"Pa, Besok hari minggu, Revand mau nginep di rumah Mama Sila." Revand duduk di samping Andre yang sedang bersantai dengan secangkir kopi di hadapannya.
"Malam minggu kemarin kamu sudah nginep di rumah Mama Sila, malam minggu besok kenapa tidak tetap di rumah? Papa juga mau bermalam minggu bersama kamu, Nak." Andre keberatan dengan permintaan Revand.
"Kenapa sih, aku sama-sama anak Mama Sila, tapi cuma Kak Anna dan Kak Allan yang boleh tinggal sama mama, kenapa aku nggak boleh?" protes Revand, wajahnya di tekuk, remaja lelaki itu melipat tangannya di dada sebagai tanda sedang tidak bisa di ajak kompromi.
"Karena kamu anak papa, sedangkan mereka anak dari Papa Andra. Kamu sudah seharusnya ikut papa, lagi pula, kamu kan juga punya Mama Febbi." Andre berusaha menghibur Revand.
"Tapi dia bukan mamaku!" celetuk Revand. Febbi yang mendengar kalimat yang di ucapkan oleh Revand seketika menitikkan air mata, lalu pergi ke kamarnya. Awalnya dia berencana bergabung dengan Andre dan Revand di ruang tamu.
"Revand! Beraninya kamu bilang seperti itu! Papa kasih tahu kamu siapa mama kandung kamu bukan untuk mengacuhkan Mama Febbi. Dia sudah merawat kamu sejak kamu masih bayi. Kamu harus menghormatinya!" Andre seketika emosi saat mendengar ucapan Revand.
"Nggak! Dia tetap bukan mamaku. Dia nggak mengandung aku kan, Pa? Jadi dia bukan mamaku. Kenapa, kenapa aku harus tinggal di sini sama papa dan mama Febbi, apa sebenarnya Mama Sila tidak menginginkan aku? Jawab Pa!" pertanyaan Revand mengorek kembali luka lama Andre. Selama bertahun-tahun dia sudah melupakan kejadian konyol itu, dimana dia tidur bersama Sila hingga akhirnya Revand ada. Andre tidak ingin mendengar ini. Sila bukan tidak menginginkan Revand, tapi keadaan yang mengharuskan seperti ini. Andre pikir, setelah mengetahui yang sebenarnya, Revand akan menerima keadaan ini, tapi ternyata tidak. Dia ingin tahu semuanya, dan itu memang hak Revand. Dia sudah cukup usia untuk tahu segalanya.
"Revand, jangan pernah salahkan Mama Sila, semua ini salah papa. Papa satu-satunya orang yang pantas kamu salahkan. Mamamu tidak salah apapun, dia wanita yang baik. Dia sangat sayang padamu, papa yang memintamu agar di rawat oleh papa. Salahkan papa, kalau kamu mau marah, kamu boleh pukul papa, tapi jangan salahkan Mama Sila, sedikitpun jangan." Andre tidak akan membiarkan Revand menyalahkan Sila. Andre memang telah berusaha hidup normal selama ini, bahagia bersama Febbi, tapi itu bukan berarti dia benar-benar melupakan Sila sepenuhnya. Adanya Revand adalah bukti, bahwa cintanya pada seorang Sila akan tetap abadi.
"Pa, kenapa papa nggak nikah aja sama Mama Sila, terus kita bisa tinggal bareng. Aku pengen seperti teman-temanku yang lain, lengkap keluarga mereka, ada papa dan mama kandung." mendengar itu Andre semakin emosi. Dia punya harapan yang sama dengan Revand, tapi dia tidak mau menghabiskan sepanjang hidupnya untuk menjadi rival Andra dan memperebutkan Sila. Apalagi sekarang mereka sudah tua. Bukan saat yang tepat untuk membahas hal itu lagi.
Plak!
Andre menampar Revand tanpa sadar. Hingga pipi remaja itu memerah.
"Kenapa Pa! Kenapa Papa tampar aku? Permintaanku salah? Baiklah, kalau Papa tidak mau mewujudkan keinginan Revand, tak apa. Mulai hari ini aku mau tinggal di rumah Mama Sila!" Revand berlari ke kamarnya, sementara Andre menatap tangan kanannya yang baru saja di pakai untuk menampar Revand, lelaki itu menyesal. Ini pertama kalinya dia menyakiti anak semata wayangnya itu.
