Naya yang merasa bahaya besar sedang mengancam adik laki-lakinya. Seakan tidak lagi mempedulikan dirinya. Dengan kecepatan tinggi dia terus melaju di jalan raya. Naya terus menyelinap di balik kendaraan-kendaraan lainnya yang tengah dihadang kemacetan yang parah.
Naya terus berkejar-kejar dengan waktu. Naya tidak ingin hidup Bayu jadi taruhan dalam mimpinya semalam. Tanpa terasa air matanya mengalir. Naya tidak lagi dapat membendung rasa khawatir dan sedih yang berkecamuk di dalam hatinya. Fikiran Naya pun sudah tidak lagi terkendali. Dia merasa akan ditinggalkan oleh Bayu selamanya.
"Aku harus dapat bertemu Bayu." Ucap Naya dalam hati.
"Aku harus dapat membawanya kembali ke rumah."
"Aku tidak mau kehilangan Bayu."
"Kenapa jarak terminal terlalu jauh?"
"Andai aku bisa terbang melayang!"
"Dengan cepat Bayu dapat diselamatkan."
Naya merasa sangat kesal karena jarak tempuh ke terminal yang terlalu jauh. Belum lagi harus bertemu dengan lampu lalu lintas berwarna merah. Kekesalan Naya semakin memuncak, saat dia dan pengendara lainnya harus mencari jalur alternatif lainnya. Karena, jalur yang biasa digunakan sedang mengalami perbaikan.
Syukurlah, Naya pun bisa bernafas lega. Karena, akhirnya dia bisa sampai juga di terminal keberangkatan bis antar kota. Setelah mengantri mengambil tiket parkir motor. Naya pun memarkirkan motornya di tempat parkir terminal.
Dengan langkah cepat Naya menuju ruang informasi. Naya menanyakan bis yang akan berangkat ke luar kota pagi itu. Menurut petugas bagian informasi, bis yang dimaksud baru saja berangkat 20 menit yang lalu.
"Apa pak, bisnya sudah berangkat sejak 20 menit yang lalu?" tanya Naya terkejut.
Mendengar jawaban dari sang petugas, jantung Naya seakan berhenti berdetak. Saat itu Naya ingin sekali menumpahkan kemarahannya kepada sang petugas. Tapi, dia sadar semua sudah ada takdirnya masing-masing. Perlahan Naya berusaha menenangkan hati dan fikirannya.
"Sudahlah, semua sudah terjadi!" ucap Naya dalam hati kecilnya.
"Aku harus memasrahkan semuanya pada yang Maha Kuasa segalanya."
Naya pun meninggalkan ruangan informasi. Dan pergi ke ruang tunggu keberangkatan. Naya mencari tempat duduk yang dirasanya nyaman. Naya ingin beristirahat terlebih dulu. Sebelum kembali pulang ke rumah.
Naya merasa sangat lelah. Karena, tadi Naya terlalu memporsir tenaganya saat membawa motor. Naya pun duduk di bangku urutan ketiga. Pandangannya lepas ke arah depan, tempat bis-bis yang berjajar akan berangkat. Kembali perasaannya sedih membayangkan yang akan terjadi dengan Bayu. Naya mengusap wajahnya dengan sapu tangan. Peluh di wajahnya terus saja menetes. Naya merasakan dirinya sangat kepanasan. Padahal beberapa kipas angin besar sudah berputar di dalam ruang tunggu.
"Apa sebaiknya aku pulang sekarang?" Naya merasa bimbang. Entahlah, Naya tidak mengerti mengapa mendadak perasaan hatinya menjadi bimbang. Antara pulang sekarang atau pulang nanti.
Untuk menghibur hatinya yang sedang bimbang. Naya pun mendekati kios penjual majalah dan koran. Naya melihat-lihat koran yang terbit harian.
"Apa itu koran hari ini, pak?" tanya Naya kepada penjaga kios.
"Benar, nak."
"Coba saya lihat, pak!" Pinta Naya. Sang penjaga kios pun langsung memberikan koran yang dimaksud kepada Naya. Setelah Naya memeriksa waktu penerbitannya, ternyata memang koran hari ini. Dia pun langsung membayar koran tersebut.
Naya kembali duduk di bangkunya semula. Kemudian, dia pun mulai membaca koran halaman pertama. Dilihatnya satu persatu berita penting yang telah terjadi.
Betapa terkejutnya Naya saat membaca sebuah berita yang berjudul "Karena pedal remnya blong, bis terjungkal masuk jurang."
