Chereads / Petaka Sebuah Tulisan / Chapter 22 - Part 22 : Akhirnya Dia Pergi

Chapter 22 - Part 22 : Akhirnya Dia Pergi

"Aku tidak peduli ini mimpi atau bukan. Aku tetap harus menolong Vety temanku!" kata Naya dalam hati.

Pelan-pelan Naya mendekati lubang besar itu. Lalu, Naya pun jongkok di tepi lubang tersebut. Naya kembali mengulurkan tangannya kepada Vety. Tapi, Vety tidak melihat keberadaan Naya di depannya.

"Ada apa ini, kenapa Vety tidak bisa melihatku?"

Naya pun berusaha menarik lengan Ferry yang masih saja menggali pasir dan menaburkannya ke lubang besar tempat Vety berada di dalamnya.

"Fer, hentikan ini semua!"

"Jangan diteruskan, Fer!"

Tapi, Ferry tidak mendengar teriakan Naya. Dan dia terus saja menggali pasir-pasir itu. Hingga menimbun setengah dari tubuh Vety.

"Ferry...tolong kasihani Vety!" Naya memohon kepada Ferry sambil berlutut di bawah kakinya. Tapi, Ferry tidak mendengar semua permohonan Naya kepadanya.

Naya berlari ke sana kemari mencari seseorang yang bisa melihat keberadaannya. Ternyata, suasana pantai petang itu sudah sepi. Tidak ada seorang pengunjung pun yang berada di sana. Naya terus berlari mengelilingi pantai. Dia berharap akan dapat menjumpai seseorang yang dapat dimintai tolong. Tapi, tetap saja Naya tidak menemukan siapapun selain mereka bertiga.

"Naya...tolong!"

"Aku sudah tidak kuat, Nay!" rintih Vety sambil berteriak minta tolong.

Naya yang kembali mendengar suara Vety, langsung berlari mendekat. Tapi, belum lagi Naya sampai ke tempat Vety. Tiba-tiba, dia melihat sosok wanita berbaju putih sedang berjalan di tepi pantai. Deburan ombak yang menghantam tubuhnya, seakan tidak dipedulikannya. Dia terus saja berjalan. Tanpa menoleh sedikit pun ke arah Naya.

"Apa aku minta tolong padanya saja?" tanya Naya dalam hati.

"Mungkinkah dia bisa menolong Vety temanku?"

Perlahan Naya berjalan menghampiri sosok wanita berbaju putih itu. Pada saat Naya telah berada di dekatnya. Naya pun langsung berdiri di hadapannya. Naya memohon bantuan padanya.

"Tolong, selamatkan Vety temanku!"

"Dia sedang dianiaya seorang lelaki."

"Aku sungguh tidak sanggup menolongnya!"

"Kalau tidak, dia akan mati terkubur di sini!" kata Naya memohon bantuan dengan sangat memelas.

Namun, sedikit pun wanita itu tidak menjawab ucapan Naya. Dia hanya tersenyum pada Naya. Naya kembali berlari ke arah Vety berada. Ternyata, Ferry masih saja menggali pasir dan menaburkannya ke tubuh Vety.

Kini, sudah separuh tubuh Vety terbenam oleh timbunan pasir pantai. Naya pun menangis sekuat-kuatnya di dekat Vety dan Ferry. Tapi, keduanya tetap tidak menyadari kehadiran Naya di tempat itu.

Dengan penuh amarah, Naya berusaha merebut cangkul yang dipegang oleh Ferry. Lagi-lagi Naya tidak bisa merebutnya. Lalu, Naya pun berusaha menggali pasir dengan tangannya. Tapi, pasir-pasir itu pun tidak dapat dipegangnya.

"Kenapa aku tidak bisa melakukan sesuatu untuk temanku?"

"Kenapa aku jadi begini?"

"Aku tidak bisa berfikir lagi!"

"Semuanya telah ku lakukan, tapi Vety tidak dapat ku tolong!"

Naya pun terduduk di tepi pantai sambil terus menangis. Hanya itu yang dapat dilakukannya kini. Naya menyesali dirinya yang tidak menemani Vety pergi berjalan ke pantai. "Andai aku ikut bersamanya, mungkin semua ini dapat dihindari!" gumam Naya dalam hati.

Tiba-tiba, Naya merasakan pundaknya ditepuk seseorang. Naya pun menengok ke belakang. Ternyata Bayu sudah berdiri di belakangnya.

"Kakak kenapa menangis?" tanya Bayu heran yang melihat Naya menangis sambil duduk di bawah tempat tidurnya.

"Ah, tidak kok, kakak tidak menangis!" Naya berusaha mengelak dari pertanyaan Bayu.

"Sudah jelas, tuh mata kakak bengkak dan pipi kakak basah karena air mata, masih juga mengelak!"

"Ah sudahlah, jangan mengejek kakak lagi!"

"Kamu mau apa ke kamar kakak?"

"Ada telephon buat kakak."

"Dari siapa?"

"Tidak diberitahu, tapi dari suaranya sepertinya perempuan!" kata Bayu.