Tidak ada yang salah dengan permintaan Revand, itu normal. Setiap anak menginginkan hal yang sama. Termasuk Revand, remaja itu pasti ingin memiliki kedua orangtua kandung. Masalahnya, itu tidak mungkin bisa terwujud.
Revand keluar membawa kopernya. Dia serius, ingin pergi dan tinggal bersama Sila. Mama kandungnya, wanita yang telah mengandungnya selama sembilan bulan.
"Revand! Berhenti di sana! Jangan tinggalkan papa, Nak. Papa minta maaf, sudah kasar sama kamu. Tapi papa sayang sama kamu, Revand." Andre mencoba meraih tangan Revand, tapi remaja laki-laki itu menepisnya.
"Aku tidak mau tinggal sama Papa lagi. Papa Andra tidak pernah mukul Revand, Papa jahat!" Revand melangkah keluar dari rumah besar Andre. Dia sudah bertekad bulat untuk tinggal di rumah Sila.
"Revand! Revand!" Andre mencoba memanggil Revand, tetapi anak itu mengacuhkannya.
"Bang, sudah. Biarkan Revand menenangkan diri. Biarkan dia tinggal di rumah Sila sementara waktu." Febbi menenangkan Andre, lelaki itu bisa melihat mata istrinya sembab. Dengan segera Andre menyadari, Febbi mendengar apa yang di ucapkan oleh Revand.
"Sayang, maafkan aku. Semuanya salahku, sampai jadi seperti ini. Kalau saja hari itu tidak terjadi, Revand tidak akan hadir di antara kita, kamu tidak akan tersakiti seperti ini. semua karena aku." Andre memeluk Febbi. Wanita itu juga mendekap suaminya erat.
"Tidak. Ini juga salahku, Bang. Aku tidak bisa kasih Abang anak.Kehadiran Revand justru melengkapi kita. Sekarang mungkin sudah saatnya, Revand tahu semuanya, dia sudah besar, dia berhak memilih dengan siapa dia akan tinggal. Aku tidak masalah tidak di anggap olehnya, cukup bagiku merawatnya selama tujuh belas tahun ini. Aku sayang sekali pada Revand, meskipun dia bukan anak yang lahir dari rahimku sendiri." ungkap Febbi kembali terisak. Dia pikir, dia kuat menerima kenyataan ini. Menjadi wanita yang tidak bisa memiliki anak membuatnya menderita secara diam-diam. Dia pikir, memiliki Revand sudah cukup, berharap anak itu tidak akan melarikan diri darinya setelah mengetahui siapa ibu kandungnya, ternyata tidak. Revand tetap menginginkan ibu kandungnya.
"Tidak apa, Febbi. Aku sudah bahagia, karena kamu merawat Revand dengan baik sampai dia sebesar sekarang. Kamu begitu tulus, aku bisa melihat itu. Aku akan membicarakan ini lagi dengan anak itu, dia tetap harus menghargai kamu sebagai mama sambungnya, dia tidak bisa seenaknya seperti ini." kalimat itu Andre ucapkan dengan bergetar. Dia tidak bisa membiarkan wanita yang telah menemaninya tujuh belas tahun terakhir itu merasakan derita karena sikap Revand.
Sejak memutuskan menikah dengan Febbi, Andre sudah memendam perasaannya pada Sila dalam-dalam. Sayangnya, alam selalu membuatnya teringat pada wanita itu dengan menghadirkan Revand. Setiap melihat anak lelakinya itu, Andre merasa tenang,Revand mengobati kerinduannya pada Sila. Tidak bisa di pungkiri, dalam tubuh Revand ada persatuan darahnya dan Sila.
"Aku sudah menerima semuanya, Bang. Asal Abang berada di sisiku, itu sudah cukup. Febbi tidak ingin kehilangan Abang. Nanti kalau Revand sudah tenang, dia pasti akan kembali lagi pada kita, Bang." meskipun remuk, Febbi masih berusaha menenangkan suaminya. Sejak menikah dengan Andre, Febbi sudah menyiapkan diri dengan berbagai kemungkinan. Salah satunya, kemungkinan tidak sepenuhnya hati Andre di miliki olehnya.