"Wow.. Ini sungguhan?! Bagaimana ini bisa terjadi?!"
Wajah Irin begitu berseri-seri. Terlebih lagi Voren melihat gadis itu secara langsung dalam jarak yang amat dekat sehingga dia bisa melihat kecantikan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
"Kau.. senang bisa menyentuhku?"
"Aku senang karena kau baik-baik saja setelah tangan ini menyentuhmu. Oh! Paman harus tahu hal ini!"
Irin sontak memberontak. Ingin sekali dia berlari mencari Henry dan memberitahu kabar baik ini.
Namun rupanya Voren tak lantas membiarkan gadis tersebut begitu saja.
Pria itu justru mempererat pelukannya dan tak membiarkan Irin untuk semakin melukai kakinya.
"Lepaskan aku, Voren!"
"Tidak. Sudah kubilang lukamu akan semakin parah jika kau nekat berjalan."
"Aku tidak akan berjalan!"
"Memang. Tapi kau akan berlari."
(Apakah pria ini juga setengah Zhair seperti Raizel? Mengapa dia bisa membaca isi pikiranku? )
Saat keduanya bersikeras mempertahankan keteguhan pendirian masing-masing, tiba-tiba muncul seseorang yang menyerang Voren.
Tangannya yang lain berhasil merebut Irin dan menjauhkan gadis itu dari pertempuran.
"Raizel! Hentikan!"
Raizel terlihat begitu marah. Dia lalu mencengkeram leher Voren dan membatasi pergerakannya dengan menahan tubuh Voren di batang pohon.
Mata Raizel pun membentuk mata ular dan suaranya mulai berat.
"Berani sekali kau menyentuhnya!"
"K-kau keberatan dengan itu?"
"Bagaimana kelihatannya?!"
Voren mulai kehabisan napas. Sungguh cengkeraman Raizel itu lebih mirip seperti cengkeraman seekor beruang yang sangat kuat.
(Bagaimana dia bisa terbangun secepat ini?! Dan kekuatan macam apa ini?!)
Penyerangan yang tiba-tiba itu tentu saja membuat Voren tak bisa berbuat banyak. Dia hanya berusaha menahan tangan Raizel agar tetap bisa bernapas.
Seketika sensasi dingin segera menjalar di tangan Raizel ketika Irin menyentuhnya.
Raizel pun menyadari bahwa Irin kembali mengenakan sarung tangan besi dan hal itu membuat akal sehatnya kembali.
"Lepaskan benda itu, Irin."
"Lepaskan dia, Raizel. Dia hanya membantuku berjalan."
Ucapan lembut dari Irin tersebut seketika meruntuhkan amarah Raizel. Pria itupun lalu melepaskan Voren.
"Biar aku saja yang menggendong mu."
"Tidak. Kau akan terluka."
"Kenapa dia bisa menyentuhmu sedangkan aku tidak?!"
"Tenanglah.."
Dengan tetap menggunakan sarung tangan besi itu akhirnya Irin pun membelai pipi Raizel.
Pria itu sontak semakin luluh dengan perlakuan manis dari Irin. Dia lalu menggenggam tangan dingin gadis yang dia cintai itu.
"Apa yang harus kulakukan untuk menyingkirkan benda ini dari tubuhmu? Aku ingin menyentuhmu. Aku ingin merasakan hangatnya tanganmu tanpa ada benda apapun yang menghalangi. Apakah keinginan sederhana itu terlalu mustahil, Irin?"
Irin hanya terdiam. Diapun menginginkan hal serupa. Namun apa yang bisa dia perbuat.
Kekuatan yang Irin miliki adalah pemberian dari Tuhan yang bagaimanapun juga harus dia terima sebagai jalan hidupnya.
Di sisi lain, Voren yang melihat interaksi antara Irin dan Raizel pun tiba-tiba merasakan rasa sesak di dadanya.
Entah mengapa pria itu tak suka jika Raizel bisa sedekat itu dengan Irin.
Raizel lalu melihat ke arah Voren. Sebagai setengah Zhair, dia tahu apa yang ada dipikiran pria itu.
"Kenapa kau tidak terpengaruh dengan kekuatan Irin setelah menyentuhnya?"
"Aku pun menanyakan hal serupa pada diriku."
Mereka bertiga pun terdiam. Masing-masing sibuk bergelut dengan pikiran mereka sendiri dan berusaha menelaah hal yang sama.
"Irin, bawa aku ke Guru Danthe. Ku rasa dia tahu bagaimana memecahkan teka teki ini."
"Aku ikut!"
Raizel pun sontak menatap Voren dengan tajam.
"Tak perlu."
"Perlu. Karena aku juga ingin tahu mengapa aku tidak terpengaruh dengan kekuatan Irin."
Kedua pria itupun saling menatap tajam. Siapapun yang melihat adegan ini pasti sudah bisa menebak bahwa keduanya saling tak suka satu sama lain.
(Ini bukan awal yang bagus..)