Gerimis turun membasahi tanah yang kering. Percikan air yang menhantam tanah terdengar seperti berirama. Hawa dingin menyelimuti beserta angin yang semilir datang sillih berganti. Hewan-hewan berlarian mencari tempat perlindungan dari derasnya air hujan malam ini. Daun-daun yang tertiup angin berguguran satu persatu. Pohon-pohon bergerak karena tertiup angin yang mulai kencang berhembus. Hutan ini kembali datang dalam mimpi.
Aku tak mengerti situasi seperti apa yang sedang aku hadapi kali ini. Dengan rasa takut yang bersarang di dalam hati. Dengan tetes air yang semakin deras membasahi tubuhku, aku berlari sekuat tenaga mencari titik aman. Sesekali aku menoleh kebelakang, memastikan hal yang buruk dari tadi sedang mengejarku masih ada disana atau tidak.
"Sial, sepertinya ia masih mengikutiku dengan tombak peraknya." Aku berkata dalam hati dan terus berlari tanpa menghiraukan apa yang ada didepanku.
Aku menabrak semak belukar yang penuh duri tanpa memikirkan goresan ditubuhku. Terus berlari kedepan tanpa memperdulikan apa yang ada di ujung pelarianku ini. Setengah jam yang lalu, semuanya baik-baik saja. Aku dan Bella sedang menikmati suasana langit yang dipenuhi bintang didekat api unggun. Aku sengaja menjaga nyala apinya agar Bella tetap merasa hangat ditengah angin yang berhembus kencang. Suasana malam ini sangat indah. Sebelum seseorang yang memakai topeng dan membawah tombak berwarna perak langsung menikam Bella dari belakang.
Apa salah aku dan Bella ? kita hanya sedang ingin menikmati suasana malam ini di hutan atas kota. Setelah aku mendirikan tenda dan Bella tertawa melihat ekpresiku yang senang karena dari tadi aku selalu gagal mendirikan tenda masih terekam jelas dipikiranku. Momen ini tak bisa dibeli dengan apapun. Dibawah langit, didekat perapian aku dan Bella duduk bersebelahan. Menceritakan apapun yang bisa membuat kita tertawa. Sesekali Bella bersandar dipundak ku karena tak kuasa menahan tawa.
Tapi lima belas menit berselang, semua itu berubah derastis. Wajah Bella berseri indah terkena sinar rembulan tiba-tiba langsung diam terpaku. Mulutnya terbuka seperti menahan sakit yang amat sangat. Aku yang melihat itu, langsung terdiam terpaku karena terkaget. Aku masih menatap ke arah Bella, kepalanya lansung menatap ke bawah perutnya. ASTAGA! Ada sebuah tombak menghantam tepat diperut Bella. Darahpun langsung bercucuran mengotori baju Bella.
Aku yang menyadarinya, hanya bisa melihat tertegun tanpa keluar satu katapun dari dalam mulutku. Bella menoleh kearahku. Dari matanya, seakan ia ingin mengatakan "Tolong aku !!" tapi sayangnya aku tak bisa berbuat apa-apa.
Lalu aku pindahkan pandanganku sisi lainnya. Hendak mengetahui alasan kenapa tombak berwarna perak itu bisa menembus perut Bella. Mataku menganga, seakan tak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Seseorang dengan memakai topeng dan bertelanjang dada berdiri gagah dibelakang. Seakan ia sedang tersenyum senang karena telah membunuh Bella dari balik topengnya. Tak lama, ia langsung menggerakan tanggannya. Hendak mencabut tombak peraknya yang dari tadi terbenam di dalam perut Bella.
Bella yang berada disebelahku sudah tergeletak tak berdaya. Orang aneh yang memakai topeng sudah berhasil mencabut tombak peraknya. Tombaknya langsung diarahkan kepadaku. Tepat diarahkannya ke wajahku. Sebelum tombaknya berhasil mengenai wajahku, aku langsung melompat untuk menghindar. Seketika aku langsung berdiri dan langsung berlari sejauh apapun aku bisa.
Aku tak tahu sedang berlari kemana. Ke utara ? selatan ? timur ? atau barat ? aku tak tau kearah mana aku berlari. Yang jelas aku harus segera menghindar dari orang gila bertopeng itu sejauh mungkin. Yang aku bisa sekarang hanya terus menggerakan kakiku secepat mungkin. Sesekali aku menoleh kebelakang. Orang bertopeng itu masih mengejark sambil mengacungkan tombak peraknya.
