Naya melihat dengan sangat jelas wanita berbaju putih yang berdiri di sudut ranjang itu, tersenyum kepadanya. Sebenarnya Naya takut berhadapan dengan wanita itu. Wajahnya yang pucat, bibirnya yang biru dan matanya yang merah menyala, terkadang membuat Naya berkeringat dingin. Tapi, malam ini Naya terpaksa harus terlihat berani di hadapannya. Karena, wanita itu telah mengurungnya di dalam kamar. Sedangkan di ruang tamu paman beserta keluarganya terbiar begitu saja.
"Bagaimana caranya aku keluar menemui paman dan bibiku?" kata Naya dalam hati.
Naya terus saja berfikir agar bisa keluar dari dalam kamarnya. Sambil memeluk bantal dan menutup wajahnya. Naya berusaha mencari ide agar bisa melepaskan diri dari wanita berbaju putih yang sedang berdiri di sudut ranjangnya. Wanita itu masih terus menatap ke arah Naya dengan pandangan dingin. Sedangkan Naya berusaha menghindar dari tatapan matanya yang menyeramkan.
"Kenapa aku harus selalu ditemui oleh wanita itu?" padahal aku sama sekali tidak pernah memanggilnya.
"Apa mungkin ada kaitannya dengan blue diary?" tanya Naya pada hati kecilnya.
"Aku merasa setiap kali aku menulis sesuatu di dalam blue diary. Tiba-tiba saja dia muncul sambil terus tersenyum padaku."
"Mungkinkah kehadiran dia malam ini ada kaitannya dengan blue diary?"
"Oh ya, blue diary!" dengan cepat Naya melempar bantalnya. Dan langsung mencari blue diary kesayangannya.
"Dimana blue diaryku?" Naya terus saja mencari blue diary yang tadi siang dia gunakan untuk menggambar wajah paman, bibi dan kedua anaknya.
"Aku benar-benar lupa, dimana aku meletakkan blue diary kesayanganku?"
Naya yang merasa kelelahan, akhirnya terduduk di bawah meja belajarnya. Tiba-tiba, tanpa sengaja matanya tertuju pada sesuatu yang tergeletak di dekat kaki meja. Naya pun segera mengambil benda tersebut, yang ternyata blue diary yang sedang dicarinya.
Naya langsung membuka lembaran yang tadi siang dia buat sketsa wajah paman, bibi dan kedua anaknya. Benar kata Bayu, gambarku jelek dan hancur.
"Tapi, wajah mereka.....!" ucap Naya dalam hati.
"Oh, tidak...!"
"Itu tidak mungkin!"
"Tadi aku tidak melihat dengan jelas wajah mereka."
"Apa mungkin wajah mereka seperti gambarku?"
"Tidak, itu tidak akan terjadi!"
Naya yang penasaran langsung membuka paksa pintu kamarnya. Naya tidak lagi mempedulikan keberadaan wanita berbaju putih itu. Dengan tergesa-gesa Naya berjalan menuju ke ruang tamu.
Tiba di ruang tamu, Naya masih melihat paman dan keluarganya duduk di sofa sambil menunduk. Dengan gemetar Naya berusaha mendekat ke sofa tempat paman dan keluarganya duduk. Keringat dingin terus membasahi sekujur tubuh Naya. Jantung Naya berdetak cepat sekali. Naya berusaha mengatur nafasnya yang naik turun tidak teratur. Perasaannya sangat takut.
"Benarkah hal itu akan terjadi?"
Naya berusaha menenangkan diri. Dan Naya pun memanggil pamannya dengan suara pelan.
"Paman...!" perlahan lelaki yang dipanggilnya dengan sebutan paman itu pun menoleh. Betapa tersentaknya Naya saat melihat wajah asli lelaki yang ada di hadapannya.
"Hah, kenapa dengan wajah paman?!" Hancur berantakan penuh luka darah. Kedua mata paman menonjol keluar. Telinganya meleber penuh darah dan nanah. Begitu pun dengan bibi dan kedua anaknya. Wajah mereka benar-benar hancur dan mengerikan.
Naya tidak sanggup lagi melihat keadaan wajah paman dan keluarganya. Naya pun menutup wajahnya dan berlari masuk ke dalam kamar. Naya mengunci rapat pintu kamarnya. Dan Naya pun tidak sanggup lagi berjalan ke tempat tidurnya. Naya langsung terduduk di belakang pintu kamar, sambil memeluk erat lututnya. Naya menangis tersedu-sedu, karena tidak kuat melihat sesuatu yang seharusnya dia tidak melihatnya.
