Jam di dinding kamar baru menunjukkan pukul 19.00 wib. Ibu, ayah dan Yuda masih berkumpul di ruang tengah sambil menonton acara televisi. Sedari tadi Naya sudah masuk terlebih dulu ke dalam kamarnya. Ia sudah tidak bisa menahan rasa kantuk yang menggelayut di matanya. Padahal ia ingin sekali membaca buku cerita yang baru saja dipinjamnya di perpustakaan kampus. Buku cerita kegemarannya itu pun dibiarkan terbuka di atas meja belajar.
Dengan langkah gontai Naya pun melangkah menuju ke tempat tidurnya. Dibiarkannya pintu kamar yang tidak terkunci. Ia tidak lagi peduli dengan meja belajar yang masih berantakan dengan buku-buku dan alat tulis. Cuma satu tujuannya, langsung berbaring di tempat tidur dengan nyaman. Bantal dan guling empuk kesayangannya menjadi tumpuan Naya saat ini. Dengan diiringi lagu melow dari handphonenya, ia pun langsung terlelap dalam tidur malamnya.
Waktu terus berjalan. Malam pun semakin larut. Ayah, ibu dan Yuda juga sudah tidur di kamar mereka masing-masing. Begitupula dengan Naya yang sudah terlelap dalam mimpi indahnya. Hanya suara jangkrik di luar sana yang terdengar saling bersahutan. Dan lolongan anjing yang membuat bulu kuduk merinding. Malam pun semakin mencekam. Hingga tidak seorang pun yang terbangun.
"Naya..,..!"
"Naya....!"
"Naya....!"
"Aku di sini!"
"Kamu siapa?" tanya Naya yang tiba-tiba terduduk di tepi ranjangnya.
"Aku kamu, kamu aku!"
"Apa aku mengenalmu?!" Naya kembali bertanya.
"Sudah pasti kamu mengenalku!"
"Aku selalu bersamamu!"
"Muncullah! Aku ingin bertemu denganmu!" pinta Naya.
Tapi. suara itu tidak terdengar lagi. Dan Naya pun kembali tergeletak di atas tempat tidurnya. Hingga pagi pun menjelang.
Matahari mulai menampakkan dirinya. Suara kokok ayam pun terdengar sangat kuat. Membangunkan setiap insan yang masih juga terlelap. Dan kicauan burung-burung yang saling bersahutan di dahan pepohonan.
Perlahan-lahan ibu membuka pintu kamar Naya yang tidak terkunci. Dilihatnya putri kesayangannya itu masih telungkup di atas tempat tidur. Ibu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Ibu memaklumi sifat manja Naya kepadanya. Sambil tersenyum sendiri ibu pun membuka kain korden kamar Naya. Lalu ibu mendorong jendela kamar Naya hingga terbuka.
Sinar matahari mulai masuk menembus kamar. Udara pagi yang sejuk pun sudah mulai masuk melalui jendela kamar. Tapi, Naya belum juga bangun. Hingga ibu pun mendekati Naya dan membangunkannya.
"Nay, bangun Nay.....!" suara ibu keras sambil menggoyang-goyangkan tubuh Naya.
"Aduh, bu.....! aku masih mengantuk nih!" kata Naya sambil menggosok-gosok kedua matanya yang masih mengantuk.
"Sekarang sudah jam 07.00 wib."
"Kamu tidak ke kampus!" tegur ibu kepada Naya yang masih duduk di tepi tempat tidurnya.
"Iya bu, nanti aku pergi ke kampus kok," jawab Naya sambil menutup mulutnya yang sedang menguap menahan kantuk.
Setelah menegur Naya, ibu pun langsung beranjak keluar dari dalam kamar putrinya.
"Lekas mandi, Nay. Lalu sarapan pagi, ibu sudah buatkan roti bakar kesukaanmu," kata ibu sebelum menutup pintu kamar Naya.
Mendengar perkataan ibunya, Naya pun bergegas pergi ke kamar mandi. Sekitar sepuluh menit di kamar mandi, Naya sudah kembali dengan penampilan yang lebih segar. Kemudian ia merapikan kamar tidurnya yang berantakan. Ditatanya buku-buku bacaan yang berserak di atas meja belajar. Dan dimasukkannya alat-alat tulis yang tercecer ke dalam kotak pensil. Diaturnya juga seprai, bantal dan guling yang terlihat sangat berantakan di tempat tidur.