Kakiku mulai bergetar. Keringat mulai bercucuran tak beraturan. Rasa takut karena kematian menghigapi seluruh hatiku. Aku langsung berpikir bagaimana raut wajah Mama bila ia tau aku mati? Bagaimana raut wajah Papa saat tau jagoan kecilnya mati terbunuh ? semua pertanyaan itu langsung terlintas begitu saja di dalam benakku.
"Lagipula, dari mana datangnya orang bertopeng ini ? apa alasannya ia hendak membunuhku ? kenapa ia juga membunuh Bella ? apa yang telah aku lakukan sehingga ia marah dan membunuh Bella ? dan sekarang ia sedang mengejarku dengan beringas." Dengan masih berlari aku tiba-tiba memikirkan semua jawaban atas pertanyaan yang tiba-tiba muncul begitu saja di dalam pikirannku.
Aku melompati parit kecil yang berada didepanku. Sesekali aku hampir terjatuh karena tanah yang menjadi licin karena derasnya hujan. Nafasku mulai tak beraturan. Hampir setengah jam aku berlari mencoba meloloskan diri dari kejaran orang gila bertopeng yang mau membunuhku.
Tubuhku mulai merasa lelah karena langkahku semakin berat dengan tanah yang terguyur air hujan. Sepatu yang tadi aku pakai sudah tak terlihat lagi warnanya karena sudah tertutup dengan lumpur. Aku melihat-lihat sekitarku, siapa tau ada tempat untuk bersembunyi dari kejaran orang aneh ini. Tapi aku tak melihat apa-apa, semuanya gelap tertutup kabut yang mulai menyelimuti hutan ini karena derasnya air hujan.
Jarak pandangku tak lebih dari lima meter. Belum lagi ditambah karena derasnya hujan membuat mataku tak bisa terbuka dengan sempurna. Aku terus fokus dengan apa yang ada didepan. Terus berlari berharap lolos dari kejaran orang yang bisa mengambil nyawaku kali ini.
Karena gelap, aku tak melihat jurang yang ada didepanku. Saat kakiku hendak melangkah ke permukaan tanah, seketika permukaan tanah itu hilang. Aku kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke dalam jurang. Tubuhku bergelinding menyusuri tanah. Terpuntang-puntang panting sebelum akhirnya tubuhku menghantam sebuah batu besar.
Punggungku menghantam batu besar itu dengan sangat keras. Kesadaranku masih terjaga, walaupun pandanganku sudah mulai pudar. Nafasku semakin tak beraturan, apalagi jantungku sangat kencang berdentum karena situasi mengerikan ini.
Aku mencoba bangkit dan duduk bersandar di batu besar yang baru saja aku hantam dengan menggunakan punggungku. Namun sepertinya punggungku cedera serius. Aku meringis kesakitan saat punggungku menyentuh batu besar itu. Sepetinya beberapa tulang rusukku patah. Dengan masih menahan rasa sakit, aku mendongkak kepalaku keatas. Memastikan apakah orang gila bertopeng itu masih mengerjarku atau tidak.
"Sepertinya ia tidak mengikutiku turun ke jurang ini." Aku berkata lega. Setidaknya aku masih bisa selamat dari kejaran orang gila bertopeng itu.
Dengan nafas yang masih tersengal, aku mencoba berdiri. Dengan beberapa kali usaha, akhirnya aku berhasil berdiri kokoh. Walaupun rasa sakit dipunggungku amatlah sangat menyiksa. Sekarang aku mencoba untuk mencari tempat yang aman. Siapa tau orang gila itu masih mengejarku dengan cara mencari jalan lain untuk tiba ketempatku terjatuh.
Aku harus segera bergegas meninggalkan tempat ini. Tapi aku tak tahu harus kemana dan kearah mana, karena hutan ini sangatlah gelap. Aku melangkahkan kaki dengan sekuat tenaga, mencoba untuk meninggalkan tempat aku terjatuh tadi. Sambil berharap menemukan tempat yang aman untuk bersembunyi dan berteduh dari derasnya hujan. Dengan tubuh yang mulai menggigil karena kedinginan, aku melangkah maju.
Aku melihat-lihat sekitarku kembali, berharap ada sebuah gua atau apalah yang bisa dijadikan tempat untuk berlindung.
