Chereads / Sweet Dating / Chapter 16 - Your Tear Broke My Heart

Chapter 16 - Your Tear Broke My Heart

Sekitar pukul 9 malam, Ana masuk ke kamarnya. Wajahnya terlihat sangat lelah. Ia menoleh ke arah tempat tidur, Julia sudah berada dalam mimpi indahnya. Ia tersenyum, lalu membersihkan diri di kamar mandi.

Beberapa waktu berlalu dengan keheningan. Ana yang sedang mengerjakan tugas kuliah, sebisa mungkin ia tidak membuat suara. Ia takut akan membuat gadis di kasur itu terbangun. Fokusnya juga terbagi karena kehadiran gadis cantik itu.

Entahlah...

Hanya saja, gadis cantik nan ceroboh itu berhasil mengusik ketenangan hidupnya. Sejak pertama mereka bertemu.

Berkali-kali Ana membuang nafasnya dalam. Berkali-kali juga ia berusaha mendorong gadis itu agar menjauh. Namun, semesta justru membawa gadis itu untuk selalu berada di dekatnya. Ia menyerah berseteru dengan semesta.

Ana duduk termenung di kursi belajarnya. Pandangannya tidak lagi pada laptop, namun pada Julia. Waktu sudah mendekati tengah malam, namun rasanya ia belum ingin memejamkan mata.

Sebuah pesan masuk di ponselnya. Itu adalah pesan dari Cecil.

Cecil: Ana, akhirnya aku mendapatkan nomor ponselmu! Ah, senangnya. Apa kamu sudah tidur?

Ana: Belum.

Cecil: Kenapa? Apa kamu baru saja menyelesaikan tugas dari Prof Asrya?

Ana: Iya

Cecil: Ana, Kenapa kamu menjawab seperti itu? Apa kamu mau tidur?

Ana: Tidak.

Cecil: Apa kamu butuh teman? Apa kamu mau aku ke asramamu?

Ana: Tidak perlu.

Cecil: Ah, Ana sungguh tidak menyenangkan. Ya sudah, kamu istirahat sana. Besok kita sarapan bersama ya sebelum pergi ke kampus?

Ana tidak menjawab Chat terakhir itu. Ia menyerah. Tidak mungkin ia tetap terjaga karena besok pagi adalah mata kuliah dari profesor terkejam di fakultasnya. Ia memilih tidur di samping Julia. Memberikan batasan diantara mereka agar jantungnya bisa berdetak secara normal selama ia tidur.

***

Julia terbangun dari tidurnya yang cukup lama. Awalnya ia kaget karena itu bukanlah kamarnya. Namun ia berusaha mengingat itu, dan tersadar jika itu adalah kamar Ana Maria, wanita yang menolongnya semalam.

Ia melihat ke arah jam dinding, sudah jam 9 pagi. Ia melihat ke arah lengan tangan juga kakinya. Memar yang semalam sudah menipis. Entah obat apa yang digunakan An, Namun itu sangat manjur untuk merawat Julia.

Julia menegakkan badannya. Merentangkan tangan ke kanan dan kiri, namun saat hendak berdiri, ponselnya berbunyi. Ia pun mengangkat telpon tersebut.

"Hallo...Iya, Des... Ah, aku sedang bersama Kak Ardian. Iya, kalian pergilah lebih dulu. Oh, sepertinya aku tidak akan ke kampus. Kak Ardian mengajakku ke suatu tempat yang jauh. Iya, aku tidak berbohong..."

Julia mengernyitkan dahinya. Mata bulatnya tiba-tiba melebar. "Apa? Kalian bertemu Kak Ardian? Hah? Oh, maaf! Sepertinya sinyal di sini sangat buruk! Nanti aku menghubungimu jika sudah tiba di apartemen!"

Julia segera mematikan ponselnya. Ia membuang itu di sembarang tempat. Wajahnya nampak gelisah.

"Bodoh! Kenapa mereka harus bertemu Kak Ardian?! Aku harus bagaimana? Bodoh! Bodoh!" Ia mengacak rambutnya karena frustasi. Ia juga berguling di atas tempat tidur Ana. Membuatnya lebih berantakan dibandingkan saat bangun tadi.

"Ya Tuhan! Aku malu!!!" teriaknya dengan suara dari balik bantal.

Beberapa saat setelah berguling, ia memutuskan bangun dan segera mandi. Setelah itu, ia duduk di kursi belajar Ana. Melihat sekitar meja dan kursi. Sangat rapi, bersih, dan juga indah. Sungguh terlihat seperti seorang dewi.

Julia tertegun ketika menyadari di meja tersebut sudah ada segelas susu cokelat dan juga sepiring roti bakar. Ia meminum susu itu sedikit, terus memakan rotinya. Sesuatu yang terletak di dekat pot mini sudut meja belajar membuatnya tertarik. Ia mengambil sticker note itu. Seketika ia tersedak dengan mata yang melotot tajam.

