Chereads / Sweet Dating / Chapter 4 - Teman Baru

Chapter 4 - Teman Baru

Ana masuk ke kamar asramanya dengan hati yang gusar. Wajahnya terlihat tak bersahabat. Ia menyalakan lampu kecil di meja belajar, lalu menaruh jaket di keranjang baju. Ia juga menaruh tasnya di rak tas.

Tanpa mengganti pakaian, ia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menutup mata dengan guratan kekecawaan penuh di wajahnya. Bahkan tangannya ia gunakan untuk menutup matanya. Beberapa kali terdengar helaan nafas yang begitu berat dari hidungnya.

Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman. Bukan senyum kebahagiaan, namun senyuman sinis yang hanya mengangkat sebelah bibir. "Belum berperang sudah kalah ya... Apa yang kamu harapkan, Ana? Rasa seperti ini seharusnya tidak hadir pada sesama jenis," gumamnya.

Dering ponsel dari meja terdengar keras. Segera ia bangun dan mengangkat panggilan itu. Tertulis jelas bahwa itu panggilan dari dokter Ratna.

"Hallo, Ana," sapa panggilan di telpon.

"Iya, kak."

"Kamu sudah sampai asrama?"

"Iya. Aku baru masuk asrama."

"Kenapa lama sekali? Perjalanan dari apartemenku ke asramaku kurang dari 5 menit."

"Mampir ke mini market."

"Oh. Ya sudah. Istirahatlah. Besok kamu ada kelas pagi kan?"

Ana menjawab hanya dengan gumaman.

"Oke. Aku tutup ya telponnya. Bye."

Panggilan itu pun berakhir. Ana meletakkan ponselnya di meja. Ia berjalan ke kamar mandi dan membersihkan diri.

***

"Ana, apa kamu mengerjakan tugas dari Profesor Arsya bersamaku?" tanya seorang gadis padanya.

Tubuh gadis itu kecil mungil dengan rambut hitam yang dibentuk bob. Pakaiannya juga terlihat sangat feminim. Gaya bicaranya terdengar manis dan menggemaskan.

Ana yang sedang membereskan barang-barangnya, menoleh pada gadis itu. Ia menatap gadis itu bingung.

"Ah, Profesor Arsya memberikan tugas ini untuk dikerjakan berkelompok," jelas gadis itu.

"Kita kerjakan sekarang. Di perpustakaan," ucap Ana datar.

Kemudian ia berjalan lebih dahulu. Sedangkan gadis itu mengikutinya dari belakang. Berusaha mengejar Ana dengan gayanya yang genit.

"Ana, tungguuu...!" teriak gadis itu.

Namun Ana mengabaikannya. Ia justru memasang headset dan memutar list kesayangannya.

***

"So, sudah selesai kan tugasnya?" Ana melihat layar laptopnya. Jari lentiknya sibuk men-scroll kursor.

Gadis itu membetulkan posisi kacamatanya dan melihat layar laptop itu. "Kau tidak menuliskan nama kita?" tanyanya.

Ana mengkoreksi ulang tugas mereka. Benar, nama mereka belum tertulis di sana. Ana pun mengetikkan namanya. Setelah itu dia hendak mengetik nama partner di sampingnya, namun ia menghentikan aktivitasnya dan menoleh pada gadis itu.

"Eh-hem. Namamu?" tanya Ana lirih.

Gadis imut itu mengerjapkan matanya. "Kamu tidak tahu namaku?" tanyanya tidak percaya.

Ana membuang pandangannya ke tempat lain. Membuat gadis itu terkekeh lirih. Ia mencondongkan tangannya ke depan Ana.

Ana menatap tangan itu dengan bingung.

"Ah, ini. Ayo berkenalan. Namaku Cecil," ucapnya dengan senyuman lebar.

Ana menjabat tangan Cecil. "Ana," jawabnya singkat. Ia segera melepaskan tangan wanita itu dan melihat ke arah lain.

"Wuaaah! Aku tidak percaya bisa menyentuh tangan seorang Ana Maria," ucap Cecil dengan mata berbinar. Ana menatapnya dengan kebingungan.

"Kamu kan terkenal dengan sebutan untouchable queen Fakultas kedokteran? Bisa bersentuhan denganmu adalah sebuah anugerah."

"Oh," jawab Ana datar.

"Oh ya, setelah ini kita makan siang di cafe fakultas ya? Sekalian ngobrol di sana."

Ana terdiam. Memperhatikan wajah Cecil lekat. Pikirannya beradu argumen. Haruskah ikut dengannya? Atau justru menolaknya?

