Chereads / Petaka Sebuah Tulisan / Chapter 20 - Part 20 : Tulisanku Hari Ini

Chapter 20 - Part 20 : Tulisanku Hari Ini

Seperti biasanya Naya selalu menyempatkan diri berkunjung ke perpustakaan kampus. Begitu pun dengan hari ini. Naya yang sudah tidak ada jam perkuliahan, dengan santainya duduk di perpustakaan. Beberapa buku sudah diletakkannya di atas meja perpustakaan.

"Buku yang mana yah yang akan ku baca lebih dulu?"

Naya bingung menentukan satu buku yang akan dibacanya. Ketiga buku yang dipilihnya bagus-bagus semua. Tapi, akhirnya pilihan Naya jatuh pada buku tentang "Runtuhnya Sebuah Bangunan Tanpa Sebab". Sepertinya buku ini menarik untuk dibaca. Naya yang penasaran akan isi dari buku itu langsung membuka halaman pertamanya.

"Apa isi buku ini diangkat dari kisah nyata?" tanya Naya dalam hati.

"Dari tulisannya si penulis sepertinya ingin membawa fikiran kita masuk di dalam tragedi yang ada di dalam buku tersebut."

"Aku merasa senang bisa menemukan buku ini, entah mengapa?" kata Naya dalam hatinya.

Suasana perpustakaan yang tenang membuat Naya merasa nyaman membaca buku yang ada di genggamannya. Naya mulai larut dalam cerita yang dibuat oleh sang penulis. Fikirannya pun mulai mengembara dalam rangkaian cerita yang tertera di dalamnya. Perasaannya terasa hadir bersama dengan cerita di dalam buku itu.

Perlahan Naya mulai tidak merasakan kehadiran para pengunjung perpustakaan lainnya. Dia mulai merasa kalau dirinya sedang berada di sebuah bangunan yang sangat megah.

"Tempat apa ini?" tanya Naya dalam hati. Naya pun perlahan berjalan mengelilingi bangunan besar, luas nan megah. Bangunan yang bak istana itu sekalipun Naya belum pernah melihatnya, apalagi menginjaknya. Tapi, saat ini tiba-tiba Naya bisa berada di dalamnya. Menyaksikan sesuatu yang luar biasa indahnya.

"Bagaimana mungkin aku bisa berada di sini?" Naya terus memandangi sekelilingnya. Tidak ada satu orang pun yang dikenalnya di tempat itu. Wajah mereka tidak seperti orang-orang di sekelilingku. Tubuh mereka pun sangat tinggi dan besar. Tidak ada sedikit pun senyum ramah di bibir mereka. Semuanya berjalan masing-masing. Seakan tidak melihat keberadaan Naya di tengah-tengah mereka.

"Aku harus bagaimana sekarang?" Naya berusaha mencari salah satu wajah yang mungkin dapat dikenalinya. Tapi, ternyata tidak seorang pun yang dikenal oleh Naya.

Padahal sepertinya dia baru saja membaca buku di perpustakaan. Yah, perpustakaan. Naya pun teringat akan perpustakaan kampus. Naya berusaha berlari mencari pintu keluar. Tapi, dia tidak menemukan satu pintu pun untuk dilaluinya.

"Dimana perpustakaan?" Padahal tadi, baru saja aku membaca buku di perpustakaan, dengan tiba-tiba semuanya berubah sangat cepat." Gerutu Naya dalam hati.

"Kemana perginya perpuatakaan dan kampusku?"

"Apa semuanya sudah runtuh?"

"Apa kini aku hidup di dunia lain, dunia yang tertimbun oleh reruntuhan?"

"Oh, tidak mungkin!"

Naya pun mencoba mencubit lengannya dengan kuat. Tapi, tidak terasa sakit. Naya pun mencoba memukul kepalanya agar sadar. Tapi, tidak terasa apa-apa. Aneh, aku sadar tapi tidak merasakan sakit atau apapun pada tubuhku.

"Aku ini hidup atau sudah mati?"

"Hai, orang-orang semuanya. Kalian mendengar teriakanku?" tanya Naya pada orang-orang di sekelilingnya. Tapi, tidak seorang pun yang berada di bangunan itu menoleh pada Naya.

"Apa teriakanku kurang keras?" Naya pun mengulangi teriakannya lagi. Tapi, lagi-lagi dia mengalami hal serupa. Tidak ada satu orang pun yang menengok karena teriakannya.