***

"Ana, kamu baik-baik saja?" Cecil menatap Ana yang menidurkan kepalanya di meja. Bahkan menenggelamkan wajahnya diantar tangan. Ia mengangguk singkat.

"Ana, jika kamu tidak enak badan, sebaiknya kamu pergi ke klinik kesehatan."

"..."

Cecil menyentuh lengannya pelan. "Ana, tidurlah di klinik. Semalam kamu tidur sangat larut kan?"

Ana mengangkat kepalanya dengan mata menyipit. "Tapi-"

Cecil tersenyum. "Hari ini tidak ada tugas. Hanya materi. Nanti aku akan meminjamkan catatan padamu. Sebaiknya kamu tidur di klinik."

Ana menatap Cecil ragu.

"Mau aku antar?"

Ana menggelengkan kepala. "Aku akan pergi ke klinik. Nanti kabari aku jika ada tugas yang penting."

Cecil mengangguk. "Istirahat yang nyenyak ya, Ana! Semoga lekas membaik."

Ana mengabaikan ucapan Cecil. Ia meninggalkan kelas sebelum dosen berikutnya hadir. Ia sungguh lelah.

Dalam perjalanannya ke klinik, ia menghentikan langkah. Matanya menatap lurus sekelompok wanita yang sedang berbicara penuh kebahagiaan. Samar-samar salah satu dari mereka menyebutkan nama Julia. Ia pun mendekat ke arah mereka. Namun, ia menyembunyikan diri di balik dinding ruangan.

"Hahahaha... Kalian memang luar biasa! Thanks ya sudah bantu aku kemarin," ucap Inge dengan wajah yang terlihat bahagia.

"Itu hanya masalah kecil. Lagipula tidak hanya kamu yang membencinya. Hampir semua wanita di kampus ini juga membencinya. Alasannya? Udah pasti karena sikap dia yang kecentilan! Hahahaha," ucap wanita yang lain.

"Istilah apa yang mereka tandur itulah yang mereka tuai memang benar adanya. Mangkanya jangan jadi cewek sok kecantikan! Hahahaha!"

"Tapi aksi kalian kemarin aman kan?"

"Aman dong! Kami membawanya ke tempat yang tidak terpantau cctv. Oh ya, aku penasaran. Kenapa kemarin kamu tiba-tiba menyuruh kami menghajarnya?"

"Dia hampir saja masuk ke club. Padahal kalau dia masuk ke club, aku tidak perlu minta tolong pada kalian. Tapi Ana tidak meloloskan dia dalam tes. Sayang sekali. Tapi itu hal bagus juga sih. Jadi ia tidak bisa ganjen di depan para senior terutama Kak Joe."

Dua wanita yang bersama Inge menganggukkan kepala dengan senyum yang lebar. "Hal ini jangan sampai ketahuan sama yang lain ya.? Apalagi Ana. Wanita itu ibarat belati bermata dua," ucap Inge waspada.

"Kamu tenang saja. Semuanya pasti aman. Lagipula anak kedokteran saat ini sedang kuliah. Jadi pasti dia tidak tahu."

Inge tersenyum penuh kemenangan. "Sepertinya Julia juga tidak masuk. Aku rasa dia malu karena wajahnya hancur. Hahahahaha..."

Mendengar percakapan tiga Iblis wanita itu membuat tangan Ana seketika mengepal kuat. Namun, ia memilih pergi dari tempat itu dibandingkan menghampiri mereka. Wajahnya memerah padam. Begitupula sorot matanya. Kantuk yang ia rasakan sejak tadi di kelas seketika sirna.

***

Inge terperanjat kaget ketika membuka pintu ruang UKM taekwondo. Di sana sudah ada Ana yang berdiri dengan tegap. Seragamnya pun juga sudah lengkap. Untuk pertama kalinya Inge melihat Ana di jam segini denga seragam lengkap, tapi bukan seragam pelatih. Melainkan seragam untuk bertarung.

Ana tersenyum pada Inge. "Mau pemanasan denganku?" tanyanya.

Inge merasa aneh dengan sikap Ana yang tiba-tiba mengajaknya bicara duluan. Ia bahkan tidak tahu maksud dari senyum dan permintaan gadis itu.

"Hei! Jangan takut! Aku hanya ingin pemanasan."

Dengan wajah ragu, akhirnya Inge mengiyakan. Ia pun meminta izin untuk mengganti pakaian.

Seringai Ana muncul tepat setelah Inge pergi mengganti pakaiannya.

***

Di sisi lain, Julia menatap notes itu penuh kebingungan. Untuk siapa Ana menulis notes itu? Jika untuk dirinya, seharusnya kan dia letakkan di dekat gelas dan piring sarapannya. Bukan di tempat tersembunyi.

Apa Ana memiliki pacar? Siapa yang sudah membuatnya sedih? Kehidupan pribadinya sungguh tidak bisa diungkapkan.

Julia terus menatap lekat kertas notes bertuliskan 'Don't cry. Your tear broke my heart (Ana Maria)'.

***