Naya pun langsung berdiri dan pergi untuk mengangkat telephon. Tapi, saat dia mengangkat gagang telephon. Ternyata, sambungannya telah terputus.

"Vety!" Naya langsung teringat Vety yang sedang berada di pantai bersama dengan Ferry.

"Aku harus ke pantai sekarang!"

Naya pun langsung menemui ibunya. Dan mengatakan kalau dirinya harus pergi ke pantai petang ini juga. Naya berusaha meyakinkan ibunya dengan sedikit menceritakan kekhawatirannya terhadap Vety. Untunglah, ibu dapat mengerti perasaannya dan mengijinkannya untuk pergi ke pantai.

Dengan cepat Naya mengeluarkan motornya. Dan langsung tancap gas mengejar waktu pergi ke pantai. Matahari sudah tenggelam dan langit pun sudah mulai gelap. Tapi, Naya belum juga sampai di pantai.

Sebenarnya, di dalam hati Naya merasa kalau dirinya tidak akan dapat menolong Vety. Karena, Vety sudah beberapa jam yang lalu pergi ke pantainya. Tapi, walaupun hatinya penuh keraguan. Naya tetap berusaha meyakinkan hatinya kalau dia dapat menolong Vety.

Naya pun terus menambah kecepatan laju motornya. Hingga akhirnya, dia pun sampai di gerbang masuk pantai. Naya terus membawa motornya masuk menyusuri tepi pantai. Tapi, tidak ada tanda-tanda kalau Vety dan Ferry datang ke tempat itu.

Suasana pantai sangat sepi. Kemungkinan para pengunjung pantai sudah pulang sedari tadi. Naya masih saja berputar-putar di sekitar pantai. Sepi sekali. Hanya deburan ombak dan angin malam yang terdengar berisik. Naya pun memutar balik motornya. Tapi, pada saat Naya akan menggas motornya, tiba-tiba terdengar suara Vety memanggilnya.

"Naya....tolong!"

"Naya....tolong Nay!"

"Keluarkan aku dari sini!"

"Kamu dimana Vet?" tanya Naya sambil berteriak.

"Aku tidak bisa melihat kamu, Vet!"

Naya mencoba menerangkan lampu motornya. Tetap saja Naya tidak melihat keberadaan Vety temannya. Lalu, suara Vety terdengar kembali. Naya pun mencoba meraba darimana arah suara itu. Ternyata, suaranya berasal dari pohon besar yang berada di dekat pantai.

Perlahan Naya melangkah mendekati pohon besar itu. Tapi, tiba-tiba langkah Naya terhenti. Saat dilihatnya sosok wanita berbaju putih telah duduk di bawah pohon besar itu. Wanita itu memandang ke arah Naya sambil tersenyum. Naya merasa gemetar, badannya terasa dingin. Tapi, Naya tetap memberanikan diri mendekati pohon besar itu. Demi Vety temannya.

Saat Naya hampir sampai di bawah pohon besar itu, tiba-tiba sosok wanita berbaju putih mendadak menghilang. Naya merasa heran dengan munculnya wanita berbaju putih itu.

"Tadi aku dengar suara Vety memanggil, lalu suara Vety menghilang."

"Tiba-tiba, wanita itu muncul di hadapanku, lalu menghilang!"

"Aku jadi bingung, apa maksud dari ini semua?" tanya Naya pada hati kecilnya.

Naya sudah berdiri di bawah pohon besar. Tapi, Naya tidak lagi mendengar ada suara panggilan Vety. Naya menengok ke sana kemari, gelap dan sepi. Naya merasakan sedikit takut. Dan tidak tahu harus berbuat apa.

"Di tempat ini aku tidak menemukan apapun juga, apa lebih baik aku pulang saja?" kata Naya pada hati kecilnya.

"Semakin lama perasaan hatiku semakin tidak enak."

"Rasanya aku mulai ketakutan." Naya pun menggeser kakinya. Dan tiba-tiba saja kakinya tersandung sesuatu.

"Apa yang telah ku sandung?" Naya pun menengok ke bawah kakinya. Ada gundukkan tanah di dekat kaki Naya.

"Gundukkan apa ini?" Naya pun mencoba merunduk sambil mengusap-usap gundukkan pasir tersebut.

"Vety.....!" teriak Naya memanggil Vety. Ternyata, kaki Naya menyandung kepala Vety yang telah tertutup gundukan pasir. Tanpa berfikir panjang, Naya pun langsung menggali gundukkan pasir itu.

"Vety, aku datang Vet!" kata Naya sambil terus menggali gundukan pasir yang telah mengubur tubuh Vety.

"Maafkan aku, Vet!"

"Aku terlambat datang." Sambil menangis Naya terus saja menggali, hingga seluruh tubuh Vety nampak olehnya. Dan Naya pun memeluk erat tubuh Vety yang telah pergi. Yah, akhirnya dia pergi untuk selama-lamanya. "Tanpa aku dapat mencegahnya." Sesal Naya dalam hati kecilnya.