"Sudahlah Vet, kamu batalin aja janji sama si Ferry!" saran Naya kepada Vety yang terlihat bersikeras untuk tetap pergi.
"Tapi, aku sudah terlanjur janji ama dia Nay."
"Kamu salah, kenapa harus buat janji sama si Ferry?!"
"Iya, aku salah!"
"Nah, sekarang kamu batalin pergi sama dia!"
"Tidak bisa Nay, aku segan juga tidak berani bicara langsung sama si Ferry!"
"Biar aku aja yang kasih tahu ke dia, kalau kamu tidak bisa pergi!"
"Nanti kalau dia tanya alasannya, apa?"
"Ah, itu soal mudah. Biar aku buat alasannya sendiri!"
"Tidak usahlah, Nay!"
"Lalu?!"
"Aku akan tetap pergi dengan Ferry."
"Kamu yakin aja tidak akan terjadi apa-apa dengan diriku!"
Naya tidak lagi menyambung pembicaraan Vety. Naya merasa tersinggung, karena Vety tidak mendengarkan perkataannya. Vety yang mengetahui kalau Naya marah kepadanya. Berusaha membujuk dan menghiburnya. Tapi, Naya langsung pergi meninggalkan Vety di dalam kelas. Vety berteriak-teriak memanggil Naya. Tapi, Naya tidak mempedulikan panggilan Vety. Naya terus saja berjalan menuruni anak tangga menuju ke lantai dasar. Vety yang berlari keluar dari dalam kelas, sudah tidak lagi melihat ada Naya.
Naya yang merasa kesal langsung pergi menuju lobby kampus. Di lobby Naya duduk sendirian sambil membuka blue diary kesayangannya. Naya mulai menulis perasaan hatinya.
"Siang ini aku merasa kesal sekali. Karena, dia tidak mendengarkan perkataanku. Padahal aku telah menceritakan mimpiku kepadanya, mimpi tentang Vety. Mimpi yang bagiku sangat buruk sekali. Aku ingin Vety mengerti kekhawatiranku sebagai seorang teman. Tapi, Vety tidak menanggapi ucapanku. Aku hanya ingin Vety menurut kata-kataku kali ini saja. Tapi, dia tetap bersikeras untuk pergi.
Mimpi memang bunga tidur. Tapi, tidak ada salahnya kalau kita berjaga-jaga. Karena, sudah diberitahu tanda buruk dan bahaya yang mengancam. Tapi, lagi-lagi Vety tidak mau memahami maksudku yang berusaha ingin menolongnya, sebagai seorang teman, Vety.
Kalau keputusan Vety sudah seperti itu. Aku tidak lagi bisa membantunya. Karena, dia sendiri yang mau menanggung akibatnya.
Aku sudah mengingatkan dan melarangnya. Dan aku juga tidak punya tanggung jawab apa-apa atas dirinya. Karena, Vety hanyalah sekedar teman bukan saudara atau pun keluarga yang memiliki hubungan darah denganku.
Yah, sudahlah mudah-mudahan itu hanya sekedar mimpi. Dan bukan kenyataan. Dan aku berharap ini bukan hari terakhir aku bertemu Vety temanku.
Meskipun aku masih kesal dengannya. Tapi, dia tetap temanku.
Setelah puas menulis dalam blue diary. Naya pun beranjak dari tempat duduknya dan berniat akan segera pulang ke rumah. Tapi, langkah Naya mendadak terhenti saat ada Ferry yang berdiri di hadapannya. Ferry menatap Naya sambil tersenyum mengejek.
"Kamu akan mengajak Vety pergi berjalan-jalan ke pantai. Aku harap kamu bisa menjaga Vety dengan baik. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Vety, aku akan menuntut balas sama kamu." Ucap Naya dengan ketus.
"Ha.....ha.....ha.....!" Ferry tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Naya.
"Eh, siapa kamu?!"
"Ingat, kamu cuma teman jadi tidak usah sok tahu!" jawab Ferry sinis.
Naya pun langsung pergi dari hadapan Ferry yang masih memandangnya dengan tatapan tidak bersahabat.
Dengan tergesa-gesa Naya pergi ke tempat parkir untuk mengambil motornya. Tidak dipedulikannya sinar matahari yang sangat menyengat tubuhnya. Naya terus saja mengeluarkan motornya. Dan langsung meluncur meninggalkan kampus.
Siang itu Naya merasa sangat suntuk berada di kampus. Dia ingin segera sampai di rumah. Agar dapat menenangkan fikirannya yang sedang kacau.
Selama di atas motor Naya terus terngiang-ngiang ucapan Ferry yang mengatakan "kamu cuma sekedar teman, jadi jangan sok tahu." Sakit rasanya hati Naya.
