Minggu yang cerah, secerah hati Naya yang sedang berkumpul bersama keluarga tercinta. Ayah, ibu, Bayu dan Naya duduk bersantai di ruang tengah. Mereka berempat asyik mengobrol tentang aktifitas yang telah mereka lakukan selama satu minggu ini.
"Hm, ayah seperti mencium bau sesuatu yang terbakar!" tegur ayah kepada ibu yang sedang asyik mengobrol dengan Naya.
"Betul bu, bau hangus terbakar!" sambung Naya. Ibu pun bergegas pergi ke dapur. Dilihatnya pisang tepung yang ada di dalam penggorengan hangus semua. Ibu pun merasa menyesal, karena tidak jadi menyajikan menu pisang tepung goreng kesenangan keluarganya. Naya mengikuti ibu ke dapur berusaha menghibur hati ibu.
"Senyum dong, bu" hibur Naya kepada sang ibu yang terlihat sangat kecewa.
"Kita kan masih bisa membuatnya lain waktu."
"Ayo bu, kita bersantai lagi!" Naya pun menggandeng tangan ibunya ke ruang tengah.
"Jadi, apa yang terbakar bu?" tanya ayah dengan nada bercanda.
"Hati ibu yang terbakar!" jawab ibu kesal.
"Ha.....ha.....ha.....!" tawa ayah memecah suasana rumah.
"Kalau hati ibu yang terbakar, biar ayah yang siram dengan air es." Candaan ayah makin menjadi. Ibu pun hanya cemberut mendengar ucapan ayah. Melihat wajah ibu yang cemberut, ayah malah tertawa dengan sangat kuat.
"Ha.....ha.....ha.....!"
Naya dan Bayu hanya terdiam dan tidak ikut dalam candaan ayah. Keduanya merasa kasihan kepada ibu yang terlihat sangat kecewa. Mendadak ibu kembali berdiri dan berlalu meninggalkan ayah, Bayu dan Naya di ruang tengah.
Dari ruang tengah terdengar suara pintu kamar ibu ditutup sangat kuat. Kelihatannya ibu tersinggung sekali dengan candaan ayah. Naya pun bergegas kembali ke kamar. Tinggallah Bayu dan ayah yang berada di ruang tengah.
###################################
Sesampainya di kamar, Naya langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Semilir angin yang masuk melalui jendela. Membuat mata Naya terbuai dan akhirnya terlelap dalam tidur siangnya.
"Halo.....!"
"Apa ada orang di dalam?" tanya Naya.
Perlahan Naya membuka pintu yang tidak terkunci itu. Keadaan di dalam kamar itu gelap sekali. Naya tidak bisa melihat apapun. Dengan meraba-raba Naya terus masuk ke dalam. Benar-benar gelap dan tidak ada satu benda pun yang dapat dipegang Naya.
"Halo.......!"
"Ini kamar siapa?"
Sambil berteriak Naya terus menyusuri ruangan gelap yang tidak bertepi dan tidak berujung. Tiba-tiba, Naya mencium bau sesuatu yang terbakar. Dan asapnya serasa memenuhi seluruh ruangan. Naya yang merasakan sesak di dadanya, berusaha berbalik badan mencari jalan keluar. Tapi, Naya tidak dapat menemukan pintu masuk yang tadi. Naya mulai merasa takut. Keringat dingin mengalir deras dari tubuhnya. Kepalanya pusing. Dan matanya perih terkena asap.
"Tolong...!"
"Keluarkan aku dari sini!" teriak Naya sambil terus menangis. Tapi, tidak seorang pun datang memberikan bantuan. Naya yang berputus asa langsung duduk dan mendekap lututnya. Naya tidak tahu lagi harus berbuat apa. Hingga dia mendengar sebuah suara memanggilnya.
"Naya.....!"
"Naya.....!"
"Berjalanlah kemari!"
"Aku di sini, jangan takut Naya!"
Naya mencari sumber suara yang memanggil namanya. Tapi, dia tidak melihat siapapun di dekatnya. Semuanya gelap dan berasap. Tapi, jauh di depan sana Naya melihat cahaya kecil. Pelan-pelan Naya berjalan menuju cahaya kecil yang dilihatnya. Sudah banyak langkah kaki Naya, tapi cahaya kecil itu tidak juga dapat disentuhnya.
"Naya.....!"
"Naya.....!"
"Teruslah berjalan!"
"Tidak, aku tidak mau!"
"Cepat Naya, mereka menunggumu!
Naya pun melanjutkan kembali langkahnya. Tiba-tiba, Naya merasa kakinya menginjak sesuatu yang licin. Dan Naya pun jatuh terperosok ke dalam lubang yang sangat dalam.
"Tidak....!" teriak Naya sekuat tenaga. Naya terbangun dari mimpinya.
########################################
"Aku dimana?" tanya Naya dalam hati.
"Bukankah ini?"
"Tidak!"
"Tidak mungkin aku berada di rumah sakit!"
"Tapi, ruangan ini."
"Tempat tidur dan selimut putih ini."
"Juga selang infus di tanganku."
"Obat-obatan itu!"
