Akhirnya, Naya dapat bernafas lega. Karena, ibu tercinta sudah keluar dari rumah sakit. Meskipun kondisinya masih dalam tahap pemulihan. Tapi, Naya sudah dapat kembali berkumpul dengan ayah, ibu dan Bayu.
Untuk sementara Naya beserta keluarga menempati rumah peninggalan kakek. Rumah berukuran kecil itu, selama ini disewakan kepada orang lain. Tapi, Naya tetap merasa senang. Karena, keluarganya selamat dari kebakaran dahsyat di rumahnya.
Kesehatan Naya sudah pulih total. Dan dia pun sudah kembali beraktifitas di kampusnya. Tiga hari kedepan Naya harus pergi untuk sebuah tugas lapangan. Tugas lapangan yang diberikan oleh dosen antropologi itu cukup berat. Banyak mahasiswa yang mengeluhkan hal itu. Mereka keberatan mengenai lokasinya. Lokasi yang dipilih oleh dosen antropologi adalah lokasi yang sama sekali belum pernah dikunjungi oleh para mahasiswa. Yakni daerah suku pedalaman yang terletak di pegunungan.
Meskipun Naya juga belum pernah menginjakkan kaki di tempat tersebut. Tapi, Naya merasa penasaran dengan yang namanya suku pedalaman. Dan Naya pun memantapkan diri untuk ikut dalam tugas lapangan itu.
Setelah meminta izin kepada ayah dan ibu. Naya pun mendaftarkan diri sebagai peserta tugas lapangan. Dan nama Naya masuk dalam kelompok tiga. Selain tugas lapangan antropologi, kelompok Naya juga mendapat tugas yang lain. Yakni tugas dokumentasi. Jadi, mulai waktu keberangkatan dari kampus hingga kembali pulang. Kelompok Naya harus mendokumentasikan semuanya. Dokumentasi tersebut nantinya akan diserahkan kepada pihak fakultas. Naya merasa senang dengan kegiatan yang akan dilakukannya. Sungguh pengalaman terbaru yang tidak boleh terlewatkan.
####################################
Hari yang ditunggu Naya pun tiba. Yah, hari ini Naya bersama mahasiswa lainnya akan berangkat ke daerah pegunungan tempat suku pedalaman berada.
Pagi itu Naya bangun lebih awal dari biasanya. Setelah selesai mempersiapkan segala keperluannya. Naya pun berpamitan kepada ayah dan ibu.
"Mohon do'akan Naya, ayah ibu!"
"Semoga Naya lancar di perjalanan dan kembali dengan selamat!" pinta Naya kepada kedua orang tuanya. Kemudian, Naya pun memeluk ayah dan ibunya dengan penuh kasih sayang.
"Kami berdua akan selalu mendo'akanmu." Kata ibu pelan. Naya tahu bagaimana perasaan hati ibu melepas kepergian anak gadisnya. Walaupun ibu memberi Naya izin. Tapi, di dalam hatinya mesti ada kekhawatiran. Naya melihat raut wajah ibu yang menahan kesedihan. Naya pun memeluk erat tubuh ibu.
"Naya pergi cuma tiga hari, bu!"
"Ibu jangan sedih!"
"Ini pengalaman terbaru Naya."
Mendengar ucapan Naya, ibu pun tersenyum. Kemudian, Naya pun melangkah keluar meninggalkan rumah. Pagi itu Naya diantar Bayu ke kampus. Karena, Naya akan naik bis rombongan yang telah disewa oleh pihak fakultas.
###################################
Setelah Bayu meninggalkan kampus. Naya pun langsung masuk ke dalam bis untuk mencari bangku yang dirasanya nyaman. Tiba-tiba, dari arah belakang Vera menepuk pundak Naya.
"Aku duduk di sebelahmu, yah!"
"Oh, boleh!"
"Tapi, aku dekat jendela."
"Silahkan!"
Naya dan Vera pun duduk bersama di bangku belakang. Satu persatu mahasiswa lain juga mulai duduk di bangku pilihannya. Tepat pukul 08.00 wib, bis rombongan pun meninggalkan halaman kampus.
Bis terus melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya. Seluruh mahasiswa sangat menikmati pemandangan di luar jendela. Mereka saling mengabadikannya dalam ponsel masing-masing. Berbeda dengan Naya yang sedari tadi terus menyandarkan kepalanya di kaca bis.
"Kamu kenapa, Nay?" tanya Vera.
"Aku mual mencium bau solar."
"Kita berfoto yuk, Nay!" Naya pun tersenyum. Kemudian, Vera pun memotret dirinya dan Naya yang berada di sebelahnya.
