Aku tak percaya dengan apa yang sedang aku lihat sekarang. Setelah sepersekian detik yang membingungkan, kehingan yang ganjil di dalam pikiran ku di tengah kebisingan kerumunan orang, mencoba memahami apa yang sedang terjadi, sambil menangis aku lompat memeluk tubuh Agung yang sudah basah dengan darahnya terbaring di lantai wc. Sementara Tangan ku mulai memerah terkena lumuran darah. Aku tak bisa memikirkan apa-apa dalam beberapa menit. Pikiranku seakan kosong karena semua ini. Hati ku masih belum menerima kenyataan ini. Aku menangis tak tertahankan. Air mata berjatuhan dengan penuh penyesalan. Jiwa mempertegar hati yang tak bisa berkata. Aku marah. Marah dengan semua ini. Dengan apa yang terjadi, karena hati memaksa ku untuk lepas kendali. Walaupun sesekali bagian yang lain menahannya. Sementara Bella terjatuh tidak percaya, menatap terbelalak, sambil menutupi mulutnya.
Pakaian putih polos yang aku kenakan sekarang menjadi merah. Karena untuk beberapa kali aku memeluk erat sahabat ku. Aku masih memeluknya dengan erat. Berharap untuk ia segera bangun walaupun penuh luka di sekujur tubuhnya. Bella yang berada di belakang ku terus berteriak dan menangis kencang. Baru aku melihat Bella menangis sekencang ini, tak seperti saat ia kehilangan Tina.
Aku menyeka pipiku. Sembari menyesali sebuah penyesalan yang terlintas begitu saja. Seandainya saja waktu kemarin malam aku menunggu Agung kembali dari kamar mandi mungin nyawanya bisa selamat. Namun sayang, aku tak sabar untuk bisa cepat bisa sampai ke rumah waktu itu. Rasa penyesalan kini menghigap di dada ku. Seakan semua ini adalah salah ku. Salah ku, karena meninggalkan Agung sendirian. Walaupun sebenarnya Agung memang sudah menyuruh ku untuk bisa pulang duluan, tap tetap saja rasa bersalah ini bersarang.
Lalu tiba-tiba ada tangan yang menarik ku dari belakang yang langsung menyadarkan aku kembali dalam ingatan. Ia memaksa ku untuk berdiri dan keluar dari kamar mandi. Aku menoleh pelan ke belakang, sekedar ingin tahu siapa yang menarik ku. Belum sempat menoleh, ia langsung memeluk tubuh ku. "Sabar… Lu harus tabah…" sepertinya aku tau suara siapa.
Ternyata Prayoga yang langsung memeluk ku. Aku tak kuasa terus menangis di bahunya. Prayoga mengelus punggung dan rambut ku. Saat aku lihat, Laras telah lebih dulu menenangkan Bella dengan memeluknya. Kami semua menangis melihat salah satu dari kita kembali menjadi korban pembunuhan.
Kerumunan mahasiswa yang berada di depan kamar mandi terdiam menyaksikan momen haru ini. Sekarang, mereka hanya menatap sayu melihat aku yang begitu kehilangan Agung. Air mata ku yang terus mengalir mulai membasahi bahu Prayoga.
Cahaya matahari yang tadi sangat cerah, sekarang mulai redup dan mendung. Seakan matahari kondisi yang sedang aku rasakan. Tak ada lagi cahaya yang tadi masuk dari sela-sela jendela, cahaya yang tadi menyinari gedung-gedung tinggi, kini telah redup karena berduka.
"Udah Bel..,, jangan nangis terus..,," Laras menenangkan Bella, pedahal dirinya sendiripun ikut menangis. Walau tangisan Laras tak sekencang Bella.
Lima belas menit kemudian, kami telah berada di luar wc. Prayoga terus menenangkanku dengan segala cara.
"Kenapa ? Kenapa harus Agung sih yang jadi korbannya ?!!!!" aku bertanya dengan emosi yang tak terkendali. Prayoga menenangkan ku.
"Udah Dzaf lu harus tenang…" Prayoga sambil memegangi bahu ku.
Aku tertawa. "Lu liat sendiri kan HAH ?! Agung sahabat gua dari dulu di bunuh, mana bisa gua tenang !! Liat aja kalau gua tau siapa pelakunya gua mampusin tuh anjing !!"
Melihat aku yang mulai emosi, beberapa dosen langsung menghampiri dan menenangkan. Lalu salah satu dosen membubarkan mahasiswa yang sedang berkumpul. "Udah BUBAR semuanya BUBAR!!" ucap salah satu dosen.
