Chereads / Petaka Sebuah Tulisan / Chapter 23 - Part 23 : Balasan Untuk Ferry

Chapter 23 - Part 23 : Balasan Untuk Ferry

Sambil menangis Naya terus memeluk tubuh Vety yang sudah tidak bernyawa. Naya pun berteriak-teriak meminta tolong. Tapi, tidak ada yang mendengar teriakannya. Akhirnya, Naya berusaha menenangkan dirinya. Lalu, dia pun menelephon keluarganya di rumah.

"Ibu, cepat datang ke pantai bu!"

"Vety temanku telah tiada, dia pergi untuk selamanya!"

"Tenanglah, nak!"

"Ibu akan datang bersama dengan polisi."

"Tetaplah berada di posisimu, Nay!"

"Jangan kemana-mana, sampai kami semua sampai!"

Naya pun mengerti yang dikatakan ibunya. Dia tidak akan bergeser dari tempat duduknya, sampai bantuan datang menolong dirinya dan Vety. Meskipun dia sendiri merasa takut. Dengan suasana pantai yang sepi dan gelap.

Naya masih duduk di bawah pohon besar. Dengan perasaannya yang sangat sedih, dia memangku Vety yang telah menjadi mayat. Rasa sedih di hatinya itu telah menghalau semua ketakutan akan keadaan sekitar.

Naya pun berusaha tenang dan membuang fikiran yang macam-macam dari kepalanya.

"Maafkan aku, Vet." Ucap Naya sambil membersihkan pasir-pasir dari wajah Vety.

"Seandainya kamu mendengarkan laranganku."

"Mungkin ini semua tidak akan terjadi."

"Tapi, inilah yang namanya takdir."

"Sekuat apapun aku berusaha menyelamatkanmu, namun takdirmu hanya sampai di sini."

"Aku harap kamu pergi dengan tenang, biar aku yang menyelesaikan semuanya hingga tuntas."

"Ini janji seorang teman." Naya pun memegang tangan Vety yang sudah kaku dan dingin.

Tiba-tiba, Naya merasa silau di wajahnya. Saat Naya melihat darimana asal sinar yang menyilaukan itu. Ternyata, itu adalah sinar lampu mobil polisi yang datang bersama dengan keluarga Naya.

Beberapa orang polisi langsung turun mengangkat jenazah Vety yang sudah mengeras ke dalam mobil. Lalu, para polisi itu pun menanyakan beberapa hal kepada Naya. Dan Naya menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh para polisi itu. Setelah mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Naya. Para polisi itu pun akhirnya pergi untuk mengantar jenazah Vety ke rumah sakit. Sedangkan Naya kembali pulang ke rumah bersama anggota keluarganya.

Sesampainya Naya di rumah, malam sudah semakin larut. Tapi, Naya tidak juga bisa memejamkan matanya. Dia masih terbayang wajah Vety yang sudah menjadi mayat. Wajahnya sangat pucat dan terlihat sedih. "Mungkin itu karena penganiayaan yang dilakukan Ferry kepadanya."

"Saat ini hatiku memang sangat tidak tenang."

"Ingin rasanya aku langsung mendatangi Ferry di kediamannya."

"Tapi, aku tidak tahu dimana Ferry tinggal."

"Aku hanya dapat menjumpainya di kampus besok siang."

"Tunggu aku Ferry, aku akan membalaskan semuanya untuk Vety temanku!"

Perasaan dendam dan sakit hati yang memuncak di hati Naya, seakan sudah tidak dapat dibendung lagi. Naya pun terus berfikir bagaimana caranya dia dapat membalaskan dendamnya kepada Ferry. Sedangkan dia sendiri tidak mempunyai kekuatan apapun.

Naya yang duduk di kursi belajarnya, tiba-tiba melihat blue diary yang tergeletak di atas meja belajarnya.

"Mungkin saja kalau aku menulis seluruh perasaanku saat ini dalam blue diary, maka aku akan mendapatkan jalan keluar yang terbaik." Fikir Naya.

Perlahan Naya pun mulai menuangkan isi hatinya satu persatu dalam rangkaian kata di dalam blue diary.

"Kini, temanku Vety benar-benar telah tiada. Dia pergi karena perlakuan lelaki itu. Tapi, tidak ada bukti yang dapat menghukumnya sebagai pembunuh. Karena, hanya aku dan Vety yang mengetahui segala perbuatannya. Kalau pun aku memberikan kesaksian atas apa yang diperbuatnya terhadap Vety temanku. Sudah pasti semua orang tidak akan mempercayaiku. Karena, aku hanya mengatakan apa yang aku lihat di dalam mimpiku.

Diaryku.....andai benar Ferry yang melakukan ini semua kepada Vety. aku ingin dia mendapatkan hukuman yang setimpal dengan apa yang telah dilakukannya kepada Vety temanku.

Kalau pun bukan Ferry pelakunya. Aku ingin orang itu mendapatkan balasan yang sama dengan apa yang telah diperbuatnya.

