"Aku pulang dulu. Kamu baik-baik di rumah. Kalau kangen Video Call aja, oke baby?"Allan mengusap rambut Sabilla. Mereka tengah berada di jalan. Sabilla mengantar Allan untuk naik taksi pulang ke rumahnya. Hampir seluruh isi kopernya dia tinggalkan di rumah Sabilla. Dia harus membawa kopernya pulang untuk menghindari kecurigaan orangtuanya.
"Peluk dulu...," Sabilla merentangkan kedua tangannya, Allan tahu, wanitanya itu pasti tidak ingin berpisah darinya. Apalagi, Allan melihat mata Sabilla berkaca-kaca. Lelaki itu segera memberikan pelukannya.
"Sabar, Sayang. Aku akan menjelaskan pada orangtuaku perlahan, supaya kita tidak main belakang seperti ini. Aku tahu, kamu pasti tidak mau jauh-jauh dariku, kan?" kata Allan pelan. Dia mengusap punggung istrinya. Allan merasakan ada titik hangat yang jatuh di punggungnya.
Sosok Sabilla yang dewasa hilang, dia hanya melihat seorang wanita manja yang takut kehilangan seseorang yang di cintainya. Begitu pula Allan, dia telah jatuh hati pada Sabilla sejak malam berdarah kala itu.
"Kalau ada kesempatan, kita harus ketemu, Sayang. Aku pasti selalu kangen kamu. Sekarang saja aku sudah kangen." rengek Sabilla manja. Dia semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Allan.
"Semalam, kita bahkan hampir tidak tidur. Aku sudah berusaha keras untuk memenuhi hasratmu yang tiba-tiba meningkat luar biasa. Apakah itu masih kurang, Billaku Sayang?" bisik Allan. Bulu kuduk Sabilla meremang karena bibir Allan menyentuh telinganya.
"Sepertinya tamu bulananku akan segera datang, makanya aku sedikit buas. Semalam luar biasa, tapi aku tidak akan pernah puas, setiap hari aku ingin selalu melakukannya denganmu, Sayangku." Sabilla mengelus rambut Allan, membelai kedua pipi lembut lelaki itu. Sabilla mendaratkan kecupan singkat di bibir Allan berulang kali. Hingga akhirnya lelaki itu menahan kepalanya, sebuah ciuman hangat dan panjang pun terjadi.
"Mmh, Allan, sepertinya jalanan ini lumayan sepi." bisik Sabilla saat pergulatan lidah mereka selesai.
"Memangnya kenapa kalau sepi?" tanya Allan, dia sedikit bingung.
"Bagaimana kalau kita coba sensasi melakukannya di mobil?" ide gila itu membuat Allan melebarkan kedua matanya.
"Kamu yakin?" Allan sedikit kesal karena saat bibirnya menolak, tapi aset pribadinya bereaksi.
"Tentu saja, aku akan melakukannya perlahan supaya mobil kita tidak bergoyang." Sabilla melepas celana dalamnya. Hari itu, dia memakai rok berwarna hitam dan cukup pendek. Modelnya yang melebar membuatnya sedikit bebas.
Allan menurunkan celana dan celana dalamnya. Ide gila Sabilla membuat dia penasaran. Wanita itu segera duduk di pangkuan Allan. Allan memejamkan matanya saat Sabilla membuat asetnya memasuki tubuh wanita itu. Dinding hangat itu membuatnya selalu ketagihan.
"Kamu menyukainya Allan?" Sabilla mulai menggerakkan tubuhnya perlahan. Allan memegangi pinggang wanita itu.
"Ini luar biasa, Sabilla. Bagaimana kamu bisa kepikiran melakukannya di sini?" Allan melepas satu per satu kancing kemeja ketat yang membalut tubuh Sabilla.
"Kata temanku, aku harus mencoba sensasi melakukan ini di mobil. Ternyata ini luar biasa. Aku merasakan milikmu tenggelam seluruhnya. Hmmh," Sabilla mendongak, Allan menguasai aset kebanggaannya dengan tangan dan juga mulutnya.
Sabilla sudah tidak ingat lagi pada perkataan awalnya. dia bergerak menggila hingga mobil mereka berguncang hebat. Beruntung, pagi yang lengang tidak membuat orang lain tertarik pada adegan panas mereka.
Hingga akhirnya mereka berdua saling meneriakkan nama pasangan masing-masing dan melepaskan getaran kenikmatan hebat dari dalam diri keduanya. Keduanya mengatur napas. Baju keduanya sedikit basah karena keringat.Sabilla segera membersihkan lelehan cairan cinta Allan yang mengalir di antara kedua pahanya, juga di atas jok mobil dengan tissu.
