Chereads / WEREWOLF : "THE GAME IS BEGINNING" / Chapter 8 - BAB 8 : KEJUTAN DI PAGI HARI

Chapter 8 - BAB 8 : KEJUTAN DI PAGI HARI

Aku mengetuk pintu rumah. Suasana rumah sudah mulai sepi seperti biasanya. Tak lama, pintu terbuka. Mama menyambut ku dengan senyuman. "Kamu dari mana aja jam segini baru pulang ?" Mama bertanya sambil menyuruh kumasuk ke dalam rumah.

"Dari kampus Ma." Aku menuju meja makan untuk melihat ada makanan apa yang bisa aku makan.

"Ko dari kampus pulang jam segini ?" Mama penasaran.

Sambil memakan tempe goreng yang ada di atas meja makan "Ia tadi nongkrong dulu Ma sama anak-anak di kampus. Sambil ngomongin kasus Tina."

Mama langsung bergabung bersama ku di meja makan. Dengan hanya menggunakan dasternya dan rambutnya yang di gulung. "Oh iya gimana itu pelaku yang ngebunuh temen mu udah ketangkep ?"

"Belum Ma, makannya tadi anak-anak ngira-ngira siapa pelakunya."

Di tengah-tengah perbincangan aku dan Mama, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dari arah kamar. Sontak, aku dan Mama pun menoleh ke arah kamar.

"Baru pulang kamu jam segini." Papa bertanya kepada ku.

Aku sempat terkaget karena ternyata Papa sedang berada di rumah. Akhir-akhir ini Papa selalu berangkat ke luar kota atau ke luar negeri. Makannya aku terheran ketika Papa berada di rumah.

"Lah, ko Papa ada di rumah ?" Aku terheran.

"Emang ga boleh ya Papa ada di rumah ?" Papa langsung duduk di meja makan.

"Ya kan biasanya Papa ke luar kota atau ke luar negeri mulu, ga pernah ada di rumah."

Semenjak di angkat menjadi manager di perusahaannya, Papa hampir dua minggu sekali pulang ke rumah. Bulan ini aja Papa udah pergi ke berbagai kota. Seperti ke Bali, Surabaya, Palembang dan yang terakhir kemarin ke Singapura. Kalau kotanya berdekatan, biasanya Papa langsung melanjutkan perjalanannya. Alasannya biar hemat ongkos ga kesana-kesini dulu katanya.

Karena aku tak mempunyai saudara kandung, aku jadi sangat kesepian bila sedang berada di rumah. Makannya tak ada hadirnya Papa di rumah menjadikan suasana rumah ini sangatlah sepi. Sehari-harinya ditemani oleh Mama atau engga Mbok Surti. Makannya saat-saat seperti ini adalah hal yang aku rindukan. Bisa duduk dalam satu meja bersama-sama dan mengobrol bersama.

Papa terlihat sangat kelelahan dari raut wajahnya. Aku bisa membayangkan pekerjaan Papa yang pastinya sangat melelahkan badan maupun otak. Terlihat raut wajah itu adalah seseorang yang sangat bekerja keras demi menafkahi keluargannya. Aku tau, Papa juga merasakan rindu terhadap keluarganya yang ia tinggalkan setiap harinya. Ia juga rindu dengan momen-momen seperti ini, sama halnya seperti ku.

"Enggalah, Papa juga cape kerja mulu butuh istirahat. Jadi Papa ambil libur buat dua hari." Papa sambil mengangkat bahunya.

Aku sendiri sangat senang mendengar itu. Walaupun mungkin aku tetap tidak akan bisa menghabiskan waktu seharian bareng Papa tapi, setidaknya Papa bisa pakai waktunya untuk beristirahat. Itu lebih baik untuk kesehatan Papa juga.

"Gimana kuliah mu ? dengar kata Mama, teman mu ada yang di bunuh ya ?" tanya Papa sambil menuangkan air putih ke gelas yang sudah ia raih sebelumnya.

"Baik Pa, seru-seru aja sejauh ini kalau masalah kuliah. Iya Pa, waktu pulang malam habis jarkom." Aku sambil menatap Papa.

"Udah ketemu pelakunya siapa sama polisi ?"

"Belum Pa."

"Makanya kamu hati-hati kalau pulang malam. Kalau di jalan sekiranya ada yang mencurigakan langsung telfon polisi atau menghindar sejauh mungkin." celetuk Mama menasihati.

Aku dan Papa kompak langsung menoleh ke arah Mama yang langsung memberi nasihat. Naluri seorang Ibu emang sangat kuat terhadap anaknya. Seperti barusan, Mama langsung khawati kepada ku yang akhir-akhir ini sering pulang malam. Aku hanya mengangguk mendengar nasihat Mama. Rasa cemas seorang ibu memang sangat tinggi. Apalagi teman anaknya sudah ada yang menjadi korban. Dan aku adalah anak yang dimiliki oleh Papa dan Mama. Jadi rasa khawatir mereka berdua terhadap ku adalah tanda kasih sayang mereka.