Setelah lama aku berjalan, lalu sampailah aku kesebuah tempat yang banyak rumput liar tinggi menjulang. Tingginya hampir menutupi wajahku. Aku masuk dan mulai menelusuri ladang yang dipenuhi rumput liar ini. Tanganku mengibas-ngibaskan rumput luar yang menghalangi jalan.
"Sepertinya ladang ini cukup luas." Aku berkata dalam hati sambil terus berjalan maju.
Air hujan tak lagi jatuh ke tanah. Awan gelap dilangit yang tadi menutupi keindahan bintang-bintang mulai perlahan pergi. Sinar rembulan kembali menyinari bumi, bersama bintang-bintang yang menemani disekitarnya. Hujan reda disaat aku telah mencapai batas ujung dari ladang ini.
Dari balik ladang yang dipenuhi rumput liar ini, ternyata ada sebuah rumah dengan arsitektur jaman dulu. Rumah itu terang dengan lampu yang menyala dari dalam. Tanpa berpikir panjang, aku melangkahkan kaki menuju rumah tersebut. Berharap ada seseorang yang bisa menolongku dan memberikan pakaian hangat untukku.
Aku membuka pintu pagar rumah tersebut yang terbuat dari kayu dengan hati-hati. Bermaksud agar tidak membuat keributan. Aku mengetuk pintu rumah tersebut. Tapi tak ada respon dari dalam. Aku mencobanya sekali lagi dengan mengetuk agak keras. Lalu terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah. Terdengar suara kunci, dan pintu mulai terbuka.
Sesosok wanita tua berumur tujuh puluh tahunan membukakan pintu dari dalam. Ia menggengam tongkat di lengan kirinya yang bertujuan untuk menopang tubuhnya ketika ia berjalan. Aku hampir terkaget karena aku pikir, ia membawa tombak seperti orang gila bertopeng yang tadi mengejarku.
"Maaf mengganggu malam-malam begini. Saya tersesat dan kehujanan, boleh saya menumpang disini untuk bermalam ?" Tanya ku sambil menahan rasa dingin. Wanita tua itu mempersilahkan aku masuk.
Akupun masuk dan mengikutinya dari belakang. Terlihat rumahnya berdindingkan kayu dan dipenuhi barang-barang klasik. Ada banyak hiasan dari kayu, rotan, manik-manik dan rajutan di dinding. Semua tertata rapi. Meja dan kursinya terbuat dari kayu dan potongan bambu. Ada vas bunga yang digantungkan disamping jendela rumah berwarna kuning. Gemeletuk nyala perapian terdengar, dari sanalah rasa hangat datang. Aku dipersilahkan duduk di kursi kayu yang berada di tengah rumah. Wanita itu mengambilkan handuk untuk membersihkan tubuhku yang basah kuyup. Aku langsung mengambilnya dan membersihkan seluruh tubuhku dan menjadikan handuk itu sebagai selimut.
"Apa yang sedang dilakukan anak muda sepertimu di dalam hutan malam-malam begini ?" tanya wanita tua itu kepadaku.
"Saya sedang berkemah bersama teman saya, sebelum tiba-tiba teman saya dibunuh oleh seseorang dengan tombak oleh orang yang memakai topeng aneh. Lalu saya lari dan terjatuh ke jurang, terus menemukan rumah ini setelah melewati ladang yang dipenuhi rumput liar yang menjulang tinggi." Aku menjawab dengan tubuh yang masih menggigil kedinginan.
"Oh ya ? sungguh malang nasibmu Nak, untung saja kau berhasil lolos." Wanita tua itu berkata sambil memberikan segelas minuman hangat kepadaku.
Aku langsung meminum minuman hangat yang disodorkan kepadaku. Rasanya sangat enak dan langsung membuat tubuhku hangat seketika.
"Temanmu mungkin telah dibunuh oleh hantu hutan ini."
"Apa hantu ?" Aku terkaget mendengar perkataan wanita tua itu. Mana mungkin hantu bisa membunuh manusia ? karena barusan jelas-jelas aku melihat seorang manusia yang memakai topeng dan membawa tombak berwarna perak yang membunuh Bella. Bukan hantu yang seperti dikatakan oleh wanita tua tersebut.
"Ia bukanlah hantu sungguhan Nak. Ia adalah seorang manusia, namun dijuluki sebagai hantu hutan ini." Wanita itu menjawab pertanyaanku sambil sedikit tertawa.