"Aku akan membawamu ke tempat ramai, supaya cepat mendapat taksi. Di sini sepertinya terlalu sepi, aku khawatir meninggalkanmu di sini, nanti kamu bisa di culik oleh tante-tante." Sabilla segera menghidupkan mesin setelah merapikan pakaiannya. Wanita itu menjalankan mobilnya meninggalkan jalanan sepi yang menjadi saksi bisu kenakalan mereka berdua.
"Terima kasih untuk yang tadi, nyatanya aku sekarang juga sudah di culik tante cantik. " ucap Allan seraya mengaitkan ikat pinggangnya.
"Kita sama-sama menikmatinya, Sayang. Ya, aku adalah satu-satunya tante-tante yang menguasaimu.Aku senang bisa melakukannya denganmu. Itu pengalaman yang takkan terlupakan. Kamu jaga kesehatan, makan yang teratur. Aku tidak mau kamu kurus karena merindukanku." Sabilla tertawa kecil. Allan tersenyum, memandang keluar mobil sebentar.
"Kalau aku merindukanmu, aku akan datang ke rumahmu."
"Itu rumah kita Allan, bukan hanya rumahku." protes Sabilla.
"Maaf, tapi kan tetap saja...,"
"Tidak, jangan ungkit itu. Apapun milikku, itu artinya juga milikmu."Sabilla bersikeras.
"Baiklah-baiklah, terima kasih, Sayang."
Mereka berdua berhenti di area perkantoran. Allan turun dan membawa kopernya, Sabilla segera berlalu setelah berbincang sebentar dengan Allan. Lelaki itu melambaikan tangannya saat ada taksi yang lewat, dia tidak sabar untuk pulang dan menemui keluarganya. Allan segera menyebutkan alamat tujuan pada si sopir.
jarak yang lumayan jauh membuat Allan tertidur. Pria itu kelelahan karena kurang istirahat. Semalam, waktu malam yang panjang di habiskan olehnya dan Sabilla dalam keromantisan.
Sopir taksi membangunkan Allan tepat di depan rumahnya. Dia segera turun dan menurunkan kopernya. Mobil taksi itu segera berlalu setelah Allan membayar ongkos perjalanannya.
"Allan!" Sila yang keluar dari rumah histeris melihat Allan ada di sana. Sila melangkah lebar dan menyongsong kedatangan putranya.
"Bunda!" Allan melempar kopernya, berlari kecil menghampiri ibunya dan memeluk wanita itu erat. Sila menangis, dia sangat merindukan Allan.
"Kamu apa kabar, Sayang. Selama ini tinggal di mana? Wajahmu terlihat kurang tidur, rambutmu berantakan sekali. Apa kamu kelelahan?" Sila memperhatikan wajah dan tubuh Allan. Lelaki itu sedikit salah tingkah.
"Aku begadang sama teman, main game." tentu teman mainnya adalah Sabilla dan game yang di mainkan adalah game dewasa.
"Kamu ya..., mentang-mentang nggak ada bunda gitu, begadang terus." Sila menjewer telinga Allan.
"Ampun Bunda, sakit. Bunda masak apa? Allan laper nih." Allan sudah sangat merindukan masakan ibunya.
"Karena ayahmu bilang kamu akan pulang, jadi bunda masakin kamu makanan favoritmu. Ayo masuk, kita makan bareng, ada Revand juga di sini." Sila berniat mengangkat kpper milik Allan.
"Ja-jangan, Ma. Nggak usah. Allan masih kuat gotong koper sendiri. Sejak kapan Revand di sini? Kebetulan, mau aku ajak main game." ujar Allan kegirangan. Dia memang dekat dengan Revand sejak bocah itu maasih balita.
"Main game lagi, bunda jual nanti semua kaset game konsol kamu!" ancam Sila sambil melotot ke arah Allan.
"Iya Bunda, ampun. Nggak akan main game dulu. Kabur...!" Allan berlari masuk ke dalam rumah. Sila menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya yang kekanakan.
"Kak Allan! akhirnya pulang juga." Allana berlari dan mendekap Allan.
"Adikku yang manja. Aku juga kangen sama kamu, terutama, kangen ngacak rambut kamu gini." Allan mengacak rambut Allana.
"Kakak!" Allana yang paling sebal kalau rambutnya di acak pun merajuk.