"Bagaimana Saksi? Sah?"
"Sah...,"
Allan telah resmi menjadi suami Sabilla. Acara ijab qobul mereka sangat sederhana, hanya di hadiri beberapa orang saja karena beberapa alasan.
Lelaki itu telah melepas masa lajangnya dengan sedikit terpaksa. Dia harus mengambil langkah ini untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya. Meskipun begitu, Allan tidak menyesal menikahi Sabilla. Seiring waktu, kisahnya bersama wanita itu pasti akan berubah manis.
"Allan, ayo ikut aku!" Sabilla menarik Allan keluar gedung tempat mereka menikah. Membawanya masuk ke dalam mobil. Tanpa memberi kesempatan pada pria itu untuk meminta penjelasn.
"Jalan Pak, ke tempat yang saya bilang tadi pagi." perintah Sabilla, sopirnya mengiyakan dengan patuh. Wanita itu tampak bersemangat, Allan dapat melihat rona bahagia tergambar dari wajah istrinya.
"Kamu mau ngajakin aku ke mana, sih?" selidik Allan.Wanita di sampingnya memalingkan pandangan ke arah wajah pria itu, lalu mendadak menarik gemas kedua belah pipinya.
"Ini surprise, Allan. Aku sengaja menyiapkan ini beberapa hari yang lalu. Kejutan spesial, untuk orang yang spesial." bisik Sabilla. Allan mencoba menerka-nerka apa kejutan spesial yang akan di berikan oleh Sabilla padanya. Tapi tentu saja hanya Sabilla seorang yang mengetahui, apa kejutan yang di persiapkan untuknya.
Allan larut dalam pemikirannya sendiri. Dia sudah menikahi Sabilla beberapa menit yang lalu, itu artinya, dia telah menjadi suami sah wanita cantik yang kini duduk di sampingnya dan nanti malam adalah malam pengantin mereka. Allan sedikit gugup, mungkinkah dia harus melakukan itu dengan Sabilla malam nanti? Allan segera menghalau pikirannya. Dia tidak ingin memikirkan kegiatan ranjang sekarang, tapi tetap saja, bayangan kegiatan panas itu membayanginya.
"Aku menunggu kejutan yang akan kamu berikan. Aku menghargai apapun yang kamu berikan untukku, Sabilla. Apapun itu, asal darimu, aku pasti akan senang menerimanya." Allandra mencoba sedikit membual, dia memang harus menyenangkan hati Sabilla, wanita yang telah memungutnya.
"Apa yang membuatmu gelisah, Allan? apa kamu memikirkan malam kita? Aku sangat menantikan itu dan berharap kamu dapat memuaskanku malam nanti." mendadak Sabilla menjadi seperti wanita lain, dia membisikkan kalimat itu tepat di telinga Allan, tangan kanan wanita itu mengelus pahanya pelan, membuat bulu-bulu di di tubuh Allan berdiri.
Allan terkesiap. Dia berusaha bersikap sebiasa mungkin, meskipun saat ini dia sedang salah tingkah. Tidak tahu harus berbuat apa.Dia tidak pernah di goda seperti ini oleh wanita sebelumnya.
"Itu..., tentu..., tentu saja aku akan melakukannya." respon Allan gugup. Sabilla tertawa melihat reaksi Allan yang kaku.
"Kelihatan sekali kamu belum pernah melakukannya, Allan. Aku tidak menyangka, seorang Allandra yang terkenal sering pulang tengah malam dalam keadaan mabuk ternyata masih perjaka. Itu sebuah fakta yang mengejutkan." sindir Sabilla seraya tersenyum lebar, menampilkan deretan gigi putihnya.
"Memangnya, kalau sering keluar malam dan pulang tengah malam, pasti bermain gila dengan wanita? Aku bukan tipe yang seperti itu, Billa. Lagi pula, bukannya kamu justru akan senang, menjadi yang pertama bagiku?" tanya Allan tenang. Dia bangga, dapat menjaga dirinya dari hubungan terlarang sampai detik ini. Sabilla menggeser duduknya agar lebih dekat dan menempel pada Allan, wanita itu merangkul lengannya erat.
"Tentu saja. Aku sangat beruntung memiliki suami muda, tampan, dan masih segelan." Allan terkekeh mendengar kalimat yang di ucapkan Sabilla. Dia sendiri tidak tahu harus senang atau sedih, tapi Allan menikmati setiap kebersamaannya dengan wanita itu.