Naya yang merasa kesal. Akhirnya, berusaha menarik lengan salah seorang yang lewat di depannya. Tapi, ternyata tangan Naya tidak bisa menyentuh tangan orang tersebut.

"Ada apa ini?"

"Sebenarnya aku berada dimana saat ini?"

Naya pun mengamati setiap sudut bangunan yang sangat megah itu. Ukiran-ukirannya, tiang-tiang penyanggahnya, atapnya dan warna dindingnya.

"Sepertinya ini adalah bangunan yang sedang ku baca ceritanya. Bangunan yang runtuh tanpa sebab."

"Tapi, tidak ada tanda-tanda kalau bangunan ini akan runtuh."

"Aku ingat sekarang, bentuk bangunan ini ku lihat pada halaman sepuluh."

"Apa bangunan ini akan runtuh pada halaman selanjutnya?"

"Tapi, mana buku itu?"

"Bukunya pun sudah tidak ada."

Naya terduduk lesu. Tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Naya merasa tidak akan ada orang yang dapat menolongnya. Kecuali, dia harus keluar seorang diri dari semua cerita ini.

Tiba-tiba, mata Naya tertuju pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 10.00 wib.

Naya yang duduk di lantai kaca itu, seperti merasakan ada yang bergetar. Naya pun meraba lantai kaca yang sedang didudukinya. Getarannya sangat pelan. Orang-orang itu sepertinya tidak merasakan adanya getaran. Naya pun berusaha memberitahu semua orang yang berada di dalam bangunan itu. Tapi, orang-orang itu tidak mempedulikannya.

"Mungkinkah ada hubungannya antara halaman 10 dengan pukul 10.00 wib?" tanya Naya dalam hati. Belum lagi Naya mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.

Tiba-tiba saja, Naya melihat dinding bangunan bergaris-garis seperti retak. Naya panik dan berusaha berlari memanggil orang-orang yang masih berlalu lalang di dalam bangunan. Tapi, usaha Naya sia-sia belaka.

Naya yang berputus asa kembali duduk menghadap ke atap bangunan. Ternyata, atap bangunan pun retak-retak. Naya kembali menjerit. Tapi, tidak ada gunanya.

Naya pun memeluk tiang besar yang ada di hadapannya. Tiba-tiba saja, Naya merasakan tiang besar yang dipeluknya, mendadak miring.

Naya berlari ke tengah bangunan sambil berteriak-teriak, agar semua orang berlari menyelamatkan diri. Tapi, semua orang itu tetap tidak mendengar teriakan Naya.

Naya yang merasa tidak kuat lagi, langsung menangis sekuat-kuatnya.

"Bagaimana aku harus menyelamatkan mereka semua?"

"Bangunan ini benar-benar akan runtuh."

"Tapi, mereka semua tidak ada yang menyadarinya."

"Apa aku harus mati sia-sia?"

"Tidak, aku tidak mau!"

Naya yang sedang menangis sambil memeluk kedua lututnya. Tiba-tiba, merasakan ada yang memegang pundaknya.

"Naya........!"

"Naya........!"

Naya pun menoleh ke arah suara yang memanggil namanya. Ternyata, sosok wanita berbaju putih telah berdiri di belakangnya. Dan dia pun mengulurkan tangannya. Naya yang merasa putus asa langsung memegang tangan wanita itu.

Dan pada saat bersamaan lantai bangunan langsung hancur membentuk sebuah lubang besar. Disusul kemudian dengan hancurnya semua dinding bangunan. Lalu, tiang-tiang besar dan atap bangunan hancur dan terbenam ke dalam lubang besar itu, bersama dengan semua orang yang sedang berada di dalam bangunan.

"Tidak....!" teriak Naya.

"Tolong mereka...!"

Naya yang berpegangan tangan bersama wanita itu, merasa tubuhnya seperti melayang di udara. Naya tidak lagi dapat melihat bangunan besar dan megah. Kini, yang terlihat olehnya hanya puing-puing reruntuhan yang bertumpuk dalam satu lubang bersama para mayat di dalamnya.

"Nay, lalu bagaimana kelanjutan tulisanmu?" tanya Vera yang sedang duduk di sebelah Naya sambil memandangi blue diary yang dipegang Naya.

"Aku belum tahu kelanjutannya, karena aku baru membaca buku itu sampai halaman 10."

"Pastinya tulisanku hari ini dan cerita dalam buku itu, hanya gabungan fikiran dan perasaanku saja!" kata Naya sambil tersenyum.