Chereads / Sweet Dating / Chapter 6 - She and Her Boyfriend

Chapter 6 - She and Her Boyfriend

Ana masuk ke asrama dengan langkah yang begitu cepat. Ia langsung mengunci kamar dan menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur. Sejujurnya, saat ini ia ingin memejamkan mata. Namun ia sangat gelisah. Jantungnya berdegup begitu cepat. Membuatnya memilih untuk membuka mata dan bersandar pada headboard.

Diambilnya MP3 player yang selalu ia taruh di nakas tempat tidur. Tak lupa juga memasangka headset di telinga. Setelah itu adalah memainkan lagu CNBLUE dengan harapan agar dia bisa lebih tenang.

Perasaannya hari ini sangat kacau. Setelah seharian ia merasa kecewa pada diri sendiri, juga nyeri yang tak diketahui apa penyebabnya. Tiba-tiba sore ini ia merasa begitu bahagia. Bahkan debaran di jantungnya terus meningkat hingga ia tiba di asrama.

Ana melihat ke arah pergelangan tangannya yang tadi di pegang erat oleh Julia. Dan seketika pipinya kembali merona mengingat hal itu. Ya Tuhan, perasaan aneh apakah yang aku alami ini? Pikirnya bertanya-tanya.

Ana tak berhenti tersenyum. Bahkan senyumnya semakin lebar ketika mendengar setiap lirik yang dinyanyikan oleh Jung Yong Hwa (Vokalis CNBLUE) pada lagu Foxy.

"Sial! Kenapa lagu ini membuatku semakin mengingatnya?" umpat Ana.

Ia segera mematikan MP3 player dan menaruhnya lagi di nakas.

Ana menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Tidak Ana! Tidak boleh! Sadarlah! Dia... Dia wanita yang sangat disukai laki-laki. Dan dia wanita yang menyukai laki-laki! Buang jauh-jauh pikiran tentangnya!"

Ana berdiri dan berjalan menuju ke lemari pakaiannya. "Sebaiknya aku olahraga biar pikiran ini tidak menggangguku!"

***

Sudah 3 kali putaran Ana berlari. Ia memilih berolahraga di lapangan kampus. Ternyata lapangan ini juga penuh ketika sore hari. Ia terus berlari. Tidak peduli pada orang-orang yang melihatnya secara intens.

Pesona Ana sebagai seorang wanita memang tidak main-main. Ia cantik, memiliki tubuh tinggi, dengan berat badan ideal. Selain itu wajahnya juga setengah bule dan sorot mata yang bersinar cerah. Warna iris yang senada dengan warna alis maupun rambut membuatnya benar-benar terlihat sempurna di mata para lelaki dan membuat iri beberapa wanita. Bibirnya yang tipis dan juga hidung yang mancung benar-benar membuat wajah gadis itu terlihat sempurna.

"Ana!!!"

Teriakan seorang gadis berhasil membuat Ana menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke belakang. Dilihatnya Cecil berlari kecil ke arah dia.

Cecil berhenti tepat di depan Ana. Nafasnya tersengal, membuatnya harus sedikit membungkuk untuk mengatur nafasnya.

Ana melihatnya dengan ekspresi datar. Sesungguhnya ia malas jika harus berhadapa dengan gadis ini lagi. Oh God, sudah cukup siang tadi telinganya rusak. Tolong jangan buat telinga dia pecah pada sore ini.

"Ana kenapa tidak menelponku kalau akan berlari di sini sore ini?" tanya Cecil dengan nafas yang masih tersengal.

"Kenapa aku harus?"

"Ana, kita kan sudah bertukar nomor hp. Jika melakukan apa-apa jangan seorang diri lagi. Telpon aku. Kasih tahu aku... Aku pasti datang untuk menemani Ana."

Ana hanya diam. Sungguh, ia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh wanita ini.

"Untung saja tadi ada yang memposting foto Ana yang sedang berlari seorang diri di lapangan. Jadi aku langsung ke sini untuk menemani Ana."

Ana membalikkan badan dan melanjutkan lari. Ia tidak memperdulikan Cecil yang berusaha mengejarnya sambil berteriak seperti orang gila.

Setelah satu jam berlari, keduanya keluar dari lapangan dengan berjalan santai.

Cecil tetaplah Cecil yang sangat cerewet. Ia menceritakan hal-hal yang sangat aneh. Bahkan ia juga menceritakan tentang Julia yang pergi ke salon dengan rambut acak-acakan.

Sejujurnya, Ana cukup tertarik dengan apa yang diceritakan Cecil sekarang. Julia pergi ke salon? Pasti karena bully tadi siang.

"Ana, sepertinya Julia hari ini beneran kena bully deh. Ia bahkan pergi ke salon dengan kondisi berantakan."

Ana hanya diam. Tidak mungkin ia mengatakan bahwa ia yang menolong Julia tadi.

