Pino mendengar suara Balam yang begitu keras, dia kembali fokus begitu mendengar suara tersebut. Ia mengacungkan pedangnya dan menatap sisa goblin di depannya, memperkuat genggamannya, dia masih merasa sedikit mual sehingga genggamannya agak longgar. Pino menhentakkan kakinya dan melompat, menyerang para Goblin. Mengayunkan pedangnya, salah satu Goblin yang berada di depannya tidak bisa menghindari serangan Pino dan berakhir dengan tubuh yang terpotong menjadi dua.
Melihat Goblin lainnya dengan tatapan mata yang sengit, dia mulai bisa mengeluarkan niat membunuh dan itu tidak lemah. Melompat ke Goblin yang tertegun dan tak bergerak, Pino memanfaatkannya dengan mengayunkan senjatanya, dia menebas Goblin itu. Setelah itu, Pino menghadapi Goblin yang masih berdiri, dia membabatnya dengan kejam, berulang kali pedangnya berayun hingga membuat Goblin itu berubah menjadi pasta daging.
Bluargh... bluargh... bluargh...
Pino tidak lagi bisa menahan rasa mual, dia bergerak ke samping menghindari mayat Goblin lantas mengeluarkan seluruh isi perutnya. Ia pernah menghadapi situasi semacam ini, membunuh hewan merupakan perkara mudah karena dia sudah terbiasa, dan situasi yang saat ini ia hadapi sama dengan waktu itu, dimana dia membunuh hewan untuk pertama kali.
Terlihat mudah ketika Pino membunuh para Goblin, itu semua bisa terjadi karena para Goblin yang menyerangnya hanya Goblin biasa dan ada sosok mengerikan di balik Pino. Sosok itu adalah Balam, para Goblin mengetahui hal itu sehingga mereka tidak dapat menyerang dengan bebas, insting mereka memberitahu mereka untuk kabur namun itu tidak bisa mereka lakukan karena mereka diawasi oleh Balam, sehingga hanya ada satu cara, yakni melawan.
Meski begitu, mereka tidak bisa melawan dengan sepenuh tenaga, mereka terancam dengan keberadaan Balam, sehingga daya serang mereka melemah. Sama, seperti saat Pino berada dalam kondisi tak siaga, pada saat dia mual, waktu itu merupakan waktu yang tepat untuk membunuh Pino, namun mereka tak bisa bergerak karena merasakan tatapan membunuh dari Balam. Lantas, mereka hanya diam mematung tak menggerakkan sebatang jari pun, diam tak bergerak, hanya itu yang bisa mereka lakukan. Insting mereka memperingati mereka untuk meninggalkan tempat itu, namun mereka tak bisa berbuat apa-apa.
Balam mendekati Pino yang berlutut di samping sebuah pohon dan menahan tubuhnya dengan tangan yang ia tempatkan pada pohon. Melihat Pino yang mengeluarkan isi perutnya, Balam hanya menggelengkan kepalanya, dia tidak memarahinya, dia hanya menunggu Pino sampai membaik. Berdiri diam di belakang Pino, Balam mengawasi area sekitarnya, dia benar-benar waspada.
Ia sudah sering bertemu dengan gerombolan Goblin semacam ini, namun dia juga tahu jika ada sebuah Goblin berkelompok dan beranggotakan tak lebih dari 10 Goblin, mereka hanya Goblin pengintai semata, jika dalam waktu tertentu mereka tidak kembali. Kelompok Goblin yang lebih besar akan muncul, kelompok utama mereka akan muncul. Biasanya sebuah kelompok Goblin besar akan memiliki anggota sebanyak 30 Goblin dengan beberapa pemimpin yang disebut sebagai Hob Goblin.
"Ayo... Nak. Apa kamu akan muntah terus dan mengeluarkan seluruh isi perutmu itu? Bagaimana kamu akan melawan monster yang mengerikan dan jauh lebih kuat daripada Goblin-Goblin ini? Melawan mereka saja kamu sampai seperti ini, cepat bangun dan ikuti Ayah, ada beberapa hal yang akan Ayah tunjukkan," ucap Balam, dia mengangkat Pino dengan satu tangan dan memapahnya, melihat wajah Pino yang pucat, Balam mendesah lirih.
Balam tidak membawa Pino pergi ke Kota Morshore, melainkan masuk ke semak-semak tempat munculnya para Goblin. Balam yang sudah hafal dengan jejak kaki Goblin mulai berjalan menuju ke arah asal jejak Goblin tersebut, sehingga mereka berjalan ke arah yang berbeda dari jejak kaki para Goblin. Melewati beberapa pohon rindang dan semak belukar, mereka mempercepat langkah kakinya.