Mendengar perkataan wanita tua tersebut, aku hanya bisa terdiam sambil memegangi gelas yang berisikan minuman hangat di dalamnya.
"Tak ada yang tahu identetitas dia, namun berita tentangnya sudah lama terdengar semenjak banyak orang yang meninggal ketika berkemah di hutan ini." Wanita tua tersebut kembali melanjutkan ceritanya.
"Tapi kenapa ia membunuh orang yang berkemah di hutan ini ?"
"Entahlah, hanya ia yang tahu alasannya kenapa ia melakukan hal tersebut. Yang jelas sudah banyak korban jiwa yang berjatuhan di hutan ini."
Buluk kudukku seketika merinding mendengar perkataan wanita tua tersebut. Entah kenapa itu sangatlah menyeramkan untukku. Untunglah aku berhasil lolos dari kejarannya orang gila bertopeng yang dijuluki hantu hutan tersebut.
Aku menghabiskan minuman yang ada ditanganku. Lalu wanita tua itu kembali dari salah satu kamar dan membawakanku sebuah pakaian dan menyuruhku untuk mengganti pakaianku yang basah karena air hujan.
"Pakailah pakaian ini. Pakaian ini bekas almarhum suamiku, tapi masih layak untuk dipakai. Dan kelihatannya cocok untuk dipakai olehmu. Silahkan berganti pakaian dikamar atas, kamar diatas adalah kamar bekas anakku. Anggap saja rumah sendiri." Wanita tua itu berkata dengan sangat halus dan sambil tersenyum.
Akupun membalas dengan senyuman. Entah harus dengan cara apa aku membalas kebaikannya. Akupun berterima kasih dan langsung menuju kamar yang berada dilantai atas. Wanita tua itu mengantarku sampai kedepan kamar.
"Terima kasih banyak telah mengizinkan saya menumpang bermalam." Aku menatap tulus.
"Tidak perlu, Nak. Aku senang ada tamu yang menginap di rumah ini. Karena sudah lama aku tak kedatangan tamu sejak suamiku meninggal lima tahun yang lalu. Selamat beristirhat."
Wanita tua itu melangkah meninggalkanku. Aku menatap punggungnya yang menuruni anak tangga. Ternyata malam ini aku tidak perlu di dalam gua atau di bawah pohon.
Sebenarnya, aku masih punya pertanyaan soal hantu hutan yang dikatakan wanita tua itu. Aku ingin lebih tahu tentangnya. Tapi, sekarang waktunya beristirahat, sudah hampir pukul dua belas malam.
Ruangan kamar diatas ternyata tidak begitu luas. Hanya ada sebuah kasur dan satu lemari kecil disampingnya. Karena takut masuk angin, aku langsung bergegas mengganti pakaiannku dan langsung tidur diatas kasur yang lumayan empuk itu. Sambil berpikir bagaimana aku harus menjelaskan kepada orang tua Bella jika pulang nanti? Lalu bagaimana jasad Bella sekarang ? karena letih, tak lama aku berbaring, akupun langsung terlelap tidur.
Cahaya matahari yang menembus jendela kamarku, langsung membangunkanku dari tidur. Aku menguap karena rasanya aku masih mengantuk setelah harus berlari dari kejaran orang gila bertopeng. Aku langsung teringat kembali kejadian tadi malam. Bella dibunuh oleh seseorang dan aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa menatapnya kesakitan karena tombak perak bersarang diperutnya.
Aku yang mengingatnya, hanya bisa terdiam kembali di atas kasur. Tiba-tiba tak kusadari, air mata berlinang dipipiku. Aku tak kuasa mengingat hal yang mengerikan yang baru saja aku alami. Dan sekarang aku terbangun di salah satu kamar rumah wanita tua yang baik hati. Karena kebaikannya, aku sampai lupa menanyakan siapa namanya.
Aku keluar kamar dan menuruni anak tangga untuk turun ke bawah. Wanita tua itu sedang menyiapkan sarapan saat aku turun.
"Selamat pagi, Nak."
"Selamat pagi juga Nek. Saya hampir lupa mengenalkan diri kemarin malam. Nama saya Dzafran. Maaf sudah merepotkan bermalam disini."
"Tidak apa-apa, aku memakluminya. Nama ku Dewi. Tapi panggil Nenek juga tak terlalu buruk untuk wanita tua seusiaku." Wanita tua tersebut tersenyum lebar ke arahku. "Aku sedang membuat roti lezat. Ayo, silahkan duduk. Mari kita sarapan bersama."