"Nanti fotonya kamu kirim ke aku via bluetooth yah!"
"Ok, deh!"
Bis yang ditumpangi Naya pun akhirnya sampai di lokasi yang sudah ditentukan. Seluruh mahasiswa turun dengan membawa tasnya dan bawaan lainnya. Sebelum melanjutkan perjalanan dengan mendaki gunung. Seluruh mahasiswa terlebih dulu mendapatkan arahan. Hal itu diperlukan agar aman selama diperjalanan.
Salah seorang dosen pembimbing maju ke depan. Dan langsung memberikan beberapa point penting yang harus diingat oleh seluruh mahasiswa.
"Yang pertama, selama menuju ke atas kalian tidak boleh menengok ke belakang apapun yang terjadi."
"Yang kedua, jangan mengatakan sesuatu apapun selama menuju ke atas."
"Yang ketiga, jangan berbicara dengan orang asing selama menuju ke atas."
"Sekarang kalian semua kami beri waktu 15 menit untuk beristirahat. Gunakan sebaik mungkin, karena perjalanan menuju ke atas cukup menguras tenaga." Jelas sang dosen.
Para mahasiswa pun kemudian menggunakan waktu 15 menit dengan berbagai hal yang mereka butuhkan. Naya lebih memilih duduk seorang diri di atas batu. Dikeluarkannya blue diary kesayangannya. Dan Naya pun mulai menulis beberapa pesan dari sang dosen.
Ketiga pesan yang ku tulis ini. Bukanlah nasehat atau arahan seorang dosen kepada mahasiswanya. Tapi, lebih kepada peringatan akan datangnya bahaya besar yang mengancam seluruh mahasiswa. Taruhannya nyawa kita sendiri. Aku merasa di sini sangat sepi dan menyeramkan. Padahal di hadapanku banyak orang berkumpul.
"Semuanya kumpul, kita lanjutkan perjalanan." Kata dosen pembimbing.
Dengan cepat seluruh mahasiswa bergerak dan mulai memasuki lokasi suku pedalaman.
Jalan yang dilewati sudah mulai terasa tidak nyaman. Jalan mendaki dan berbatu itu harus ditempuh dalam waktu beberapa menit ke depan. Naya yang masuk dalam kelompok tiga, terus berjalan di belakang anggota kelompoknya.
Semuanya masih berada dalam barisannya. Rapi dan tidak saling mendahului. Semakin ke atas jalan yang dilalui semakin sempit dan hanya cukup untuk satu orang. Jalanan licin dan mendaki itu terus ditapaki oleh para mahasiswa. Tidak seorang pun yang berani mengeluarkan ucapannya. Semua diam dan terus berjalan.
Saat itu hari masih siang. Tapi, cuaca di atas justru berawan gelap. Kiri kanan jalan ditumbuhi pohon-pohon besar yang rimbun. Para mahasiswa sudah mulai mendahului satu dengan yang lainnya. Mereka semua berebut ingin cepat sampai di tempat tujuan.
Berbeda dengan Naya yang masih terus berada di belakang kelompoknya. Hingga pada satu titik Naya terpaksa harus berhenti. Karena, jalan yang ada terputus sebuah kali yang airnya sangat deras. Untuk dapat melanjutkan perjalanan Naya harus menyebrang melewati bambu besar berwarna kuning. Sedangkan tangannya harus berpegangan pada sebuah tambang yang terikat di antara dua pohon besar. Naya mulai merasa takut. Dia takut terjatuh ke dalam kali. Naya berhenti di ujung bambu. Sedangkan mahasiswa yang lainnya sudah banyak yang berhasil melewati bambu itu.
"Ayo cepat, pegangan pada tambang itu!" kata salah seorang mahasiswa sambil berbalik badan. Karena, tidak tega pada Naya.
"Cepat.....!"
"Di belakangmu ada wanita berbaju putih!"
"Cepat lewati bambu itu!"
"Banyak sosok menyeramkan di belakangmu!"
"Tidak....!" teriak mahasiswa itu. Dan akhirnya dia pun tercebur ke dalam kali.
"Tolong...!" mahasiswa itu pun hanyut terbawa arus kali.
Naya yang menyaksikan kejadian itu hanya dapat menutup mulutnya. Badannya terasa gemetar semua. Air mata mulai membasahi pipinya. Naya tidak berani bersuara, karena takut terkena bencana. Perlahan Naya mulai berjalan diatas bambu kuning. Tiba-tiba saja, bambu kuning itu bergetar dan Naya pun bertahan dengan bergelantungan pada tambang. Tanpa bersuara sedikit pun.