Pino mencoba untuk mempercayai apa yang dikatakan Balam, dia mempertajam pendengarannya dan memastikan jika Balam mengatakan yang sebenarnya. Mau berapa kali pun dia mencoba untuk mempercayai kata-kata Balam, ia tidak bisa percaya. Sudah berapa tahun dia dilarang oleh Balam untuk bersinggungan dengan sihir walau sebentar, jadi ketidakpercayaan yang ada di benak Pino bisa dimengerti.
Dengan wajah yang bingung dan pandangannya yang tak fokus, Pino berucap, "Ayah... tidak mungkin Ayah akan mengizinkanku untuk berlatih sihir, apakah bumi berguncang dan langit runtuh sampai Ayah bisa mengatakan ini? Ayah, sehat? Tidak sakit, kan? Mungkinkah Ayah jadi gila? Ayah... dengarkan aku, kok malah diam?"
Balam yang membelakangi Pino mengusap air matanya, dia tidak percaya jika Pino akan mengucapkan kata-kata semacam itu. Padahal dia telah mengizinkannya dan menahan egonya, dimana dia melarang Pino untuk dekat-dekat dengan sihir walaupun Pino memiliki mana yang besar. Sebenarnya, Balam tidak ingin Pino belajar bahkan dekat dengan sihir, itu semua berawal dari kejadian beberapa tahun lalu.
Masih teringat jelas di pikiran Balam, dimana Pino mendapatkan kekuatan besar berupa mana pada saat dia berusia empat tahun, kejadian itu pula yang menyebabkan dia kehilangan salah satu arti hidup. Ia tak akan pernah bisa melupakan kejadian itu bahkan hingga detik ini, dengan pengaruh yang dimilikinya, Balam dapat hidup mewah bahkan menjadi seorang pemimpin militer, namun dia memilih hidup sederhana di Hutan Ashmoss.
Balam menghampiri Pino yang duduk dengan lemah, matanya serius menatap Pino. Ia hendak marah namun tak bisa melakukannya, dia mengangkat tangannya dan mengepalkan tinjunya, bersiap untuk memukul Pino. Ia jongkok, dan mengayunkan tinjunya namun bukan untuk memukul melainkan mengusap rambut Pino.
"Nak, aku tahu hari ini pasti akan tiba. Sihir ada di dalam darahmu dan itu diturunkan oleh ibumu, aku tidak bisa menahannya lagi. Melepasmu ketika sayapmu belum tumbuh adalah sebuah kesalahan, Ayah hanya bisa mengajarimu ilmu pedang, dengan begitu kamu memiliki sedikit kemampuan, Nak. Ayah akan membawamu ke Kota Morshore," ujar Balam, dia tidak bisa memukul Pino meski dia ingin melakukannya, lantas dia memeluknya erat-erat.
Pino tidak mengerti lagi, namun dia tahu jika Ayahnya tidak akan berbohong, di dalam pelukannya, Pino membalas pelukan Balam dengan pelukan yang lebih erat lagi. Dia telah mendengar alasan Balam yang melarangnya dari belajar sihir, sambil memeluknya Pino berucap lemah, "Terima kasih, Ayah. Aku tidak akan menyia-nyiakannya, aku akan belajar dengan tekun dan giat, agar bisa membahagiakanmu. Aku tidak ingin melihatmu hidup sengsara seperti ini ketika Ayah sudah tua nanti."
"Ya... Ayah tahu itu, Nak. Maafkan Ayah yang tidak mengizinkanmu dari waktu itu, aku tidak ingin melihatmu terluka... semuanya sudah berakhir. Kamu bisa pergi mempelajari sihir, Nak. Belajarlah dengan tekun untuk dirimu sendiri, kamu akan berjalan di jalan yang sulit... kamu harus kuat dan tegakkan punggungmu... jangan menyerah di situasi apapun, kamu harus tegar," ucap Balam yang memeluknya lebih erat lagi.
Tanpa menyiapkan banyak barang, Balam hanya membawa sebilah pedang, sedangkan Pino juga tidak membawa apapun kecuali sebuah pedang. Mereka bergegas meninggalkan Hutan Ashmoss dan pergi ke arah barat menuju ke Kota Morshore. Mereka berjalan kaki, karena mereka tidak mempunyai kuda, bukan karena tidak memiliki uang hanya saja Balam lebih menyukai berjalan tanpa alas daripada berkendara.
Membutuhkan waktu 3-4 hari dari Hutan Ashmoss menuju ke Kota Morshore, tentunya mereka membawa perbekalan yang cukup untuk mereka bepergian selama itu. Melewati pepohonan yang rindang dan diiringi dengan kicauan burung yang membuat suasana menjadi asri, sehingga mereka berjalan dengan nyaman, perjalanan hari pertama berjalan dengan lancar dan tak ada halangan apapun.