Wanita tua itu menghidangkan piring berisi roti di atas meja, dengan selai madu dan segelas susu hangat. Wanita tua tersebut mengingatkanku kepada Mama di rumah, yang tiap pagi menyiapkan sarapan untukku. Sama seperti halnya wanita tua tersebut, Mama juga sering membuatkanku roti lapis untuk dijadikan sarapan. Bedanya, Mama lebih sering menghidangkan jus buah dari pada susu sebagai teman dari roti lapis yang dibuatkan oleh Mama.
"Kamu sepertinya lapar sekali ya?" wanita tua menatapku yang makan dengan lahap.
Aku hanya tersenyum malu mendengar pertanyaan yang diajukan wanita tua tersebut. Karena tak bisa dipungkiri, kejadian kemarin malam sangatlah menguras energiku. Entah sudah berapa kilometer aku berlari selama kurang lebih satu jam di hutan ini, sampai aku menemukan rumah ini.
Sepertinya saat ini, saat yang tepat untuk lebih jauh mencari informasi tentang si hantu hutan alias orang bertopeng gila yang kemarin malam mengejarku dan telah membunuh Bella.
"Kalau boleh saya tahu, kenapa Nenek tahu tentang si hantu hutan itu ?" Tanya ku kepada wanita tua tersebut sambil menelan sarapanku.
Wanita tua tersebut tersenyum getir. "Tentu saja aku tahu, Nak. Lima tahun yang lalu, suamiku sedang mencari kayu untuk perapian di tengah hutan saat malam hari. Saat jam sudah menunjukan pukul satu dini hari, suamiku belum kunjung pulang. Aku sangatlah khawatir sekali padanya. Sampai pagi hari, ia masih belum pulang juga. Akupun memutuskan untuk mencarinya ke tengah hutan. Aku kaget saat menemukannya tergeletak dibawah pohon dengan lumuran darah dari perutnya. Ia seperti telah ditusuk oleh benda yang sangat tajam diperutnya. Akupun memanggil polisi. Dan setelah kejadian suamiku meninggal, muncul kembali korban-korban yang tewas di hutan ini dengan luka yang sama seperti suamiku. Sampai akhirnya sebutan hantu hutan menyebar luas disini. Entah siapa yang menciptakan sebutan itu, yang jelas aku tahu dia karena telah merenggut nyawa suamiku."
Wanita tua itu diam sejenak, wajahnya berkabut.
"Suamiku adalah orang yang baik. Orang-orang disekitar sini sangatlah menghormatinya. Ia sangatlah rajin pergi ke dalam hutan hanya untuk mencari ranting pohon yang jatuh atau untuk mencari makanan hewan ternak. Selama kami tinggal disini, itu tidak masalah. Namun semenjak lima tahun yang lalu, hutan ini sudah tak aman. Banyak orang-orang yang tadinya tinggal di hutan ini pergi ke kota karena takut pergi ke hutan dan bertemu si hantu hutan.
"Kamu bertanya padaku, Nak. Kenapa aku tahu tentang hantu hutan itu ? Karena akulah salah seorang istri yang kehilangan suaminya karena dibunuh oleh hantu hutan itu."
Aku seakan terenyak di kursiku, menatap wanita tua itu tidak percaya.
Wanita tua itu beranjak dari kursinya mengangkat piring yang kotor dan meletakannya ke dapur. Sementara aku masih diam, tidak tahu harus berkomentar apa tentang cerita yang disampaikan wanita tua tersebut.
Lalu wanita tua tersebut kembali bertanya padaku. "Lantas apa rencanamu setelah ini, Nak ?"
"Saya akan kembali ke tempat saya berkemah, Nek. Melihat jasad teman saya masih ada disana atau tidak. Lalu memanggil polisi dan pulang ke rumah."
"Semoga jasad temanmu masih ada disana agar pihak keluarga bisa menguburkannya dengan semestinya." Wanita tua itu berkata dengan nada serak.
Setelah sarapan, akupun bergegas untuk menuju tempat dimana aku berkemah dan tempat dimana mungkin jasad Bella masih meringkuk terkapar disana. Akupun berpamitan dan mengucapkan terima kasih sekali lagi atas kebaikan wanita tua tersebut sebelum aku pergi.
"Saya berterima-kasih banyak kepada Nenek telah memperbolehkan saya untuk menginap disini dan dibuatkan sarapan pagi." Aku berkata sambil menundukan badan.
