Chereads / Nyonya Muda Kesayangan Allan / Chapter 15 - Berbagi

Chapter 15 - Berbagi

Ketika tugasnya menemani Sabilla selesai, Allan benar-benar di izinkan pulang ke kontrakan. Allan akan mengambil semua barang-barangnya karena dia akan tinggal di rumah baru milik Sabilla. Lelaki itu memeriksa satu per satu barang-barang miliknya, untuk memastikan tidak ada yang tertinggal.

"Pengantin baru, udah beres-beres aja, mau pindahan hari ini?" sudah menjadi kabiasaan, Allan muncul di depan pintu kamar Allan tiba-tiba. Membuat Allan sedikit terkejut tapi sekejap kemudian dia bersikap biasa.

"Iya, Sabilla memintaku segera membereskan semua barang karena setelah dari hotel kami akan langsung pindah ke rumah baru." sahut Allan seraya menarik resleting kopernya lalu menurunkannya dari tempat tidur.Bersiap untuk di bawa pergi olehnya.

"Hotel? Jangan-jangan kalian sudah...," Bima memberi kode dengan mengetukkan kedua ujung jari telunjuknya.

"Soal itu, tentu saja. Wajar kan, namanya juga sudah menikah. Terkadang, yang belum menikah juga sudah melakukannya." jawab Allan santai. mengambil dua buah minuman kaleng dari lemari pendingin lalu menyerahkannya satu pada Bima, dan lelaki itu menerimanya.

"Beri aku bocoran, bagaimana malam pertamamu dengan Sabilla, kau menyukainya? Kau akhirnya membuka hati untuknya? Atau kalian melakukannya tetap dengan tanpa cinta?" Allan tertawa mendengar semua pertanyaan Bima, lelaki itu memilih meneguk minuman dinginnya yang langsung membuat tenggorokannya yang kering menjadi segar.

"Awalnya tentu saja karena hasrat. Bagaimana aku bisa menolak kalau dia terus menggoda dan membuka kancing bajuku. Tentu saja aku tergoda dan mengikuti permainannya. Tapi ada satu hal yang membuatku terkejut." Bima mendengarkan penuturan Allan dengan seksama. Allan yakin Bima pasti membayangkan adegan nakal dirinya dan Sabilla. Itu terlihat dari wajahnya yang memerah.

"Apa, apa yang membuatmu terkejut?" Bima penasaran dengan lanjutan kalimat yang di ucapkan oleh Allan. Lelaki itu mendekati Bima.

"Sabilla masih perawan." seketika kalimat itu membuat Bima membulatkan matanya. Dia juga terkejut, bagaimana bisa Sabilla yang telah bersuami ternyata masih perawan.

"Ka-kamu serius?" kedua bola mata Bima memandang tidak percaya ke arah Allan.

"Bagaimana kamu bisa tidak percaya, aku yang menembusnya, ada noda darah di seprai kami. Apa aku harus menjelaskan bagaimana detailnya?" bisik Allan, Bima spontan mendorong Allan menjauh darinya.

"Aku kira kamu sudah tidak waras Allan!" Bima mendengus kesal. Allan tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Bima.

"Aku hanya bercanda. Aku takut nanti kamu membayangkan bagaimana panasnya pergulatan kami. Kalau begitu aku pergi dulu. Nanti kalau perusahaan ayah sudah kembali beroperasi, aku akan menarikmu menjadi asistenku." Allan menarik gagang kopernya lalu menariknya keluar dari kamar kos setelah menbuang kaleng minumannya ke tong sampah.

"Kamu serius bakalan jadiin aku asistenmu, Allan?" Bima mengoreksi ucapan Allan.

"Tentu saja aku serius, Bima. Kamu sahabat terbaikku. Aku tidak akan membiarkanmu lontang-lantung tidak jelas. Sebagai asisten pribadiku, kamu juga akan tinggal serumah denganku dan Sabilla, jadi kamu tidak perlu tinggal di sini lagi." mendengar perkataan Allan, mendadak Bima memeluk Allan.

"Terima kasih banyak Allan. Aku sangat terharu dengan niat baikmu itu."

"Astaga! Kau lebay sekali Bima, cepat lepaskan aku sebelum ada yang melihat dan salah paham dengan kita." Allan sengaja mengejek Bima, lelaki itu sadar dengan apa yang di lakukannya dan segera menyingkir dari tubuh Allan.

"Sori, Bro. Aku hanya terharu dengan kebaikanmu. Ah, biarkan aku membawakan kopermu ke mobil." Bima mencoba menarik perhatian Allan.