Polisi pun mulai berdatangan ke lokasi. Aku masih duduk dan tak bisa berkata apa-apa. Rasanya aku ingin meledak-ledak. Kepalaku seakan ingin pecah karena semua ini. Apalagi saat aku melihat jenazah Agung mulai dibawa oleh pihak kepolisian untuk ke rumah sakit. Aku tak kuasa kembali meneteskan air mata untuk kesekian kalinya.
"Kami akan segera usut kasus ini. Karna sudah ada dua mahasiswa kampus ini yang terbunuh dalam seminggu terakhir. Kami masih menyelidiki motif di balik kasus pembunuhan ini. Jadi kami mohon kerja samanya kepada pihak kampus agar memberi informasi yang sekiranya berhubungan dengan kasus ini, karena itu sangat membantu kami dalam menemukan pelakunya. Dan kami minta kepada saksi mata agar ikut bersama kami ke kantor untuk memberikan keterangan. Untuk selebihnya mohon jangan bertindak sendiri, biarkan kami pihak kepolisian yang menangani kasus ini." Terdengar pihak kepolisian sedang berbincang dengan salah satu dosen.
"Baik Pak, terima kasih atas bantuannya." Dosen ku berkata sambil berjabat tangan dengan salah satu polisi.
Akupun berdiri. Berusaha tegar menghadapi semua ini. Untungnya karena ada peristiwa ini, aktifitas kampus diliburkan sementara waktu. Aku dan yang lainnya memutuskan untuk pergi ke kostan Prayoga.
Matahari mulai meninggi. Menuju puncak dimana ia harus berada pada siang ini. Cuaca yang tadi mendung kini berangsur kembali cerah. Aku dan yang lainnya telah berada di rumah duka. Hendak mengantarkan salah satu sahabat ke tempat peristirahatan terakhirnya. Tidak banyak yang kami lakukan di rumah duka. Hanya berdiam diri melihat kesibukan di rumah duka. Ada banyak orang yang datang, mengucapkan duka cita, orang tua Agung hanya membalasnya dengan senyuman kecil. Bella terlihat sudah lebih tegar. Dia masih sering menangis, tapi Laras yang berdiri di sebelahnya terus menenangkan.
Ayah Agung menyambut para tamu. Ayah sahabat ku itu menerima satu per satu tamu dengan mata sembap.
Menjelang sore, proses pemakaman pun di mulai. Tubuh Agung telah terbungkus dengan kain kafan dan di masukan di dalam keranda. Aku dan termasuk lima orang lainnya mengangkat keranda menuju tempat peristirahatan terakhir Agung. Air mata ku masih keluar saat berjalan sambil mengangkat keranda. Aku tak kuasa menahan air mata ku yang terus keluar.
Matahari sudah beranjak turun di kaki langit, warna jingga terlihat sejauh mata memandang. Empat orang termasuk Ayah Agung sudah berada di dalam liang lahat, bersiap untuk menempatkan Agung di dalam liang.
"Selaman jalan, sahabat. Maafkan aku yang tidak bisa mencegah kejadian ini." Aku berkata di dalam hati.
Tak berselang lama, gundukan tanah kini telah menutupi seluruh liang lahat. Keluarga Agung melangkah maju, menaburkan bunga di atas makam. Aku menelan ludah. Agung, sahabat ku dari smp kini telah pergi untuk selamanya.
Para tamu yang mengantarkan jenazah Agung, perlahan meninggalkan pemakaman. Termasuk dengan ku serta Bella, Prayoga, dan Laras. Sebelum pergi, aku masih sempat melihat papan nisan sahabat ku. Dengan penuh kesedihan, kami semua benar-benar telah meninggalkan pemakanan.
***
Kami sedang berjalan kaki menuju kostan Prayoga yang kira-kira berjarak dua ratus meter dari kampus. Aku memutuskan untuk berhenti sebentar, pergi ke warung yang berada di pinggir jalan untuk membeli rokok dan minum. Laras mengeluarkan isi tasnya, hendak mengambil hpnya. Bella juga melakukan hal yang sama, mengambil handphone nya yang berada di dalam tasnya.
"Apa ada kabar dari si Fajar ia dimana Bel ?" Prayoga menoleh ke arah Bella.
"Emm ini ada, dia lagi di jalan katanya." Bella menjawab datar.
"Suruh dia ke kostan gua aja Bel." Suruh Prayoga.
"Kita ga beli makanan Dzaf ?" Laras berkata sambil menoleh ke arah ku.
"Aku ga laper Ras." Aku ga lapar Ras.
Sebenarnya aku sama sekali tidak lapar. Dalam situasi seperti ini, selera makan ku sangatlah hilang. Dengan perasaan yang masih sedih karna kehilangan sahabat ku. Tapi aku tetap perlu makan, agar aku kuat dalam menjalani hari ini.