Sebenarnya aku masih betah berada di rumah ini. Suasanya yang hangat, udara disekitarnya yang sejuk, belum lagi tuan rumahnya yang sangat ramah, membuat aku senang tinggal disini. Rasanya engga meninggalkan rumah ini dan kembali membuat wanita tua itu sendirian. Ia pasti sangatlah kesepian semenjak kepergian suaminya karena dibunuh oleh hantu hutas alias orang gila bertopeng itu. Entah bagaimana rasanya hidup sendirian di tengah hutan seperti ini. Aku beruntung bisa singgah di rumah ini walaupun sebentar tapi membuatku senang.
Tapi, entah kenapa aku menjadi seperti mual. Kepalaku tiba-tiba pusing dan rasa mual ini tak tertahankan. Wanita tua itu sempat panik saat tubuhku tiba-tiba merengkuh karena mual dan tanganku memegani kepalaku yang tiba-tiba pusing.
Aku mencoba untuk menyeimbangkan tubuhku. Seakan mencoba untuk tidak ambruk ke lantai rumah wanita tua ini yang sudah berbaik hati memperbolehkan ku menginap dirumahnya. Setelah tubuhku merasa seimbang, akupun kembali berpamitan. Walaupun wanita tua itu sudah menyarankan untuk kembali beristirahat sampai tubuhku benar-benar sehat. Tapi, aku menolaknya karena tak mau terus-terus merepotkannya.
Wanita tua itu mengantarkanku sampai kedapan pintu depan rumahnya. Aku bersalaman kepadanya, dan mencoba membuka pintu depan. Setelah aku buka pintu depan, ternyata sosok yang tak terduga muncul. ASTAGA! si hantu hutan alias orang gila bertopeng yang tadi malam membunuh Bella dan mengejarku, kini ada dihadapanku. Berdiri dengan gagah sambil membawa tombak peraknya dan memakai topeng yang sama.
Kepalaku semakin sakit dan pandanganku mulai buyar. Rasa mual seakan memuncak dan tak bisa aku tahan lagi. Aku sempat menengok kebelakang, aku ingin melihat bagaimana raut wajah wanita tua itu melihat ada sosok yang membunuh suaminya lima tahun yang lalu. Namun, entah kenapa ia tak ada disana. Wanita tua yang tadi berada dibelakangku sudah tak ada disana. Sejak kapan ia pergi ?
Lalu aku kembali menatap ke arah depan. Tanpa sadar, tubuhku mulai ambruk tak kuasa menahan rasa sakit yang bersarang dikepala dan rasa mual yang tak tertahankan. Pandanganku yang mulai buyar pun melihat si orang gila bertopeng itu sudah mengacungkan tombaknya ke arahku. Lalu sepersekian detik, orang gila bertopeng itu menghantamkan tombaknya ke arah ku.
Akupun terbangun dari mimpiku. Dengan keringat yang bercucuran disekujur tubuhku.
Hatiku merasa kesal atas mimpi yang baru saja aku alami. Mimpi yang kemarin malam datang, kini datang kembali malam ini. Bedanya, jika kemarin malam mimpinya tidak terlalu jelas. Tapi barusan, mimpinya sangatlah jelas dan terasa amat nyata. Aku masih seakan tidak percaya bahwa yang barusan aku alami hanyalah mimpi.
Sinar matahari telah memasuki ruangan kamarku. Menembus kaca dari jendela kamar. Mama mungkin sudah menyingkapkan tirai jendela kamarku dari tadi shubuh. Aku yang masih tediam di atas kasur dan sambil berupaya mengumpulkan semua nyawaku. Kadang sesekali, aku mencubiti tubuhku karena mimpi yang baru saja aku alami seperti nyata.
Setelah memastikan bahwa hal yang tadi aku alami adalah mimpi, aku bergegas untuk turun keruangan tengah untuk bergabung sarapan bersama Mama. Saat aku turun, benar saja Mama sedang menyiapkan sarapan di meja makan.
Aku menuruni anak tangga, Mama yang menyadari kedatanganku langsung menyapaku.
"Selamat pagi, kak. Baru aja Mama mau bangunin kamu." Mama berkata sambil menyiapkan piring yang berisikan roti lapis di atas meja.
Akupun menjawab sambil langsung duduk di kursi meja makan.
"Selamat pagi juga, Ma. Iya tadi kebangun karna mimpi buruk Ma."
