Di babak akhir ini, Pino dan Derek memperhatikan murid yang ikut semakin menipis hanya ada puluhan dari ratusan. Mereka yang lolos juga memiliki aura yang sangat berbeda dibandingkan dengan mereka yang sudah tersingkirkan.
"Kalian adalah murid-murid berbakat yang ada di tahun ini. Betapa baiknya tahun ini, banyak sekali murid berbakat yang berhasil lolos hingga tahap ini. Beberapa di antara kalian pun sudah menarik minat para penilai, sekarang kalian bisa melaju ke babak akhir."
"Sebuah ujian yang tidak terlalu mudah namun juga tidak sulit. Kalian pasti melihat batu besar berwarna hitam itu, kan? Perhatikan baik-baik, batu itu merupakan sebuah alat untuk mengukur kedalaman sihir kalian. Ujian terakhir!!! Silakan kalian gunakan sihir terbaik kalian ke arah batu hitam itu," ujar Reywan, dia memberikan sebuah pemberitahuan pada mereka untuk masuk ke ujian terakhir.
"Apa ini, Derek? Ujian macam apa ini, bukankah ini seharusnya berada di bagian awal mengapa bisa berada di bagian akhir. Aneh sekali, tapi... entah kenapa itu tampak masuk akal ya?" tanya Pino yang kaget dengan ujian yang akan dia lewati sebelum resmi menjadi murid di Akademi Coasthaven.
"Pino, batu itu disebut sebagai batu pengukur, tidak hanya mengukur tingkat sihir yang kita gunakan, namun juga mengukur seberapa besar mana serta seberapa tinggi kekuatan sihir kita saat ini. Batu seperti ini cukup langka dan tidak sembarang tempat memilikinya, pantas jika batu pengukur ini di taruh di bagian akhir." Derek tidak terkejut, dia malah agak khawatir dengan apa yang akan terjadi nanti.
Mengukur mana memang bisa dilakukan namun itu akan terlihat melalui warna yang mana warnanya sendiri terbagi menjadi empat tingkatan yakni putih, kuning, emas, dan merah. Putih berarti terendah yang hanya dimiliki oleh penyihir pemula, Kuning yang kedua berarti penyihir menengah, Emas merupakan tanda dari penyihir atas, dan Merah yang mana menunjukkan sang pengguna berada di tingkat akhir, yakni Sage.
Pengukuran dimulai dari Cody, pada saat dia maju terlihat batu pengukur mengeluarkan cahaya berwarna putih namun sangat terang. Sihir yang digunakan oleh Cody pun bukan sihir tingkat tinggi melainkan sihir tingkat dua saja.
"Kemampuan yang sangat baik. Dengan keterampilan yang begitu besar, dia pasti akan menjadi penyihir menengah bahkan penyihir atas. Bukankah begitu, Reywan?" tanya Garvin, matanya tidak pernah lepas dari Cody, dan dia mengamatinya dengan serius.
"Ya, bakatnya tidak buruk, cahaya putih yang terang ini menunjukkan jika dia berada di peringkat 3, puncak dari Penyihir awal." Reywan tidak terkejut dengan tingkat sihir dan kekuatan yang dimiliki oleh Cody, dan dia sangat menanti murid lainnya.
Begitu selanjutnya, para murid lainnya pun mulai menunjukkan kelihaiannya, menunjukkan sihir dari berbagai elemen dan tingkatan. Mereka semua membuat Pino bersemangat, dia memang tahu tentang sihir-sihir itu, namun baru kali ini dia melihat sihir-sihir itu secara langsung.
Gilirannya pun tiba, tanpa memiliki kekhawatiran sedikit pun dia pergi ke batu pengukur, berada tepat di depan batu pengukur, Pino mengatur nafasnya dan merasakan aliran mananya, dia sama sekali tidak mau menunjukkan kemampuannya yang asli sehingga dia mencoba mengatur aliran mana yang akan ia keluarkan.
"Huft... tingkatanku, aku tidak bisa membiarkan mereka tahu, dan aliran manaku juga. Paman mengingatkanku akan hal itu, jadi aku hanya bisa menurutinya, itu juga demi kebaikanku sendiri," pikir Pino saat dia menggunakan Hand of Power dan meletakkan telapak tangannya ke batu pengukur.