Setelah semuanya terlihat rapi, Naya pun mengambil sapu yang ada dibelakang pintu kamarnya. Pelan-pelan disapunya lantai kamar yang berdebu. Tiba-tiba sapunya tersangkut di sebuah peti kayu yang ada di bawah tempat tidurnya. Naya berusaha menarik sapunya dengan kuat, tapi tidak juga bisa terlepas. Lalu ia pun membungkuk melihat ke bawah tempat tidur. Ada peti kayu berukuran besar tergeletak di sana.
"Bagaimana aku menarik sapu ini, yah?" tanyanya dalam hati.
"Apa aku harus menarik peti ini juga?" pikir Naya sambil terus memandangi peti kayu yang berada di bawah tempat tidurnya.
Dengan sekuat tenaga Naya pun menarik peti kayu tersebut. Perlahan-lahan peti kayu itu dapat dikeluarkan dari bawah tempat tidurnya. Dan Naya kembali melanjutkan menyapu kamarnya.
Setelah selesai menyapu Naya pun duduk bersila di depan peti kayu yang masih tergembok. "Apakah aku buka peti ini?" tanyanya dalam hati.
"Tapi, aku ingin sekali membukanya," hati Naya terus berbisik, agar ia segera membuka peti itu.
"Buka....tidak.....buka...tidak!" Naya mencoba hitung-hitungan rasa keraguannya dengan jari-jarinya. Sampai akhirnya dia pun membuka gembok yang mengunci peti kayu di depannya. "Krekkkk...!!!!" perlahan tutup peti pun terbuka dan semakin terbuka lebar. Mata Naya pun mendadak terbelalak ketika dia melihat blue diary berada di tumpukan paling atas. Blue diary yang selama ini telah menjauh darinya, kini hadir kembali di hadapannya.
"Naya....!"
"Naya....!"
"Naya....!"
"Aku di sini!"
Naya pun menengok ke kanan dan ke kiri. Tapi, dia tidak melihat siapa pun di sana.
"Apa aku sedang bermimpi?" tanya Naya pada hati kecilnya.
"Oh, tidak! Itu suara yang aku dengar semalam."
"Semalam rasanya aku bermimpi indah. Tapi, aku mendengar suara itu di telingaku."
"Kini suara itu terdengar lagi."
Jantung Naya berdegup sangat kencang. Keringat dingin pun mulai membasahi tubuhnya. Matanya berkaca-kaca. Dan perasaan hatinya mulai tidak karuan. Dengan tangan gemetar Naya pun mengeluarkan blue diary dari dalam peti kayu. Lalu, pelan-pelan dibersihkannya debu-debu yang menempel pada sampul depan blue diary.
Dengan suara yang hampir tidak terdengar Naya membaca tulisan yang tertera pada sampul blue diary. "Aku hadir bersamamu. Aku menemani setiap harimu. Aku adalah kamu. Kamu adalah aku. Aku sahabat buatmu. Aku petaka di kehidupanmu."
Setelah selesai Naya membaca tulisan tersebut. Tiba-tiba, blue diary yang dipegangnya memancarkan sinar berwarna biru. Lalu, tangan Naya pun seakan tergerak untuk membuka lembar berikutnya. Dan pada saat Naya membukanya, secara mendadak sinar biru itu masuk ke dalam tubuhnya. Sesaat Naya terkesima dan langsung menutup blue diary yang ada di tangannya. Kemudian menyimpannya dalam tas ranselnya. Naya pun bergegas merapikan penampilannya. Lalu, keluar menemui ibunya.
"Bu, aku tidak sarapan!" kata Naya kepada ibunya yang tengah sibuk memasak di dapur.
"Aku langsung ke kampus, bu." Pamit Naya kepada sang ibu. Lalu, Naya pun pergi dengan terburu-buru. Tidak dihiraukannya ibunya yang memandanginya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Dengan terburu-buru, Naya mengeluarkan motor dari dalam garasi. Dalam waktu sekejap, Naya pun telah pergi bersama motor kesayangannya. Tujuannya hanya satu yaitu ke kampus. Kampus tempatnya menimba ilmu selama beberapa tahun belakangan. Kampus yang telah mempertemukannya dengan teman-teman yang baik.
Motor Naya terus melaju dengan kecepatan sedang di jalan beraspal.