Naya terus melempar pandangannya ke seluruh sudut ruangan. Ruangan dengan dinding berwarna putih. Dan berkorden serba putih itu. Mendadak menjadi ruang tidur Naya.
"Apa yang terjadi denganku?" Naya masih tidak mengerti yang telah terjadi dengan dirinya. Hingga seorang suster tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Selamat malam, Naya!" sapa sang suster.
"Kamu mengenalku?" tanya Naya.
"Itu, dari papan nama di tempat tidurmu!" tunjuk sang suster pada papan nama yang tergantung di depan tempat tidur.
"Sejak kapan aku di sini, sus?" tanya Naya memberanikan diri.
"Sejak kemarin siang."
"Siapa yang membawaku ke sini?" Naya kembali bertanya.
"Kalau saya tidak salah, para tetangga kamu."
"Apa yang terjadi dengan saya, sus?"
"Yang saya dengar, rumahmu kebakaran."
Naya tersentak kaget mendengar jawaban sang suster. Dia pun berniat mencabut selang infus di tangannya. Tapi, sang suster menghalangi keinginan Naya.
"Biarkan aku mencari keluargaku!"
"Tenang, Naya!"
Sang suster pun dengan penuh kelembutan mengusap-usap punggung Naya. Setelah Naya tenang, suster itu pun memperbaiki selang infus Naya yang hampir copot dari pergelangan tangannya.
"Saya suntik dulu yah!"
Naya yang sudah bisa mengendalikan dirinya. Kembali berbaring dan bersedia menerima suntikan di tangan atas sebelah kanan. Selesai Naya disuntik, sang suster pun menarik selimut Naya hingga menutupi dadanya.
"Selamat tidur Naya!"
"Besok Pagi kita bertemu lagi!"
Naya hanya bisa tersenyum mendapat ucapan selamat dari sang suster. Perlahan mata Naya mulai tertutup. Dan dia pun terlelap dalam tidur malamnya.
#####################################
"Selamat pagi, Naya!"
"Selamat pagi, sus!"
"Bagaimana keadaanmu?"
"Sudah lebih baik, sus."
"Kamu mau melihat keluargamu?" Tanya sang suster. Naya pun mengangguk. Dia ingin sekali bertemu dengan ayah, ibu dan Bayu. Naya ingin kembali berada di dekat mereka bertiga.
Sang suster yang melihat anggukan Naya. Langsung membawakan kursi roda kepadanya.
"Kamu naik kursi roda ini, yah!"
"Karena, kondisimu masih dalam masa pemulihan." Naya pun tersenyum dan mengangguk tanda setuju.
Perlahan sang suster membantu Naya naik ke atas kursi roda sambil mengenakan selang infus di tangannya. Kemudian, suster itu pun mendorong kursi roda yang dinaiki keluar dari dalam ruang perawatan.
Sesampainya di lorong rumah sakit, sang suster bertanya kepada Naya.
"Siapa yang pertama kali akan kamu temui?" tanya sang suster. Mendengar pertanyaan dari sang suster, Naya pun terdiam. Kemudian, dengan suara pelan Naya pun mengatakan kalau dirinya ingin bertemu, "Ibuku, sus!"
Sang suster langsung memutar kursi roda Naya menuju satu ruangan khusus. Tiba di ruangan tersebut, Naya pun membaca tulisan yang terpasang di depan pintu "Ruangan Khusus Luka Bakar Serius".
"Kuatkan hatimu Naya!"
"Itu ibumu!"
"Kamu tidak boleh mendekat!"
Naya yang masih duduk di kursi rodanya, hanya bisa memandangi ibunya dari balik kaca. Ibu yang sangat dicintainya. Kini, sekujur tubuhnya harus berbalut perban. Sudah beberapa hari ibu belum sadarkan diri. Akibat lukanya yang sangat serius.
"Ibu mengapa ini bisa terjadi?" tanya Naya dalam hati. Tanpa terasa air mata pun mengalir membasahi pipinya.
"Ibu, hari itu kita masih bercerita dan tersenyum."
"Tapi, hari ini kita saling diam dan hanya ada air mata kesedihan."
"Ibu bangunlah!"
"Naya mu ada di sini!"
Sambil terus memandangi sang ibu tercinta, Naya tidak menyadari kehadiran dua orang laki-laki di belakangnya. Dua laki-laki yang mengenakan tongkat itu memegang pundak dengan penuh kasih sayang.
"Naya!"
"Kakak!"
Naya yang mendengar suara yang sangat dikenalnya langsung mendengakkan kepalanya.
"Ayah!"
"Bayu!" Kalian berdua ada di sini.
Betapa bahagianya Naya. Saat dilihatnya sosok ayah dan Bayu sudah berada di sisinya.
"Apa yang terjadi, yah?"
"Rumah kita kebakaran, karena ibu lupa mematikan kompor setelah menggoreng pisang tepung yang hangus.
Sekujur tubuh ibu terbakar, karena ibu mengunci pintu dari dalam. Ayah dan Bayu terlambat menolong ibu, hingga ibu harus mengalami luka bakar serius.
"Kita do'akan ibu semoga bisa melewati masa kritisnya." Kata ayah sambil merangkul Naya dan Bayu.