Cahaya putih yang tidak terlalu terang muncul, dan saat itu jua beberapa orang yang memperhatikannya pun hanya meliriknya sekilas.
"Ariya Pino, Penyihir Awal Peringkat 2, Sihir Hand of Power tingkat 1," ujar sang pemeriksa yang ada di sekitar batu pengukur.
Setelah dia diukur, Pino segera turun, tanpa ada sorakan karena hasilnya memanglah umum tidak ada yang spesial. Dia beruntung sudah mempelajari sihir Mana Concealment, sebuah sihir yang digunakan untuk menyembunyikan mana yang dimiliki oleh si pengguna, sihir ini sendiri merupakan sihir tingkat 3. Pino beruntung bisa mempelajarinya dari Poorstag, dan dia membutuhkan waktu yang terbilang lama untuk menguasainya.
"Ujian terakhir selesai, sangat menarik, dan membuat para penilai merasa senang. Sekarang hasil dari ujian akan kami umumkan, untuk mereka yang tidak lolos, kalian akan tetap diterima namun berada di kelas terbawah. Untuk yang lolos di ujian kedua, kalian akan berada di kelas menengah, dan yang terakhir kalian akan masuk ke dalam kelas terbaik," ujar Reyman, dia tidak berbasa-basi, dan langsung mengatakan keperluannya dengan lantang.
Keuntungan berada di kelas tertinggi sendiri, mereka bisa dipilih, dan diajari langsung oleh para guru terbaik. Mereka bisa juga diangkat menjadi murid pribadi oleh guru tersebut, dan banyak keuntungan lainnya.
Sesuatu yang menyenangkan bukan, tentunya Pino berharap bisa mempelajari banyak sihir dalam bentuk apapun. Dia tidak terlalu menginginkan berada di bawah bimbingan salah satu guru, kecuali mereka memiliki keterampilan yang jauh lebih baik dari Poorstag, jika tidak dia tidak ingin berada di sana.
Tujuannya masuk ke Akademi pun agak berbeda dari tujuan awal, yang mana pada awalnya dia ingin mempelajari sihir, namun sekarang dia memutuskan untuk lebih fokus pada misi yang ada di dalam Akademi sendiri karena poin yang nantinya dia kumpulkan bisa ditukar untuk benda-benda tertentu.
"Huft... ujian akhirnya selesai juga, Derek. Aku kira kita akan bersama di tahun-tahun berikutnya. Aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik," ujar Pino, dia merasa jika Derek merupakan sosok yang termasuk tangguh dan tidak mau kalah.
"Tentu saja, Pino. Kita juga berada di asrama dan mungkin kita akan berada di kamar yang sama? Siapa tahu? Kemungkinan itu bisa terjadi, kan. Omong-omong, kekuatanmu tampak bereda dari yang sebelumnya, apa yang sebenarnya terjadi," ujar Derek, dia merasakan adanya perbedaan tingkat energi dari sihir yang digunakan Pino.
Mereka meninggalkan tempat ujian dan dibawa ke asrama yang nantinya akan menjadi tempat mereka tinggal, beberapa penguji yang mana juga seorang guru pun membawa mereka ke asrama yang berbeda tergantung dengan kelas yang akan menjadi tempat mereka belajar.
Pino dan Derek, mereka berdua mendapatkan kamar yang sama dengan dua orang lainnya yang mana tampak sangat garang, salah satu dari mereka seperti seorang prajurit sedangkan yang satunya memiliki penampilan rata-rata dengan kepala botak.
Mereka berada di kamar yang sama, begitu mereka masuk ke dalam kamar, betapa terkejutnya mereka melihat kamar yang cukup mewah untuk seorang murid biasa, dimana ada empat ranjang yang berbeda dan berada di tempat yang sama bukannya tempat tidur tingkat seperti yang didapatkan murid di kelas terbawah.
"Aku Pino, dan dia, Derek. Selama beberapa tahun ke depan kita akan menjadi teman sekamar dan seperjuangan, aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik," ujar Pino sembari menyodorkan tangannya.