Diaryku.....aku tidak memiliki kekuatan apapun. Tapi, aku sangat yakin kalau segala sesuatu akan ada balasannya. Kebaikan akan dibalas kebaikan. Begitu juga kejahatan akan mendapatkan balasan sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya.

Diaryku.....Biarlah semuanya terjadi dengan sendirinya. Aku hanya bercerita kepadamu. Karena, kamu temanku yang mengerti semua keluh kesahku.

Suara kokok ayam sudah terdengar di luar sana. Tapi, Naya baru saja dapat memejamkan matanya di atas blue diary kesayangannya. Hingga sinar matahari sudah masuk melalui celah jendela kamarnya. Naya masih juga duduk terlelap di kursi belajarnya.

Tiba-tiba, ibu masuk ke dalam kamar Naya. Dan langsung membangunkannya.

"Nay, hari sudah siang nih!"

"Katanya, kamu mau pergi ke kampus!"

"Cepat bangun, nanti kamu terlambat!"

Perlahan Naya pun membuka matanya. Saat dilihatnya ibu sudah berdiri di sebelahnya. Naya pun bergegas pergi ke kamar mandi. Dengan cepat Naya merapikan dirinya. Setelah dirasa penampilannya sudah rapi, Naya pun langsung membawa tas ranselnya. Ibu yang sedari tadi masih berada di dalam kamar Naya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saja.

"Kamu sarapan dulu, Nay!"

"Tidak bisa bu, nanti aku terlambat!"

"Aku nanti langsung makan siang aja, di kantin kampus."

Naya pun langsung mencium tangan ibunya dan pergi ke kampus.

Dengan laju kecepatan di atas rata-rata, akhirnya Naya dapat dengan cepat sampai di kampus tanpa terlambat. Naya yang tergesa-gesa berjalan menuju ke ruang kelas. Tiba-tiba terkejut, saat dilihatnya banyak mahasiswa yang berkerumun di aula kampus.

"Maaf kak, ada apa yah mahasiswa berkumpul di sini?!" tanya Naya pada salah seorang kakak tingkatnya.

"Itu lihat di sana!" tunjuk sang senior ke arah seorang mahasiswa yang sedang berputar-putar di tengah aula.

Naya berusaha melihat ke tengah aula. Tapi, terhalang oleh mahasiswa lain yang tubuhnya lebih tinggi darinya. Lalu, Naya pun berusaha menyelinap di tengah kerumunan.

Perlahan-lahan Naya menggeser tubuh mahasiswa lain. Dan akhirnya, Naya pun berhasil menerobos masuk ke dalam aula.

Betapa terkejutnya, Naya saat mengetahui bahwa mahasiswa yang sedang berputar-putar itu adalah Ferry.

"Ada apa dengan Ferry?" tanya Naya dalam hati.

"Kenapa dia bertingkah seperti orang yang tidak waras?"

Naya terus mengamati tingkah Ferry yang aneh.

"Sepertinya dia sedang berdansa dengan seseorang."

"Tapi, tidak seorang pun yang menyadarinya.

Naya terus menatap ke arah Ferry. Hingga Naya pun tersentak melihat ada sosok wanita berbaju putih yang sedang berdansa dengan Ferry. Naya pun menggosok kedua matanya, wajah wanita itu pun berubah menjadi wajah Vety. lalu, Naya pun menggosok kedua matanya lagi. Seakan dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ternyata, memang sosok wanita berbaju putih yang sedang berdansa dengan Ferry. Wanita itu terus memutar-mutar tubuh Ferry, hingga akhirnya Ferry tersungkur ke tanah.

"Apa yang terjadi dengan Ferry?"

Naya berniat menolong Ferry yang terlihat tidak berdaya. Tapi, langkah Naya terhenti. Saat dilihatnya Ferry muntah-muntah. Ferry muntah sangat tidak wajar. Dari mulutnya keluar pasir-pasir yang sangat banyak. Sangat menjijikkan sekali.

Dan seluruh mahasiswa yang melihat kejadian itu langsung mundur ke belakang. Termasuk Naya yang merasa mual, melihat Ferry terus menerus memuntahkan pasir dari dalam mulutnya.

Ferry yang tidak tahan dengan rasa mual dari dalam perutnya. Dengan tiba-tiba memukul-mukul perutnya dengan sangat kuat sekali. Hingga kejadian yang sangat mengerikan terjadi di hadapan seluruh mahasiswa. Perut Ferry tiba-tiba pecah dan mengeluarkan banyak pasir. Pasir-pasir itu terus saja keluar dari mulut dan perut Ferry.

Saat itu Ferry benar-benar sekarat. Matanya melotot dan tubuhnya kejang-kejang. Dari lubang hidung, telinga, mulut dan perut pasir-pasir terus saja keluar. Hingga akhirnya Ferry pun menemui ajalnya. Dengan seluruh tubuhnya tertutupi oleh pasir. Naya yang menyaksikan kejadian itu, hanya berucap dalam hati.

"Akhirnya, dendamku padanya terbalaskan dengan sendirinya!"

"Janjiku padamu terpenuhi, Vet!"

Lalu, Naya pun melangkah meninggalkan Ferry yang terbaring di tengah aula.