Mobil yang mereka berdua tumpangi berhenti di depan hotel Grand Star, hotel berbintang terbesar yang berada di kota mereka. Sabilla segera membuka pintu mobilnya dan kembali menarik tangan Allan.
"Ada apa? Kenapa kita berhenti di sini? Ka-kamu sudah memesan hotel?" Allan sedikit gugup. Jika Sabilla sudah menyiapkan tempat, itu artinya Allan tidak akan bisa menghindar lagi. Malam ini dia harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami.
"Tentu saja. Aku sudah menyiapkan ini spesial untuk kita. Ayo masuk." Sabilla merangkul mesra lengan Allan. Berjalan dengan santai memasuki hotel tanpa peduli tatapan orang yang menatap dan saling berbisik mengingat mereka masih memakai baju khas nikahan. Sabilla dengan kebaya modernnya dan Allan dengan jasnya.
Mereka berdua masuk ke dalam lift, Sabilla menekan angka delapan. Allan memperhatikan wanita berkebaya putih itu dari belakang. Allan menatap leher jenjang dan putih milik Sabila hingga ke pundaknya. Benar-benar terawat, jakun lelaki itu bergerak, menelan salivanya sendiri, membayangkan dapat menyentuh dan menghirup wangi tubuh Sabilla bagian itu.
Ting!
Suara pintu lift terbuka menyadarkan Allan dari pikiran mesumnya. Sabilla kembali merangkul lengan Allan. Berhenti di depan sebuah pintu bernomor sembilan ratus delapan puluh sembilan. Mengeluarkan kartu akses dari dompetnya dan menempelkannya pada kotak sensor, beberapa saat kemudian pintu kamar hotel pun terbuka.
Kamar luas bernuansa putih terhampar di dalamnya. Ranjang ekstra besar dengan seprai putih bersih di hiasi kelopak bunga mawar yang dibentuk hati tertata rapi di tengahnya. Aroma wangi mawar tersebar di seluruh sudut ruangan. Allan melangkah maju beberapa langkah. Mendekat ke arah ranjang, tidak jauh dari ranjang terdapat bathup yang berwarna senada.
Di sudut lain, ada kamar mandi yang di batasi dengan kaca semi transparan. Allan yakin, saat Sabilla mandi, dia bisa melihat dengan jelas lekuk tubuh wanita itu.
"Bagaimana, apa kamu suka kejutan dari aku, Allan?" Sabilla menarik dasi Allan hingga wajah lelaki itu condong padanya. Wajah mereka begitu dekat, bahkan hidung mereka nyaris bersentuhan. Pandangan mereka bertemu.
"S-suka, Billa. Aku sangat menyukai tema yang kamu pilih. Kamu tahu segalanya tentang aku, termasuk warna favoritku, putih. Terima kasih banyak. aku..., hmmh." Sabilla mendaratkan bibirnya pada bibir Allan, memasukkan bibir bawah lelaki itu ke dalam mulutnya lalu menyesapnya perlahan. Sensasi permainan bibir pertama mereka membuat keduanya terbuai, menggerakkan bibir masing-masing dengan seni pergerakan yang indah. Saling merasai kelembutan bibir masing-masing.
"Kamu tahu Allan, aku sudah menunggu momen ini. Aku selalu ingin melakukan ini, hanya saja, aku takut kamu berpikir negatif tentang aku. Sejak pertama kali melihatmu, aku sudah jatuh hati." Sabilla membelai wajah Allan. Mereka mengulang apa yang mereka lakukan tadi. Kali ini Allan lebih berani, dia menyusupkan jari-jarinya ke belakang telinga dan tengkuk wanita itu. Allan semakin bersemangat saat melihat Sabilla memejamkan mata menikmati pergerakan bibirnya.
Allan masih bertanya-tanya pada dirinya sendiri, tentang perasaannya pada wanita itu. Apakah dia mulai jatuh cinta atau semua ini hanya dorongan hasrat semata?Yang pasti pesona Sabilla membuat Allan benar-benar mabuk.
"Cukup Sayang, kita akan meneruskannya malam nanti. Sekarang aku mau mandi dulu, tolong buka resliting bajuku." Sabilla membalikkan badannya. Tangan Allan sedikit bergetar saat menarik turun resliting kebaya Sabilla. Lagi-lagi, Allan harus menelan salivanya sendiri karena harus melihat punggung Sabilla yang mulus. Wanita itu meninggalkannya. Allan sedikit kecewa.