"Ana, aku mohon. Aku yang traktir deh. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena kamu mau bekerja kelompok denganku," rayu Cecil.

"Emmm... Tapi-"

"Aku benci penolakan!" sergah Cecil. Kemudian ia menarik pergelangan tangan Ana. "Ayo pergi sekarang!"

Dengan sangat terpaksa Ana mengikuti ajakan Cecil. Mereka makan di salah satu cafe dekat kampus.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Cecil bersemangat.

"Waffle green tea."

"Lalu minumnya?"

"Orange... Eh, Bu-bukan! Fruit Frape saja," jawab Ana tergagap.

"Oke. Ada lagi?"

Ana menggelengkan kepalanya.

"Ya sudah. Aku pesan makan dulu ya. Kamu tunggu di sini."

Ana hanya mengangguk singkat. Cecil pun meninggalkannya. Tak lama, gadis itu kembali ke sana. Dilihatnya Ana sedang memainkan ponsel. Ia duduk di kursi depan Ana.

"Ana, kamu memang nggak pernah bermain atau mengobrol sama teman satu angkatan kita ya?"

Ana menjawabnya dengan gumaman.

"Kamu juga nggak mau kenalan dengan mereka?"

Lagi-lagi gadis itu menjawabnya dengan gumaman.

"Ana, kalau aku lihat, kamu itu cantik banget. Rambut panjang berwarna hitam kemerehan. Berkulit putih merah seperti bule. Mata kamu juga bagus, seperti pakai lensa mata gitu. Kami juga pintar. Aku yakin banyak banget orang yang ingin berteman denganmu." Cecil mengambil jeda untuk menarik nafasnya. Matanya tak lepas melihat wajah Ana yang menunduk karena ponselnya.

"Kenapa kamu tidak berteman dengan siapapun?" lanjut Cecil dengan tatapan lurus ke Ana.

Gadis itu menghentikan permainan di ponselnya. Matanya menatap tajam mata Cecil.

"Satu, karena berteman itu berisik. Dua, karena berteman membuat orang jadi kepo. Tiga, karena berteman itu membuat hidup jadi ribet."

Seketika Cecil batuk-batuk. Ia tersedak air liurnya sendiri. Ia segera meminum pesanannya. Untung saja pesanan mereka sudah datang beberapa saat lalu.

Ana melanjutkan permainan di ponselnya. Ia tidak peduli dengan tatapan mata Cecil yang terlihat kesal.

Namun kekesalan Cecil itu hanyalah sesaat. Matanya langsung berbinar ketika melihat seseorang masuk ke toko itu.

"Wuaaah! Kak Ardian makan di cafe ini juga!!" seru Cecil kegirangan.

Ana langsung menaikkan pandangannya. Nama yang begitu familiar di telinganya, membuatnya penasaran dengan orang itu.

"Dia siapa?" tanya Ana tanpa memalingkan wajahnya. Matanya cokelatnya menangkap tubuh lelaki itu dan tak membiarkan lepas begitu saja.

"Oh, dia Kak Ardian. Namanya Sultan Aji Rahardian. Dia senior kita. Tapi, dia dari fakultas Desain dan Arsitektur, jurusan Arsitek. Dia juga panitia saat ospek beberapa bulan lalu."

Cecil menoleh pada Ana. Ia mengamati wajah gadis di depannya itu. Ia tersenyum kecil.

"Kamu tertarik padanya ya? Apa kalian pernah bertemu sebelumnya?" goda Cecil.

Ana langsung memutus pandangannya pada laki-laki bernama Ardian itu. Ia meminum frape-nya dengan terburu-buru. Sedangkan tatapan intens dari Cecil justru membuatnya salah tingkah, bahkan sampai tersedak.

"Yak! Berhati-hatilah kalo sedang minum. Kamu kelihatan sangat grogi... Kenapa?" Cecil memberikan tisu pada Ana.

Ana segera membersihkan mulutnya dengan tisu itu. Kemudian ia melihat lagi ke arah Ardian. Begitupula Cecil. Ia bahkan sampai melebarkan matanya.

"Yak! Kak Ardian sudah putus ya sama jalang itu? Kok dia duduk dekatan dengan cewek lain?!" seru Cecil kesal.

Ana langsung menatap Cecil dengan dahi berkenyit. "Jalang?" tanyanya lirih.

Cecil mengalihkan pandangannya ke Ana. Ia menatap lurus gadis itu. "Iya, jalang. Dia berkencan dengan Maba dari fakultas farmasi. Namanya Julia."

***