"Ah, mungkin perasaanku saja." Ujar Naya dalam hati. Naya yang merasa kalau judul beritanya, sama dengan awal petaka bis naas masuk jurang yang ada di dalam mimpinya. Kemudian, Naya pun melanjutkan membaca beritanya hingga habis. Mendadak keringat dingin membasahi sekujur tubuh Naya. Naya merasa menggigil membaca beritanya yang sama persis dengan mimpi yang dialaminya. "Bagaimana mungkin mimpinya semalam, beritanya langsung muncul di pagi hari? sedangkan bis yang ditumpangi Bayu baru saja berangkat, sekitar 20 menit yang lalu."
Naya bingung dengan semua yang dialaminya. Dia tidak bisa berfikir lagi. "Sebenarnya mimpinya itu takdir siapa?" kembali Naya bertanya kepada hati kecilnya. Tapi, semakin dia berusaha memahami arti mimpinya, semakin dia merasa kalau mimpinya itu memang peringatan untuknya.
Dengan tenang Naya berusaha mengingat semua cerita dalam mimpinya semalam. Satu persatu ceritanya terurai kembali dalam fikirannya. Dan akhirnya, Naya pun dapat menarik benang merah dari semua yang dialaminya.
Naya pun mengeluarkan blue diary kesayangannya. Lalu, dia mulai menulis yang sedang dirasakan dan difikirkannya. Yang pertama, kecelakaan itu terjadi pada bis yang berangkat tadi malam. Sedangkan Naya bermimpi juga tadi malam. Kemungkinan pada saat bersamaan. Yang kedua, lelaki yang terbakar merupakan fikirannya sendiri. Dimana seandainya Bayu berangkat semalam, maka itulah takdirnya. Dan yang terakhir, beritanya baru diketahui saat bis keluar kota baru saja berangkat meninggalkan terminal. Itu berarti tidak ada sedikit pun berhubungan dengan Bayu.
"Bayu, dimana dia sekarang?" Naya kembali teringat akan adik laki-lakinya. "Mungkinkah Bayu berangkat ke luar kota?" tiba-tiba saja, Naya dikejutkan dengan tepukan seseorang di bangku belakang.
"Kakak!" mendengar dirinya dipanggil seseorang. Naya pun langsung berbalik badan.
"Bayu!"
"Kamu di sini!" jerit Naya saat melihat Bayu tersenyum padanya. Ternyata, lelaki yang menepuk pundaknya itu adalah Bayu. Naya pun langsung memeluk Bayu dengan erat.
"Syukurlah, ucap Naya!"
"Kamu tidak jadi berangkat!" ucap Naya berulang kali.
"Tapi, kenapa kamu tidak jadi berangkat, dek?!" tanya Naya kepada Bayu yang masih berdiri di hadapannya.
"Aku tadi ke toilet, mendadak perutku sakit."
"Pas aku keluar. Ternyata bisnya sudah berangkat."
"Dan aku pun melihat kakak duduk di sini."
"Kalau begitu, kita pulang sekarang!" ajak Naya pada Bayu.
"Tapi, aku harus menemui nenek di kampung."
"Tidak, kamu tidak usah pergi ke kampung!"
"Aku naik bis yang lain aja, kak!"
"Kita pulang sekarang!" ucap Naya memaksa.
Akhirnya, Bayu pun mengikuti permintaan sang kakak. Keduanya beranjak meninggalkan ruang tunggu terminal. Naya yang berjalan di sebelah Bayu, terus saja memegangi tangan adik lelaki satu-satunya itu. Naya tidak ingin kehilangan Bayu.
Setelah mengambil motornya di tempat parkir. Naya pun menyerahkan kunci motornya kepada Bayu.
"Kamu aja yang bawa motornya, dek!"
Tanpa membantah, Bayu pun langsung mengambil kunci motor yang dipegang Naya.
Tanpa menunggu lama, keduanya pun telah berboncengan melaju di jalan raya yang sedang ramai dengan kendaraan bermotor. Naya merasa senang, karena Bayu masih ada di dekatnya dan bersamanya. Naya pun menatap lurus ke depan, selurus jalan yang ada di hadapannya.
Tiba-tiba, Naya merasa ada yang sedang melihatnya di spion motor sebelah kanan. Naya pun mengalihkan matanya ke arah spion, ternyata dia melihat wajah wanita berbaju putih itu tersenyum padanya.