"Sekarang kamu belum jadi asistenku, aku bisa membawanya sendiri. Jangan sungkan hubungi aku jika kamu membutuhkan bantuan. Oh ya, ini ada uang untuk kamu beli makan. Jangan menolak, aku sudah mempersiapkannya sejak di hotel tadi." Allan menyerahkan sebuah amplop coklat pada Bima, lelaki itu menerimanya. Allan masih tetap seperti yang dulu, setelah dia kembali kaya, dia tetap setia kawan.

"Terima kasih Allan. Wajar kalau kamu selalu beruntung, kamu selalu baik padaku dan semua teman-teman kita. Aku cuma bisa mendo'akan semoga rumah tanggamu dan Sabilla sampai maut yang memisahkam kalian." Allan tersenyum dan mengaminkan do'a sahabatnya itu lalu meneruskan langkah ke luar, memasukkan koper ke dalam.bagasi mobil Sabilla.

"Jaga diri baik-baik." pesan Allan sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil dan berlalu dari hadapan Bima.

Sementara itu di hotel, Sabilla tengah menghubungi asistennya Silvia.

"Silvia, segera lakukan kerjasama dengan Wijaya Group." perintahnya tegas.

"Tapi Nyonya, perusahaan itu bukannya...,"

"Kamu berani membantah saya?" Sabilla meninggikan volume bicaranya, membuat Silvia di ujung sana gemetar.

"Ba-baik Nyonya. Segera laksanakan. Apakah ada lagi yang perlu di persiapkan?" tanya asisten Sabilla, wanita itu tampak berpolikir, hal apa yang bisa di kerjakan oleh asistennya.

"Hubungi notaris, aku ingin membuat sertifikat rumah yang akan ku tempati bersama Allan menjadi atas nama Allan, aku juga ingin mengubah lima puluh persen saham yang aku miliki atas nama Allan." perintah Sabilla lagi. Dia sudah memikirkannya beberapa hari sebelum menikah dengan Allan, dia ingin memberikan Allan kuasa, sebagai bentuk dari jaga-jaga saat terjadi sesuatu atau mungkin pernikahannya di endus oleh Suryo.

"Nyonya yakin? Ma-maksud saya, Anda belum mengenal Tuan Allan dengan baik, bagaimana mungkin Nyonya begitu percaya padanya?" kata Silvia takut-takut.

"Saya membayarmu bukan untuk membantah, Silvia! Beraninya kamu mencurigai suamiku, apa kamu sudah bosan menjadi asistenku?" ujar Sabilla santai beraura menyeramkan bagi Silvia.

"Ampun Nyonya. Mohon ampuni kelancangan saya. Semua perintah Nyonya akan segera saya laksanakan."Sabilla tersenyum mendengarkan jawaban dari Silvia.

"Bagus. Kerjakan semuanya dengan cepat seperti biasa, setelah itu segera berikan laporannya." Sabilla menutup sambungan teleponnya. Sabilla lega telah mengambil langkah tersebut.

Ting!

Nada pesan di ponsel Sabilla berbunyi. Nama Suryo tertera di sana. Seperti hari-hari sebelumnya, wanita itu selalu jengah saat suaminya itu menghubunginya.

(Mas Suryo)

Sayang, temui mas di hotel Grand Star kamar 1010. sekarang.

Sabilla menghembuskan napas sedikit kasar. Permintaan Suryo tidak bisa di tolak. Padahal, Sabilla masih menunggu Allan kembali.

(Sabilla)

Baik Mas, sepuluh menit lagi aku sampai.

Sabilla tidak bisa membiarkan Suryo tahu keberadaannya di hotel yang sama. Dia segera mengirim pesan pada Allan sebelum bersiap menemui suami pertamanya itu.

To: (My Hubby)

Sayang, aku harus ketemu mas Suryo. Kamu kalau sudah kembali ke hotel jangan pergi kemana-mana, aku usahakan cepat kembali. Love You.

Sabilla tersenyum geli dengan kebucinannya. Entah mengapa, Allan menarik seluruh perhatian yang di milikinya. Rasanya, menghabiskan waktu berapapun tidak akan cukup. Sekarang, dirinya bahkan sudah sangat merindukan kehangatan pelukan Allan.

Sabilla segera mengganti pakaiannya, sedikit merapikan diri dan berhias. Dia harus memastikan Suryo tidak curiga. Menjadi istri kesayangan Suryo bukan menjadi hal yang membanggakan untuk wanita itu.