Pukul sebelas malam dan kami masih berada di meja makan mengobrolkan tentang ini-itu. Mulai dari bahas kuliah ku, online shop Mama, kerjaan Papa, rencana liburan akhir tahun dan segalanya. Walaupun sudah mau tengah malam, tapi momen seperti ini jarang sekali terjadi lagi di keluarga kami. Mama membuatkan kopi untuk ku dan Papa.

Obrolan yang sangat menyenangkan. Ditambah secangkir kopi buatan Mama yang selalu terasa mantap. Sepanjang menghabiskan kopi, Papa sesekali membuat lawakan yang terawa garing. Tapi, Mama tetap saja tertawa dengan lawakan Papa. Sedangkan aku, tertawa ringan karena dengan tidak mengerti dengan lawakan Papa. Juga percakapan tentang uang bulanan untuk Mama menghiasi pendengaran ku sepanjang menghabiskan secangkir kopi, hingga cangkir-cangkir di atas meja mulai kosong.

Aku sejak tadi sebenarnya ingin menceritakan mimpi yang kemarin aku alami. Aku sangatlah takut sesuatu hal yang buruk menimpaku. Tapi, setelah menimang-nimang mungkin tak usah aku ceritakan. Aku takut jika aku menceritakannya, justru akan membuat mereka cemas. Tapi tak ada salahnya untuk mencoba menceritakannya, pikir ku. Aku menatap Mama dan papa, bersiap-siap.

Mereka berdua justru sedang saling tatap. Seperti ada yang hendak dibicakan sekarang juga. Mama sedang memberi kode agar Papa segera bicara.

"Ada yang ingin Dzafran ceritain, Ma, Pa." aku berkata pelan.

"Ada yang ingin Papa omongin." Papa berkata pelan.

Kalimaku keluar bersamaan dengan kalimat Papa, kami saling berpandangan sebentar.

"Eh, Papa aja duluan yang ngomongnya sok." aku menjadi sedikit kikuk.

"Mungkin kamu aja yang duluan" Papa mempersilahkan.

"Enggan, Papa aja duluan sok."

Papa mengangguk setuju. "Jadi gini, Papa sepertinya bakal di mutasi dari kantor ke Surabaya. Jadi Papa pengen ngajak kamu dan Mama buat pindah ke sana."

Aku diam sejenak. Berusaha mencerna kalimat Papa.

"Pindah Pa ? tapi gimana dengan kuliah Dzafran ?"

"Entar Papa yang urus buat kamu pindah kampus di sana yang sesuai dengan jurusan kamu."

Entah kenapa mendengar rencana pindah rumah, aku menjadi kesal. Karena aku baru saja menemukan rasa nyaman dengan suasana kampus ku. Aku malas bila harus beradaptasi lagi dengan suasana yang baru. Lagipula, aku sudah mempunyai banyak teman di sini. Kalau aku pindah, bagaimana dengan teman-teman ku disini ?

"Kamu bisa berpikir lebih dulu kok, mau ikut Papa pindah atau engga."

"Tadi kamu mau cerita apa Dzaf?" tanya Mama.

Aku menghela nafas panjang. Diam sejenak. "Engga Ma ga penting juga ko. Dzafran ke kamar dulu ya ngantuk." aku langsung beranjak meninggalkan meja makan.

Terlihat Mama langsung menepuk dahinya. Papa hanya terdiam melihatku pergi meninggalkan meja makan.

"Tuhkan Mama udah bilang, Dzafran pasti ga setuju Pa." Mama berbisik.

"Kita tunggu aja sampe dia memberi keputusannya Ma." Papa berkata pelan.

***

Matahari menyambut ku dengan ramah pagi ini. Seperti biasa, aku menelusuri jalanan kota Bandung dengan penuh kesabaran. Kemacetan masih sesekali menghiasi jalanan pagi ini. Angkot-angkot masih tidak terkendali dalam berhenti dimana saja. Motor-motor mengencangkan kecepatannya ketika lampu berwarna hijau. Namun bedanya, ada Bella yang ku bonceng di belakang.

Pagi ini memang ada sesuatu yang berbeda. Tadi pagi sekali saat aku masih terbenam dalam selimut dengan rasa kantuk yang masih tak tertahankan, hp ku berdering sangat keras. Aku terperanjat saat mengetahui bahwa Bella menelfon ku untuk memintaku menjemputnya saat hendak pergi ke kampus. Rasa kantuk yang tadinya masih menghinggapipun langsung sirna saat mendengar suara Bella.