Tiba-tiba, pandangan mata Naya tertuju pada sosok wanita berbaju putih yang masih berada di dalam kamarnya. Wanita itu pun tersenyum kepada Naya. Sambil menangis Naya pun memberanikan diri berbicara padanya.
"Kamu telah melarangku mendekati lelaki itu, tapi aku nekat menghampirinya. Ternyata dia bukan pamanku. Aku tidak mengenalnya. Wajahnya hancur dan sangat menjijikkan. Aku sangat menyesal membukakannya pintu." Wanita berbaju putih itu hanya tersenyum.
"Kenapa harus aku yang melihat mereka?"
"Kenapa harus aku yang merasakan ketakutan seperti ini?"
"Kenapa aku harus menyayangi blue diary yang selalu memberitahuku, dan orang lain tidak ada yang mengetahuinya?"
"Blue diary!" Naya pun langsung beranjak bangun dan melihat gambar yang dibuatnya dalam blue diary. Dengan penuh rasa kesal, Naya pun langsung menghapus gambar yang dibuatnya. Dan menutup kembali blue diary kesayangannya.
Naya yang merasa kelelahan langsung meletakkan kepalanya di atas blue diary. Dan dia pun terlelap dalam tidur malamnya. Perlahan wanita berbaju putih pun menghilang dari dalam kamar Naya.
#####################################
"Tok.....tok.....tok.....!"
"Naya...buka pintunya, nak!"
Suara ibu memanggil-manggil Naya yang belum juga membuka pintu kamarnya. Hampir setengah jam ibu berdiri di depan pintu kamar Naya. Tapi, Naya belum juga membuka pintu kamarnya.
Akhirnya, ibu pun menggunakan kunci duplikat untuk membuka pintu kamar anak gadisnya. Saat pintunya sudah terbuka, ibu pun melihat Naya masih tertidur di atas meja belajarnya.
"Naya bangun!"
"Ibu sudah mendapat kabar tentang pamanmu, Nay."
Tiba-tiba saja, Naya terbangun dan langsung menatap wajah ibunya.
"Apa kabar paman, bu?"
"Pamanmu sudah tiada, Nay."
"Apa maksud ibu?"
"Pamanmu dan keluarganya semalam mengalami kecelakaan pesawat. Menurut kabar yang ibu dapat, pesawat yang ditumpangi pamanmu sekeluarga meledak saat terbang. Dan kini, masih dalam pencarian. Kemungkinan besar mereka semua tewas dalam ledakan itu."
"Tapi, semalam paman dan keluarganya datang, bu." Kata Naya pelan.
"Mana mungkin?!" kata ibu yang tidak percaya dengan ucapan Naya.
"Benar bu, paman datang ke rumah kita. Aku sendiri yang membukakan pintunya." Jelas Naya.
Ibu yang mendengar penjelasan Naya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ibu sangat tidak percaya dengan yang dikatakan putrinya.
"Tapi, sedikit pun ibu tidak mendengar ada suara orang datang!" bantah ibu.
"Benar, bu!" Naya berusaha meyakinkan ibunya.
"Paman dan keluarganya datang pukul 12 malam, bu." Kata Naya.
"Ucapan kamu semakin membuat ibu tidak percaya." Ibu pun kemudian beranjak meninggalkan Naya sendirian di kamarnya. Baru saja ibu hendak menutup pintu kamar Naya. Tiba-tiba, Naya kembali menanyakan sesuatu kepada ibunya.
"Sewaktu ibu bangun pagi, pintu ruang tamu tertutup atau terbuka?!" tanya Naya.
Ibu yang mendengar pertanyaan Naya, langsung menghentikan langkahnya.
"Pintu ruang tamu terbuka, Nay."
"Karena, semalam aku yang membukakan pintu untuk paman sekeluarga."
Kata Naya meyakinkan ibunya.
"Apa di ruang tamu tercium bau amis darah?" tanya Naya. Ibu tidak menjawab pertanyaan Naya. Tapi, ibu hanya mengangguk membenarkan apa yang dikatakan putrinya.
Tiba-tiba, ibu kembali masuk ke dalam kamar Naya. Dan mengatakan sesuatu yang Naya sendiri baru mengetahuinya. Kata ibu, tadi pagi saat dirinya membuka pintu ruang tamu. Ibu mendapati banyak bercak darah di lantai rumah. Terutama di depan pintu ruang tamu.
"Kamu benar Nay, kemungkinan dia semalam datang ke rumah ini."