Sejak Naya pulang dari tugas lapangan beberapa hari yang lalu. Naya lebih banyak diam. Tidak ada cerita yang dibagikannya kepada siapapun. Baik kepada keluarganya ataupun teman di kampusnya.
Ada sesuatu yang menurut Naya bukan untuk dikonsumsi publik. Dan juga kalau pun semua peristiwa itu diceritakan oleh Naya kepada mereka. Pada akhirnya mereka akan bicara "tidak mungkin".
Jadi, Naya memilih untuk diam dan menutup rapat semua cerita itu. Dan biarlah semua yang dialaminya menjadi cerita di dalam hatinya saja.
Sampailah pada suatu malam, ibu mendatangi kamar Naya. Dan mengajak Naya mengobrol santai. Naya tidak paham dengan maksud ibu sebenarnya. Tapi, Naya berusaha bersikap wajar saja. Agar ibu tidak tersinggung.
Tiba-tiba, ibu menanyakan ponsel Naya. Dan mengatakan ingin meminjamnya.
"Hp kamu ada, Nay?" tanya ibu pelan.
"Ada bu."
"Boleh ibu pinjam."
"Oh, boleh!"
"Sebentar aku ambil." Naya pun beranjak dari tempat duduknya. Lalu, mengambil hp yang disimpannya dalam tas ransel.
"Ini bu!" Kata Naya seraya menyerahkan hpnya.
Padahal dalam hati Naya bertanya-tanya. "Kenapa mendadak ibu ingin meminjam hp miliknya?" Tapi, Naya tidak berani menanyakannya langsung kepada ibu. Naya hanya diam saja.
"Ada baterainya, Nay?"
"Baterainya penuh, bu." Jawab Naya. Perlahan ibu mulai membuka hp Naya. Dan Naya hanya diam sambil melihat gerak-gerik ibu. Tiba-tiba, ibu menatap wajah Naya dengan serius.
"Kamu punya foto saat tugas lapangan?!" tanya ibu dengan mimik wajah tegang.
"Seingatku aku tidak punya fotonya, bu!" jawab Naya datar.
"Kenapa sejak kamu pulang dari tugas lapangan, kamu tidak bercerita apapun kepada kami?" tanya ibu.
"Aku....!" Naya pun berhenti bicara.
"Ada apa, Nay?"
"Tidak, bu!"
"Ceritalah dan ibu akan mendengarkannya!"
"Maaf, bu. Aku tidak bisa menceritakannya!"
"Lalu, ini apa?" ibu menunjukkan foto-foto yang ada di dalam hp Naya. Saat Naya berada di daerah suku pedalaman.
Naya tersentak kaget. "Seingatku hanya Vera saja yang mengajakku berfoto saat itu." "Tapi, kenapa bisa ada banyak foto dalam ponselku?" tanya Naya dalam hati kecilnya.
Satu persatu foto dibuka dan diamati oleh ibu. Sedangkan Naya hanya tertunduk memikirkan sesuatu yang dia sendiri sulit untuk mengungkapkannya. Tiba-tiba, ibu memegang tangan Naya.
"Coba kamu ceritakan tentang foto ini!" permintaan ibu membuat jantung Naya berdetak tidak teratur. Tapi, Naya berusaha untuk terlihat biasa saja di depan ibu.
"Oh, ya bu!"
"Ini...!" Naya pun terdiam.
"Pasti saat kamu baru mau naik ke atas gunung, yah!" lanjut ibu.
Naya tidak menyahut ucapan ibunya. Lalu, ia menengok ke ponselnya yang sedang dipegang ibu. Naya melihat ada fotonya saat sedang melakukan perjalanan mendaki gunung. Foto dari pertama Naya merasakan ada sesuatu yang tidak nyaman di dalam hatinya.
Ibu mengamati dengan seksama foto yang ada di dalam ponsel Naya. Naya mulai merasa tidak tenang melihat sikap ibu.
"Ini foto kamu melewati jembatan bambu!" tunjuk ibu pada foto saat Naya sedang berjalan di atas bambu kuning yang berada di atas sebuah kali. Naya mengangguk mengiyakan perkataan ibunya.
"Siapa wanita ini?" tanya ibu.
"Itu teman Naya, bu." Jawab Naya cepat.
"Kenapa berbaju putih dan wajahnya pun tidak terlalu jelas dalam hp?!"
"Mungkin yang memfotonya terlalu cepat. Jadi, gambarnya yah seperti itu." Naya berusaha menghindar dari pertanyaan sang ibu.
"Kamu berjalan sendirian di hutan?!" tanya ibu kaget.
"Ah, tidak bu!"
"Ada dia bersama Naya." Ibu pun menatap wajah Naya.
"Maksud kamu wanita ini?" Naya mengangguk.
"Dia teman sekelasmu."
"Iya, bu."
"Mana foto kebersamaanmu dengan mahasiswa lainnya?"
