Chereads / Petaka Sebuah Tulisan / Chapter 9 - Part 9: Masih Ada dia

Chapter 9 - Part 9: Masih Ada dia

Naya masih bergelantungan pada tambang. Sedikit pun Naya tidak mengeluarkan suara. Air matanya terus mengalir. Dia benar-benar sangat ketakutan. Tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya. Bambu besar yang dipijaknya terus bergetar. Kaki Naya terasa berat untuk diangkat. Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Rasanya dia ingin sekali menoleh ke belakang, mencari bantuan. Tapi, Naya tidak berani melanggar pesan dosen pembimbingnya. Dia takut terjadi sesuatu pada dirinya. Seperti seorang mahasiswa yang jatuh ke kali. Dalam hati Naya terus menjerit meminta tolong.

"Tolong.....bantu aku!"

"Siapa pun yang ada di dekatku?"

"Tolong.....lepaskan aku dari ketakutan ini!"

"Apa yang harus ku lakukan?"

"Terus ke depan atau balik ke belakang?"

Naya berada di antara dua pilihan yang sulit. Naya menyesal telah mengikuti tugas lapangan ini. Akhirnya, Naya pun memasrahkan semuanya. Yang harus terjadi, terjadilah. Naya pun memejamkan matanya. Dia membayangkan hal-hal yang menyenangkan. Perlahan-lahan rasa takut dalam dirinya hilang. Dalam pandangan Naya ada sosok wanita berbaju putih berdiri di hadapannya. Wanita itu yang tidak asing lagi bagi Naya. Dia tersenyum kepada Naya.

"Ternyata, dia ada di sini." Gumam Naya dalam hati kecilnya.

"Pegang tanganku, Naya!"

Wanita itu mengulurkan tangannya. Dan Naya pun tanpa ragu memegang tangannya yang dingin. Wajahnya yang pucat dan bibirnya yang biru. Membuat sekujur tubuh Naya berkeringat.

"Jangan takut, Naya!"

"Terus ikuti langkahku!"

"Kamu akan sampai!"

"Jangan menoleh ke belakang!"

"Di belakangmu banyak yang memanggilmu!. Naya pun mengangguk mendengar ucapan wanita itu.

Kini, Kaki Naya sudah tidak berat lagi. Tubuh Naya pun terasa ringan melewati bambu kuning yang bergetar itu. Naya terus melangkah bersama wanita berbaju putih di sisinya. Tiba-tiba saja, wanita itu membelakangi Naya. Dan berjalan meninggalkan Naya sendirian. Naya berusaha mengejarnya. Tapi, kaki Naya tersangkut sesuatu. Naya pun melihat ke bawah. Betapa terkejut Naya, saat mengetahui kalau kakinya terbelit akar pohon besar. Seketika itu juga Naya melepaskan kakinya yang berdarah terkena akar pohon. Saat Naya kembali berdiri. Naya baru menyadari sesuatu.

"Hah, aku tidak lagi berada di atas bambu kuning!" Naya sangat senang. Dan hampir saja ia menoleh kebelakang untuk melihat bambu kuning itu. Tapi, keinginannya itu dipupusnya. Dia teringat pesan wanita berbaju putih itu.

Naya pun kembali naik ke atas melewati jalan setapak, yang kiri kanannya ditumbuhi pohon-pohon besar berusia ratusan tahun. Naya terus saja berjalan. Hingga dia kembali melihat ada dua orang mahasiswa di depannya. Naya merasa senang karena ada teman di perjalanan. Tapi, mendadak kedua mahasiswa itu berhenti. Keduanya menoleh ke sebelah kanan.

"Mau kemana, nak?" tanya seorang nenek berbaju serba hitam. Kedua mahasiswa itu pun menghampiri nenek tersebut.

"Kami mau ke atas, nek." Jawab keduanya. Tiba-tiba saja, sang nenek langsung menarik kedua tangan mahasiswa tersebut. Dan keduanya pun menjerit. Lalu, hilang secara misterius. Seperti sang nenek yang juga menghilang.

Jantung Naya berdegup sangat kuat. Saat dia menyaksikan kedua mahasiswa itu hilang begitu saja. Naya tidak berani berteriak minta tolong. Ketakutan pada diri Naya, membuatnya mempercepat langkah kakinya.

Jalan yang dilalui Naya semakin ke atas semakin terjal. Naya terpisah dari kelompoknya. Tidak ada lagi mahasiswa yang ditemuinya di jalan. Suara-suara aneh mulai terdengar di telinga Naya. Tapi, Naya terus saja berjalan.

Hingga Naya melihat ada pondok-pondok kecil di bawah pohon. Banyak orang-orang berpakaian serba hitam sedang duduk-duduk di pondoknya. Mereka melambaikan tangan kepada Naya. Tapi, Naya tidak mempedulikannya. Naya terus saja berjalan. Tujuan Naya hanya satu sampai di atas dan bertemu dangan mahasiswa lainnya.