Begitu juga dengan hari-hari selanjutnya, namun pada hari terakhir ada sesuatu yang berbeda. Mereka melewati sebuah daerah yang rawan akan adanya Goblin, Balam tidak terlalu khawatir akan keberadaan Goblin-Goblin ini, namun dia khawatir jika Pino akan menemui nasib buruk, apalagi Goblin selalu berkelompok sesuai dengan sifat asli mereka yang tidak soliter berbeda dengan seekor Harimau.
"Nak, daerah ini terkenal sebagai lalu lintas para monster dan manusia, di tempat ini sering muncul sekelompok Goblin, ini menunjukkan tempat tujuan kita sudah dekat. Apa kamu bisa bertarung dengan Goblin dan membunuhnya, seandainya kita bertemu dengan mereka? Kalau kamu tidak bisa melakukannya... maka kita kembali ke rumah dan mengesampingkan pikiranmu untuk belajar tentang sihir," ucap Balam, dia tenang sambil mengawasi area sekitarnya, dia menanti-nanti kemunculan para Goblin sehingga dia bisa menguji sikap dari Pino.
Pino sedikit gugup ketika mendengar ucapan Balam, dia yang belum pernah bertarung selain dengan Balam merasa tidak yakin, dengan suara yang goyah, Pino membalas, "Aku tidak tahu, Ayah. Akan tetapi, aku akan melakukannya... jika aku tidak bisa melakukannya, aku akan menuruti perkataan Ayah."
Sebuah kebetulan atau tidak, dari balik semak-semak terdengar suara yang bising. Suara-suara itu terdengar saling bercakap-cakap, namun Pino tidak mengerti bahasanya, dia hanya tahu jika ada sesuatu di balik semak-semak. Pino menoleh ke Balam dan melihat raut wajah yang serius, ia menoleh kembali dan melihat asal dari suara-suara yang ia dengar.
Perlahan, beberapa makhluk kerdil dan berwarna hijau keluar dari semak-semak, tidak hanya satu makhluk saja melainkan ada empat makhluk berwarna hijau. Makhluk hijau dengan wajah yang seram, gigi-giginya tidak tumpul malahan terlihat seperti taring, wajahnya jelek. Dengan tubuh pendek seperti anak-anak, tanpa mengenakan sehelai pakaian kecuali sebuah kain yang menutupi alat kelaminnya, mereka adalah Goblin yang disebutkan oleh Balam.
"Nak... lihat makhluk jelek di depan sana, mereka adalah Goblin, meski tidak sekuat monster lainnya, kamu harus berhati-hati, mereka licik dan bengis. Biasanya mereka menggunakan belati atau pedang kecil sebagai senjata utama, mereka lincah dan sangat mematikan ketika bertarung di malam hari. Mereka akan bertarung dengan cara yang menyerupai para manusia, Nak, lawan mereka!" ujar Balam, dia mundur beberapa langkah ke belakang sambil memperhatikan Pino yang melesat maju seperti peluru sambil mengayunkan pedangnya.
Begitu cepat langkah kaki Pino sampai mengejutkan para Goblin, satu sabetan pedangnya memotong kepala salah satu Goblin. Ketika Pino berhasil memotongnya, badannya menjadi gemetar karena ini adalah kali pertama dia membunuh makhluk hidup, ia masih bisa merasakan betapa lembut daging yang ia potong, dimana itu membuat isi dari perutnya naik, dan dia hampir memuntahkannya.
"Fokus!!! Lihat lawanmu, apa kamu mau mati, Nak? Telan kembali dan lawan mereka, jika kamu tidak melawan mereka... kamu yang akan mati!!! Mereka makhluk-makhluk biadab yang tak bermoral dan sering mengacau di desa-desa kecil, lawan dan hancurkan mereka!" teriak Balam dari kejauhan, dia tahu ini merupakan pertama kalinya Pino bertarung dan membunuh.
Dia tidak menyalahkan Pino yang merasa mual dan hampir muntah, dia sendiri juga mengalaminya bahkan lebih buruk dari Pino, itu semua wajar. Akan tetapi, saat ini, Balam ingin Pino lebih tegar darinya dan membunuh para Goblin, dia ingin memberikan pengalaman nyata pada Pino sehingga dia tidak kaget akan apa yang nanti dia hadapi, Pino memang terbiasa membunuh hewan namun yang saat ini dia bunuh merupakan monster yang berbeda dengan hewan.