyik menceritakan tentang Bell Dalton, kau pastilah murid baru, sama sepertiku. Perkenalkan, aku Derek Aldmin, siswa baru, sama sepertimu. Maaf saja kalau tadi aku langsung berbicara banyak dan menceritakan kisah tentang Bell Dalton," ujar Derek, pria yang memberitahu Pino tentang patung di tengah-tengah taman.
"Tidak apa, aku cukup tertarik dengan ceritamu tadi. Kisah kepahlawanan dari Bell Dalton yang menyelamatkan kota dari serangan gerombolan monster, meski pada akhirnya dia harus mati di tangan manusia bukannya saat melawan monster. Kita sama-sama murid baru, aku Ariya Pino, kau bisa memanggilku Pino. Oh... untuk ruang ujiannya sendiri, apa kau tahu itu dimana?" tanya Pino, dia memperkenalkan diri sekaligus meminta tolong pada Derek. Dia tidak mengetahui dimana letak ruang ujian yang sudah diberitahukan oleh pria di gerbang tadi.
"Aku tahu itu, kau cukup mengikutiku saja. Aku juga akan ke sana," balas Derek. Lekas itu mereka berdua segera pergi melewati taman dan bergegas menuju ke ruang ujian.