"Ada, tapi di kamera teman lainnya." Jawab Naya yang berusaha menutup-nutupi sesuatu dari ibunya.
Ibu masih juga memegangi ponsel Naya. Dan membuka semua foto yang tersimpan di dalam galeri ponsel. Naya bingung dengan semua foto yang secara tiba-tiba, ada semua di dalam ponselnya.
Perasaan hati Naya bercampur aduk. Antara nyata dan tidak. Tapi, Naya tidak mempunyai keberanian untuk menceritakan secara detail kepada ibunya.
"Lihat ini, kamu foto dengan suku pedalaman?!" Naya tersentak dari lamunannya saat mendengar pertanyaan dari ibunya. Dengan cepat Naya pun menggeser duduknya. Dan melihat foto yang dimaksud ibu. Foto saat Naya duduk di atas batu besar bersama dengan orang-orang aneh.
"Nay, kamu dengar ucapan ibu!"
"Oh, iya bu."
"Iya, itu orang-orang suku pedalaman!" jawab Naya sedikit gugup.
Ibu pun mendekatkan ponsel Naya ke matanya.
"Ada apa, bu?" tanya Naya.
"Di foto ini....!" Ibu terdiam dan tidak melanjutkan ucapannya.
"Lihat Nay, ada wanita itu lagi di belakangmu!"
"Tapi, kenapa wajahnya selalu tidak jelas?" tanya ibu.
"Itu karena kameranya, bu."
"Hmm...!"
"Kamu merasa aneh tidak, dengan keberadaan orang-orang itu, Nay?!"
"Ah tidak, bu!"
"Mereka kan memang berbeda dengan kita, bu." Jelas Naya. Ibu mencoba memahami penjelasan Naya.
"Oh ya, Nay!"
"Siapa nama teman wanitamu ini?" tanya ibu sambil menunjuk ke foto yang ada gambar wanita berbaju putihnya.
"Namanya......!" Naya kembali menggeser duduknya. Dia bingung mau memberitahu apa kepada ibunya. Mata Naya pun menghindari tatapan ibu.
Tiba-tiba saja, mata Naya melihat ada dia berdiri di dekat gorden kamarnya. Wanita berbaju putih itu kembali datang. Dia tersenyum pada Naya. Naya merasa tubuhnya mendadak dingin. Dan bibirnya gemetar. Naya tidak tahu harus berkata apa.
"Naya!"
"Eh, iya bu!"
"Kamu dengar tidak, ibu tanya apa?"
"Naya dengar, bu!"
"Siapa namanya?"
"Namanya.......!" Naya kembali memandang sosok wanita berbaju putih yang berdiri di dekat gorden. Wanita itu kembali tersenyum kepada Naya.
"Ibu merasakan sesuatu tidak?" tanya Naya memancing kepekaan ibu akan keberadaan sosok lain di dalam kamarnya.
"Maksud kamu apa, Nay?" justru ibu balik bertanya kepada Naya.
Karena, Naya tidak mendapat jawaban yang diinginkannya. Naya pun kembali mengajukan pertanyaan kepada ibunya.
"Ibu percaya makhluk halus?" tanya Naya.
"Ibu percaya dengan makhluk halus."
"Menurut ibu, makhluk halus itu seperti apa?"
"Kok, pertanyaan kamu jadi aneh Nay!" Ibu mulai terlihat tidak nyaman dengan pertanyaan yang diajukan oleh Naya. Tapi, ibu tetap memberikan jawaban yang dibutuhkan oleh anak gadisnya.
"Makhluk halus itu tidak terlihat." Jawab ibu.
"Biasanya mereka suka dengan tempat-tempat yang sepi, angker dan kramat."
"Mereka juga suka muncul di malam hari."
"Sosok mereka tidak seperti kita. Bentuk mereka menyeramkan dan menakutkan."
Naya pun mengangguk-angguk mendengar penjelasan ibunya. Sambil sesekali dia melihat ke gorden. Ternyata, sosok wanita berbaju putih itu masih juga berdiri di sana.
"Ibu percaya tidak, kalau di kamar ini ada sosok makhluk halus sedang memperhatikan kita berdua."
Sontak saja ibu terkejut dengan perkataan Naya. Dan menepuk paha anak gadisnya itu.
"Kamu jangan bicara sembarangan!"
"Bulu kuduk ibu jadi merinding."
"Sekarang sudah larut malam, pergilah tidur!"
Ibu pun beranjak bangun dan meletakkan hp Naya di atas meja. Kemudian, ibu mendekati jendela dan memperbaiki kain gorden yang sedikit tersingkap.
"Nay, badan ibu kenapa mendadak dingin yah?"
"Karena, dia ada di situ bu."
"Apa Nay?"
"Eh, tidak ada apa-apa bu!" jawab Naya sambil tersenyum.
Ibu pun bergegas keluar dari kamar Naya. Dan sosok wanita berbaju putih itu pun hilang dengan sendirinya.