"Dari kemarin perasaan mimpi buruk mulu, ga berdoa ya tadi malem pas mau tidur ?" Tanya Mama sambil menaruh jus jambu di atas meja.
"Gatau Ma, Mimpi yang kemaren dateng lagi." Aku mengucek-ngucek mataku yang pandangannya masih sedikit buyar.
"Udah gausah dipikirin, sekarang mending kamu buruan sarapan." Mama mencairkan suasana.
Aku langsung menyantap roti di atas piring yang sudah disiapkan oleh Mama.
"Papa belum pulang yah Ma ?"
"Udah ko. Papa mu pulang tadi shubuh, sekarang masih tidur di kamar." Jawab Mama yang sekarang sudah duduk dihadapanku.
"Ko ga ikut sarapan baren kita ?" Tanya ku sambil mengambil gelas yang penuh dengan jus jambu.
"Mama ga tega bangunkan Papa mu. Kayaknya dia cape banget abis perjalanan pulang."
Aku menyantap roti lapis dengan lahap. Entah kenapa roti Mama sangatah lezat. Tapi rasanya seakan mengingatkanku pada sesuatu.
Mama yang melihatku tiba-tiba diam melamun, langsung menayakan apa yang sedang terjadi kepadaku. "Kamu kenapa ? Ada yang salah dengan rotinya ya ?" Tanya Mama heran.
"Engga ko Ma, gapapa cuman aku seakan de javu aja."
Lalu aku sadar dengan kejadian dimana saat aku berada di alam mimpi. Hal sekarang sama seperti saat melakukan sarapan bersama wanita tua di dalam mimpiku. Karena mengingatnya, entah kenapa kepalaku mendadak terasa sakit dan pusing. Aku langsung megangi kepalaku. Mama yang melihat langsung terlihat panik dan menanyakan keadaanku.
Tapi disaat Mama sedang panik dan menghampiriku, tiba-tiba terdengar suara bel rumahku berbunyi. Tak berselang lama, seseoang yang dibalik pintuku mengetuk pintu. Aku yang mendengarnya langsung reflek menoleh ke arah pintu. Dan langsung beranjak dari kursi untuk membukakan pintu.
Perasaan de javu ini sangatlah kental terasa. Kejadian yang baru aku alami di dalam mimpi seperti menjadi kenyataan. Aku yang penasaran siapa yang berada dibalik pintu rumah, langsung bergegas untuk membukakan pintu. Dengan kepala yang masih terasa sakit dan pusing, Mama menawarkan untuk dia saja yang membukakan pintu. Tapi aku tak mendengarkan tawaran Mama dan tetap menuju pintu untuk membukakan pintu.
Saat aku akan membuka pintu, timbul rasa takut yang menghampiriku. Aku takut yang dibalik pintu itu adalah si hantu hutan alias orang gila bertopeng yang berada di dalam mimpiku. Ia sedang berdiri gagah dengan memegangi tombak peraknya menungguku untu membukakan pintu lalu ia akan menghantamkan tombaknya ke arahku.
Tapi pikiran itu langsung tersingkir, karena pikiranku mengatakan bahwa itu mustahil terjadi. Apa ia orang yang di mimpi bakalan hadir di dunia nyata ? Lagian masa iya ada orang bertelanjang dada dan memakai topeng terus membawa tombak bisa leluasa ke daerah komplek rumah ku. Mungkin ia akan lebih dulu diamankan oleh satpam komplek. Tapi bagaimana kalau satpam komplek justru dibunuh terlebih dulu olehnya ? Pikiranku yang tak masuk akal kembali datang.
Aku memberanikan diri untuk membukakan pintu rumahku, sambil bersiaga bilamana pemikiran mustahilku itu benar. Saat aku membukakan pintu, ternyata sosok yang dibalik pintu itu adalah Agung. Hatiku langsung merasa lega dan plong. Memang benar, pemikiranku barusan itu mustahil.
Belum aku mempersilahkan ia masuk, Agung sudah mengatakan hal yang lebih mengerikan buatku dan membuatku terdiam terpaku dan langsung gemetar.
"Tina meninggal Dzaf. Ia dibunuh tadi malem saat balik ke rumah dari rumah Bella." Agung berkata dengan nada pelan.
Aku gemetar. Seakan tak percaya dengan perkataan Agung barusan. Aku masih tak percaya. Tatapanku kosong.