Cecil melihat ke arah Ana kesal. "Ana! Kamu dengarin aku cerita tidak sih? Kenapa dari tadi hanya diam?" protesnya.

"Aku bingung harus berkomentar apa, karena aku tidak tahu kebenarannya," jawab Ana dengan datar.

Cecil terkekeh mendengar jawaban Ana itu. Seketika rasa kesalnya pada Ana berubah menjadi gemas.

"Aku baru tahu jika Ana memiliki sisi yang polos seperti ini," kometarnya dengan senyuman lebar.

Ana tidak mempedulikan perkataan Cecil ketika matanya menangkap objek yang tak asing. Untuk beberapa saat, ia menghentikan langkahnya dan melihat ke arah mereka.

Cecil yang menyadari kalau Ana tidak di sampingnya, langsung menoleh pada Ana yang berdiri di belakang.

"Ana, kenapa berhenti?" tanya Cecil penasaran.

Ana hanya diam dengan pandangan yang terus tearah pada gedung arsitek.

Cecil yang penasaran mengikuti arah pandang Ana. Dilihatnya Ardian sedang mengobrol dengan Julia. Ia tersenyum kecil ketika melempar pandangannya lagi ke Ana.

"Jadi kamu sungguh menyukai Kak Ardian ya? Seharian ini kamu tidak melepaskan pandanganmu dari dia."

Cecil memperhatikan mata Ana yang bersinar lebih cerah dari biasanya. Ia mengangguk seolah mengerti sesuatu.

"Ana, mereka sudah putus. Aku dengar itu dari teman-teman. Jika kamu memang menyukai Kak Ardian, sebaiknya kamu dekati dia. Buat dia move on dari Julia. Dan abaikan saja jalang itu. Dia pantas mendapatkan itu setelah apa yang dia lakukan pada kita semua," ucap Cecil sambil tersenyum. "Aku pulang duluan ya... Lain kali kabarin aku jika kamu ingin main," lanjutnya.

Ana hanya diam. Matanya masih tidak berpaling dari objek di depannya. Cecil pun pergi meninggalkan Ana seorang diri.

Entah apa yang merasuki Ana, ia berjalan mendekat ke arah gedung itu. Ia bersembunyi di balik tembok terdekat. Berusaha mendengarkan apa yang dikatakan dua orang itu.

"Kamu dibuli sama mereka kan? Kalau sudah seperti ini, apa yang kamu lakukan?" tanya Ardian dengan sorot matanya yang menanam pada Julia.

Gadis yang rambutnya telah berubah menjadi lebih pendek itu hanya terdiam sambil menundukkan kepala.

Ana bingung, kenapa Julia masih menghampiri laki-laki ini di gedung arsitek jika memang mereka sudah putus.

Ardian menarik rambut Julia dengan kasar. "Terus ini lagi! Kamu apa-apaan potong rambut seperti ini? Mau pamer bahu kamu yang putih mulus seperti artis Korea itu? Berapa kali aku ingatkan, jangan memancing seseorang untuk berbuat jahat!" bentaknya.

Di antara cahaya yang mulai redup karena matahari sudah terbenam, Ana masih memperhatikan pertengkaran sepasang kekasih ini. Ia penasaran.

"Julia, kalau kamu memang menyukai pakaian terbuka seperti ini, kenapa kamu memotong rambutmu?!"

"Kamu tahu berapa banyak laki-laki yang berkata ingin menikmati tubuhmu?!"

Julia mengangkat kepalanya. "Kenapa kakak harus peduli apa yang mereka katakan tentangku? Kita sudah putus, Kak!"

Plaaak!

Ana yang melihat adegan itu dari balik dinding seketika menutup mulutnya. Ia dapat melihat dengan jelas Julia yang tersenyum sinis sambil memegang pipinya yang memerah.

"Bahkan setelah kita putus, Kakak masih berani menamparku. I'm really done with you!" tegas Julia. Kemudian ia melenggang, meninggalkan Ardian seorang diri.

Ana yang melihat pergerakan Julia langsung mengikuti wanita itu. Dilihatnya Julia masuk ke mobil. Ana segera naik ke motornya yang terparkir tidak jauh dari mobil Julia.

Perlahan, ia mengikuti mobil Julia yang meninggalkan kampus. Ia tidak tahu apa yang ia lakukan. Ia tidak tahu kenapa ia harus melakukan hal ini. Padahal tadi ia telah berjanji akan melupakan gadis ini. Tapi...

Ana terus mengikuti Julia hingga mobil itu masuk ke sebuah apartemen. Ana melihat semuanya dari jauh. Memperhatikan langkah Julia yang masuk ke dalam lift. Ana memandang lift yang tertutup itu.

"Ana, sedang apa kamu di sini malam-malam?"

Sebuah suara berhasil membuyarkan lamunan Ana. Ia segera menengok ke sumber suara. Betapa terkejutnya dia melihat siapa yang di depannya sekarang.

***