Sontak hari ku menjadi bersemangat, bagaimana tidak ? senyum Bella akan menjadi hal yang paling membuatku senang pada hari ini. Aku bergegas mandi dan sarapan bersama Mama. Hanya melakukan obrolan singkat, aku salam dan berpamitan kepada Mama. Aku mengebut sepeda motor ku. Tak peduli jalanan padat atau tidak, aku meluak-liuk di kerumanan mobil dan motor.

Kira-kira sekitar setengah jam aku tiba di rumah Bella. Jarak rumah Bella dengan rumah ku memang bisa di bilang jauh. Tapi, demi cinta itu tidak akan terasa jauh. Sedikit agak lebay memang tapi itulah kenyataannya. Setiap insan yang pernah jatuh cinta pasti pernah merasakannya. Terkadang kita sampai lupa waktu karena terus sibuk mengkhawatirkannya. Sampai tidak memperdulikan orang yang sedang mengkhawatirkan kita sendiri.

Bella sudah menunggu ku di depan pagar rumah nya. Seperti yang sudah aku duga, Bella menyambutku dengan senyuman manisnya. Akupun membalas senyumannya. Bella langsung naik ke sepeda motorku. Lalu aku menancap gas dan hilang di persimpangan jalan.

Di tengah perjalanan, aku hanya sesekali berbincang dengan Bella. Karena rasa canggung masih menghigapi seluruh hati. Sampai tak disadari, waktu ku terbuang banyak di jalanan. Melihat angkot-angkot yang seperti biasanya berhenti tak tahu aturan.

Jarak kampus dari rumah Bella lumayan jauh. Membutuhkan waktu setengah jam untuk tiba. Jadi bila di total aku sudah melakukan perjalanan selama satu jam. Untung saja aku berangkat lebih pagi dari biasanya, jadi saat setibanya di kampus masih bisa nongkrong di kantin seperti biasanya.

Aku menyetandarkan motor ku. Meletakan helm di tempat yang semestinya. Bella mengikutiku di belakang. Aku menyusuri lorong-lorong yang sekarang mulai membuat ku nyaman saat melihatnya. Tapi, ada yang aneh. Saat aku sedang berjalan di lorong, tiba-tiba ada segelintir mahasiswa yang berlari ke arah wc kampus. Bukan hanya satu atau dua orang, tapi lebih dari itu.

Aku dan Bella hanya bisa bertatapan sambil memikirkan apa yang sedang mereka kejar di lantai atas ? "Eh itu anak-anak kenapa ya pada lari ke wc ngapain? Terus itu kaya banyak orang gitu pada kumpul." Bella penasaran.

"Gatau aku juga ada apaan, mending kita cek aja ke sana yu!"

tanpa membuang waktu karena rasa penasaran, aku dan Bella memutuskan untuk berbelok ke arah wc kampus. Dari tujuan yang asalnya pergi ke kantin, belok terlebih dahulu ke tempat yang sebenarnya belum aku tau.

Setibanya di tempat, aku melihat setumpuk mahasiswa berkumpul di depan wc kampus. Disana ada juga beberapa dosen yang seperti mengamankan para mahasiswa. Aku dan Bella semakin penasaran apa yang menjadi alasan di balik keramaian itu. Setelah saling tatap dan mengangguk, akhirnya aku menuju tempat yang sedang ramai itu, untuk mengetahui alasannya.

Aku mencoba masuk dari selah-selah badan para mahasiswa. Bella yang sedari tadi berada di belakangku, aku genggam tangannya agar ia bisa masuk juga ke tengah keramaian. "Misii… permisi…." sambil melangkahkan kaki dengan hati-hati.

Akhirnya aku bisa menembus keramaian, melihat pintu wc yang terbuka sekarang di depan mata ku. Aku langsung berjalan ke arah wc, diikuti Bella di belakang.

"Astagfirulloh…..!!" aku terkaget saat melihat ke dalam.

Aku melihat seorang laki-laki yang tergeletak di lantai kamar mandi dengan bercucurah darah. Sepertinya darahnya mengalir dari leher. Tapi, sepertinya aku kenal sosok laki-laki tersebut. Muka penuh dengan darah dan luka goresan pisau berada di pipi kiri dan kanannya. Setelah aku semakin mendekat, ternyat itu adalah Agung.

"Huuuuwaaaaa... !!!" Suara teriakan Bella pecah di dalam kamar mandi.

Disusul dengan teriakanku yang tak kalah kencang dari Bella.

"Gung woy !! Agungg !!" Aku tak kuasa menahan air mata yang langsung saja jatuh membasahi pipi.

Ternyata dibalik keramaian para mahasiswa ini adalah Agung penyebabnya. Agung tewas, terbunuh. Seperti halnya Tina, yang di bunuh.