Sepuluh menit kami berjalan akhirnya kita sampai juga di kostan Fajar. Jaraknya memang terbilang jauh untuk anak kostan ke kampus. Tapi mungkin, Fajar mempunyai alasan sendiri memilih tempat untuk kostnya.
Setibanya di kostan, entah kenapa rasa kesal ku kembali menghigapi. Aku hanya bisa bersandar di tembok dengan perasaan kesal. Beberapa kali tinju ku menghantam ke tembok kostan Fajar.
"Anjing !! kalau pelakunya udah ketauan siapa, gua bakal cincang-cincang itu orang!!" gumam ku marah.
Prayoga yang dari tadi memperhatikanku, langsung mengerutkan dahinya. "Kayaknya ada yang ga beres ini Dzaf."
Aku langsung reflek menengok ke arah Prayoga. "Ga beres gimana maksud lu ?" aku langsung bertanya penasaran.
Tiba-tiba Prayoga berdiri dari duduknya. Lalu bergaya seperti detektif layaknya di film kartun konan.
"Yaa… Agung dibunuh di wc kampus dan kejadiannya tadi malem, berarti ada kemungkinan bahwa pembunuhnya adalah mahasiswa kampus kita. Karena cuman anak ukm pecinta alam dan fotografi yang masih ada di kampus saat kemaren jam 10 malem. Dan yang kita tau kalau pengen masuk ke kampus jika udah jam 9 malem lewat itu harus nunjukin kartu tanda mahasiswa, jadi kemungkinan orang luar yang ngebunuh Agung itu mustahil.
"Dan Agung meninggal karna ditusuk dibagian leher menggunakan pisau, ada kemungkinan pembunuhnya adalah orang yang sama dengan yang ngebunuh Tina. Soalnya Tina juga juga dibunuh karna ditusuk oleh pisau dibagian leher."
Aku langsung berusaha untuk mencerna semua maksud dari omongan Prayoga. Aku mengerutkan dahi beberapa kali seakan berpikir keras.
"Hmm… Masuk akal juga sih omongan lu. Tapi, kalau bener masih anak kampus kita, siapa orangnya ? setau gua, Agung belum pernah punya masalah di kampus, apa lagi sama Senior." Aku sambil mengangkat bahu ku.
"Nah itu yang gua gatau, gua juga gamau asal nuduh orang tanpa ada bukti." Prayoga kembali duduk.
"Sebenernya, tadi malem gua masih di kampus sampe jam 10an sama Agung. Gua diem di rooftop bareng Agung buat ngeliat pemandangan malam. Terus pas mau balik, si Agung mau ke wc karna kebelet kencing dan nyuruh gua pulang duluan. Tanpa pikir panjang, gua langsung aja caw balik tanpa nungguin dia." Aku bercerita apa yang sebenarnya terjadi sebelum kejadian Agung tewas di bunuh.
"Apa jangan-jangan Agung ribut sama si pelakunya di wc ? jadi mereka berantem terus Agung di bunuh deh." Bella dengan polosnya berucap.
"Iya bisa jadi tuh, bener kata Bella." Laras menyetujui perkataan Bella.
"Buat masalah itu kita juga gatau bagaimana kejadian aslinya. Kita tunggu aja bagaimana hasil penyelidikan dari polisi. Toh polisi juga sedang nyelidikin kasus ini." Prayoga berkata meyakinkan semuanya.
Lalu terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa menuju kamar kostan Prayoga. Lalu suara langkah kaki itu berhenti tepat di depan pintu. Masih dengan nafas yang tersengal-sengal "Agung di bunuh ?" Tanya Fajar.
"Dari mana aja lu ?" Tanya ku kepada Fajar.
"Sorry banget tadi gua abis meeting sama client buat wedding sampe seharian, terus hp gua mati. Pas hp gua udah nya terus gua cek hp ada line bejibun di group rame yang ngebahas Agung tewas di bunuh di wc kampus." Fajar masih dengan nafas yang belum beraturan.
"Iya Jar." Bella menjawab pelan.
Fajar langsung tertunduk lesu dan duduk di depan pintu. Fajar sepertinya terpukul atas berita buruk yang baru saja ia dengar. Prayoga langsung menenangkannya dari belakang. Aku duduk bersandar di tembok. Suasana hening. Semuanya terpukul atas kejadian yang menimpa kami semua. Kita semua harus merelakan dua sahabat kita pergi untuk selama-lamanya. Sementara sang bulan semakin beranjak naik ke mana tempat ia semestinya berada.