"Kenapa perjalanan ini begitu panjang?�� tanya Naya dalam hati.

"Di mana mahasiswa yang lainnya?"

"Sudah lama aku berjalan, tapi tidak satu pun orang yang aku kenal?"

"Katanya, perjalanan ke atas hanya beberapa menit."

"Tapi, aku merasakannya sudah berjam-jam."

"Rasanya hanya ada satu jalan ke atas."

"Ah, sudahlah yang penting aku terus saja berjalan mengikuti jalan setapak ini!"

Mekipun hati Naya penuh dengan berbagai pertanyaan. Tapi, Naya tetap melanjutkan perjalanannya. Sampai akhirnya, Naya pun merasakan tubuhnya sangat lelah. Naya pun menghentikan langkahnya.

"Aku ingin sekali duduk di batu besar itu." Ucap Naya dalam hati.

"Aku sangat lelah."

"Kakiku mengeluarkan banyak darah."

"Tapi...!"

Karena, rasa lelah yang sudah tidak bisa ditahannya lagi. Naya pun terpaksa duduk di batu besar yang ada di dekatnya. Naya meletakkan tas ranselnya di atas batu. Lalu, Naya mengikat kakinya yang berdarah dengan sapu tangan.

"Kamu darimana, nak?" tiba-tiba, seorang kakek berjubah putih telah duduk di sebelah Naya.

"Aku dari kampus ke sini ada tugas lapangan." Jelas Naya.

"Hati-hati, nak!"

"Di sini banyak makhluk halusnya." Kata sang kakek.

"Kakek kenapa ada di sini?" tanya Naya.

"Di sini rumah kakek." jawab sang kakek.

"Tapi....aku tidak melihat ada rumah, kek."

"Kami semua tinggal di sini."

Tiba-tiba, ada suara lain di belakang Naya. Naya pun menengok ke belakang. Ternyata, sudah banyak orang yang duduk di atas batu besar. Tapi, tidak satu pun yang Naya kenal.

"Kenapa orang-orang di dekatku berwajah aneh?"

"Bau mereka sangat amis."

"Mulut mereka penuh dengan air liur basi."

"Aku sudah tidak lelah."

"Aku ingin segera pergi."

"Tapi, aku tidak bisa bangun."

Orang-orang aneh itu masih saja berada di dekat Naya. Meskipun dalam hati Naya merasa risih dengan keberadaan mereka. Tapi, Naya berusaha tenang. Entah mengapa Naya teringat dengan blue diarynya. Perlahan ditariknya tas ransel yang tergeletak di atas batu. Lalu, Naya pun mengeluarkan blue diarynya.

"Biar aku tulis nama orang-orang aneh ini dalam blue diary ku." Kata Naya dalam hatinya.

Tapi, ketika Naya hendak menanyakan nama kakek yang duduk di sebelahnya. Tiba-tiba, kakek tersebut sudah tidak ada. Naya pun menengok ke sebelahnya lagi, berharap orang-orang yang berada di sebelahnya itu bisa memberi tahu identitas mereka. Ternyata, mereka pun sudah tidak ada di tempatnya.

"Kemana mereka semua?" tanya Naya pada hati kecilnya.

"Naya...!"

"Naya...!"

"Kemarilah!"

"Mendekatlah padaku!"

Mendengar ada yang memanggil namanya, Naya pun langsung mengangkat wajahnya. Dilihatnya sosok wanita berbaju putih melambaikan tangan padanya. Sambil memeluk tas ransel dan blue diarynya. Naya pun menghampiri wanita berbaju putih itu. Saat Naya telah mendekat padanya. Wanita itu sudah tidah ada.

Tiba-tiba, Naya di hadapkan pada dua jalan setapak. Sesaat Naya pun terdiam. Lalu, terdengar kembali suara wanita itu memanggil namanya. Tanpa ragu Naya pun mengikuti jalan setapak yang di sebelah kanan. Karena, suara wanita itu terdengar di sebelah kanan. Naya terus melangkah. Hingga tiba di ujung jalan Naya melihat kumpulan mahasiswa yang bersiap akan naik bis.

"Naya, kamu kemana aja tiga hari ini." Kata Vera sambil memeluk erat Naya.

"Kami semua mencarimu."

"Tapi, syukurlah kamu datang tepat waktu."

"Ayo, masuk ke dalam bis. Sebentar lagi bisnya akan jalan." Ajak Vera sambil menarik tangan Naya.

Naya yang kebingungan mengikuti Vera masuk ke dalam bis. Dan rombongan mahasiswa pun kembali pulang dengan selamat.