Pino yang masih merasa lemas karena memuntahkan hampir seluruh isi perutnya, hanya bisa berjalan pelan dan mengikuti Balam dengan langkah kecil. Dia tidak tahu akan dibawa kemana dirinya, mengikuti langkah kaki Balam, Pino sama sekali tidak mengeluh. Tak peduli akan dibawa kemana, Pino selalu percaya pada Balam.
Setelah malam tiba, mereka berhenti sejenak untuk istirahat, biasanya mereka akan membuat api unggun ketika beristirahat di luar dan tanah yang lapang, namun mereka tidak melakukannya. Balam melarang hal tersebut, Balam tidak ingin menimbulkan masalah, apalagi mereka telah dekat dengan tempat tujuannya, yakni asal dari para Goblin.
Sedari awal, memang inilah tujuan Balam membawa Pino setelah melawan para Goblin. Balam ingin memperlihatkan seperti apa musuh yang kelak akan dia hadapi, ia ingin memberitahu Pino betapa kejam para monster, selain itu ia juga ingin memberikan pengalaman pada Pino tentang perang nyata dan situasi hidup dan mati, tentu saja ini bukan hal yang mudah untuk dirinya melihat anak kesayangannya terbunuh di depan matanya, sehingga dia akan membantu jika memang situasi berada jauh dari harapannya, seperti munculnya Chief Goblin.
"Nak... kamu sudah melawan para Goblin dan membunuhnya, bagaimana perasaanmu? Kita mengikuti jejak mereka namun berlawanan arah, jadi kita bisa mengetahui asal mereka... ingat apa yang nanti akan kamu lihat merupakan sebuah kenyataan... persiapkan hatimu, jangan sampai kamu muntah seperti tadi. Kamu bisa melakukannya, kan!!!" gertak Balam, dia menekan suaranya dan meningkatkan volumenya, suaranya menjadi keras.
Pino menghirup udara dingin, baru kali ini dia melihat Balam seperti ini, melihat wajahnya yang berubah menjadi sengit dan tatapan matanya yang dingin dengan niat membunuh tinggi, tak pernah dia melihat Balam dalam keadaan seperti ini. Memantapkan hatinya, Pino menjawab dengan keras dan penuh tekad, "Ya, Ayah. Aku akan melakukannya, Pino tidak akan muntah seperti tadi lagi!"
"Bagus... tak jauh dari sini ada sarang Goblin, kamu tahu apa artinya itu? Di sana adalah tempat paling mengerikan untuk para wanita... tidak hanya itu, kamu akan melihat sesuatu yang tak pernah terbayangkan. Monster... mereka hanya akan membunuh dan membunuh, membantai manusia, menatap kita sebagai mangsa semata, namun... tidak dengan para Goblin, mereka menganggap manusia terutama para wanita sebagai mesin penghasil keturunan," ucap Balam, ada fluktuasi di matanya, ada kemarahan dan kebencian besar.
Tak peduli siapa lawannya, Balam hanya akan menganggap mereka sebagai mangsa, bahkan monster berperingkat tinggi, namun untuk Goblin sendiri, dia memiliki dendam yang nyata, sebuah perasaan yang muncul akibat masa lalu yang menyakitkan dan terus menjadi ingatan paling buruk di hidupnya. Peristiwa itu juga yang mendorong dia untuk terus berlatih hingga sekuat sekarang, dan dia ingin memberitahu Pino akan hal tersebut.
Mereka bermalam, dan Balam menceritakan peristiwa yang mendasari kebenciannya pada Goblin. Ia membeberkan semuanya pada Pino, mengapa dia menceritakan masa lalu yang menyakitkan dan memalukan untuk seorang pejuang pada anaknya? Dia tidak ingin Pino mengalami hal yang sama, ia ingin Pino mengerti seperti apa rupa monster itu, dan kerusakan seperti apa yang dihadirkan oleh mereka.
Mengapa Balam mengatakannya semuanya? Karena dia yakin suatu hari nanti Pino akan bertarung dengan banyak lawan yang mengerikan. Balam ingin mempersiapkan Pino, membuat hatinya sekeras baja dan tak takut akan apapun, namun juga memiliki empati dan simpati terhadap sesama, sehingga menceritakan pengalamannya serta membawanya ke tempat yang sama akan membuat Pino memahaminya secara nyata.