"Beraninya Ferry mengatakan hal itu kepadaku." Ucap Naya dalam hati.
"Dia akan rasakan akibatnya." Ancam Naya dalam hati kecilnya.
"Awas, kalau dia menyakiti Vety. Aku benar-benar tidak akan tinggal diam!"
Naya terus menambah kecepatan laju motornya. Hingga akhirnya, Naya pun sampai di rumah. Tanpa mengucapkan salam, Naya langsung masuk ke dalam rumah. Naya tidak mempedulikan ayah, ibu dan Bayu yang menatapnya heran.
Tanpa berbicara sepatah kata pun, Naya langsung masuk ke dalam kamarnya sambil membanting pintu. Hingga ayah, ibu dan Bayu tersentak kaget mendengarnya. Dan ketiganya hanya menggeleng-gelengkan kepala menyaksikan sikap Naya.
Sampai di dalam kamar Naya pun tetap merasa tidak tenang. Dia mondar mandir sambil terus memikirkan Vety. Jam di dinding telah menunjukkan pukul 17.00 wib. Itu artinya Vety sudah berangkat ke pantai bersama dengan Fery.
Tiba-tiba, Naya mendengar teriakan Bayu dari luar kamar. Naya pun bergegas membukakan pintu.
"Ada apa, dek?" tanya Naya pada Bayu yang berdiri di depan pintu kamarnya.
"Ada telephon dari Vety buat kakak."
Naya yang mendengar nama Vety disebut oleh Bayu, langsung bergegas pergi ke ruang tengah dan langsung mengangkat gagang telephonnya.
"Halo, Vety!"
"Naya, kamu tidak marah lagi kan!"
"Oh, tidak!"
"Aku sudah berada di pantai bersama Fery." Kata Vety.
"Ya, aku tahu." Sahut Naya.
"Aku akan baik-baik aja Nay."
"Mudah-mudahan seperti itu keadaannya."
"Udah dulu Nay, Fery memanggilku."
Naya pun menutup gagang telephonnya. Dan beranjak kembali ke dalam kamarnya. Sesampainya di kamar, Naya langsung membaringkan tubuhnya ke tempat tidur. Naya merasa terlalu lelah memikirkan teman yang tidak mau ditolongnya.
"Yah, sudahlah yang akan terjadi, terjadilah!"
"Kan semuanya bukan urusanku lagi!"
Naya pun langsung menutup wajahnya dengan selimut. Agar dirinya bisa langsung terlelap dan melupakan urusannya dengan Vety.
"Naya...!"
"Tolong, Naya...!"
"Naya...!"
"Vety.....kamu dimana?"
"Aku di sini, Nay."
Naya terus menyusuri tepi pantai. Naya berusaha mencari suara Vety yang berteriak minta tolong. Tapi, Naya tidak melihat keberadaan Vety di tepi pantai.
"Vety...kamu dimana?"
Naya terus berteriak memanggil-manggil Vety. Tapi, tiba-tiba suara Vety tidak terdengar lagi. Naya masih berada di tepi pantai. Naya terus melempar pandangannya ke semua penjuru. Tapi, tidak ada seorang pun berada di tepi pantai. Hanya deburan ombak dan angin malam yang menemani Naya berdiri di tepi pantai.
"Suasana seperti ini pernah aku lihat dalam mimpiku." Kata Naya dalam hati.
"Apa aku kembali mengulang mimpiku yang kemarin malam?"
"Ah, tidak mungkin!"
Naya pun kembali menyusuri tepi pantai. Dan tiba-tiba dia melihat Ferry sedang menggali lubang besar di tepi pantai. Naya pun mendekat ke tempat Ferry menggali lubang.
"Hai, Fer!" sapa Naya. Tapi, sedikit pun Ferry tidak menoleh ke arah Naya. Naya pun mencoba menegurnya lagi.
"Kamu sedang apa, Fer?" tanya Naya. Tapi, Ferry tidak juga melihat ke arah Naya.
"Kejadian ini sama dengan mimpiku di malam kemarin." Kata Naya dalam hati kecilnya.
"Apa aku harus bermimpi yang kedua kalinya?"
"Dengan kejadian yang sama!"
"Pertanda apa ini?"
"Kalau memang aku bermimpi yang sama dengan malam kemarin. Coba aku lihat siapa yang ada di dalam lubang itu!"
Perlahan Naya pun mendekati lubang besar itu. Dan ternyata Naya melihat Vety berada di dalam lubang sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.
"Vety.....ini aku Naya!" teriak Naya sambil mengulurkan tangannya kepada Vety. Tapi, Vety tidak mendengar teriakannya.
"Yah, ini kejadian yang sama yang ada di dalam mimpiku kemarin malam!" kata Naya dalam hati.