"Guru!"
Mungkin saking cepatnya Danthe melesat atau karena jarak antaranya dirinya dan Raizel yang cukup jauh, raksasa itu tak berhenti atau bahkan mengurangi kecepatannya ketika Raizel berteriak memanggilnya.
Alhasil setengah Qhun tersebut akhirnya berhenti sambil mengatur napasnya yang terengah-engah.
Namun bukan Raizel namanya jika dia tak keras kepala.
Diapun kembali berlari ke arah yang dituju oleh Danthe dan bertekad untuk menemukan sang guru entah bagaimanapun caranya.
Namun baru beberapa langkah, Raizel tiba-tiba dikejutkan oleh kemunculan prajurit Qhun.
"Berhenti!"
Salah satu prajurit yang menghentikan langkah Raizel tersebut pun maju dan berdiri di hadapannya.
Tanpa banyak bicara dia menarik syal yang digunakan oleh Raizel dengan kasar.
...
"Apa yang kau harapkan, tuan prajurit? Mengapa ekspresimu tampak kecewa setelah melihat leher ku?"
Sebenarnya sesaat yang lalu Raizel telah merasakan kehadiran dari para prajurit ini dan dengan segera menggunakan kemampuannya dalam memanipulasi pikiran.
Karena itulah sang prajurit hanya mendapati kulit mulus tanpa tergores sedikitpun saat menarik syal yang melingkar di leher Raizel.
Prajurit tersebut pun hanya diam yang membuat Raizel menjadi kesal.
Dia begitu kesal karena setelah Marco, kini perjalanannya harus terhenti kembali oleh prajurit Qhun dan oleh sebab itu diapun lupa kemana arah Danthe pergi.
"Menyingkir atau kulepas lehermu dari tempatnya."
Mata pria tampan itu mulai berubah setajam serigala.
Kekesalannya kemudian berubah menjadi kemarahan ketika sang prajurit tak kunjung pergi dari hadapannya.
"Tenang, anak muda. Dia hanya menjalankan tugas dariku."
Raizel lalu menatap Roquis yang muncul dari balik badan prajuritnya.
"Oh? Bukankah kau putra dari Mina? Sedang apa kau di sini?"
"Apa sekarang terdapat aturan yang mewajibkan Qhun untuk melaporkan setiap kegiatannya padamu, jenderal?"
"Wah.. Kau benar-benar seperti ibumu yang tidak pandai berbasa-basi. Tapi ku sarankan agar kau mengurangi temperamen mu terutama saat bicara dengan prajurit. Kau tak ingin sikapmu yang kurang sopan hari ini akan menjadi masalah di kemudian hari, bukan?"
Raizel pun tersenyum sinis mendengar ucapan dari Roquis.
"Jadi kau anggap tindakan prajuritmu yang tiba-tiba menarik busana orang lain itu sopan? Sepertinya aku harus pergi ke pendidikan militer dan bertanya tentang etika dasar dari prajurit pada guru-guru di sana."
Ucapan Raizel yang tanpa rasa takut tersebut sontak membuat Roquis terdiam.
(Mengapa aku begitu terintimidasi dengan ucapan seorang pemuda?!)
Melihat Raizel yang tak menundukkan pasangannya sedikit pun, Roquis pun akhirnya memerintahkan prajuritnya untuk membuka jalan.
Dia berpikir lebih baik membiarkan Raizel pergi daripada nantinya mereka melakukan pertarungan yang sia-sia.
Raizel pun merebut kembali syal nya dari tangan prajurit dan berlalu meninggalkan tempat itu.
"Mengapa kau melepaskannya begitu saja, jenderal? Bukankah dia tampak mencurigakan?"
"Karena sorot matanya telah berubah. Aku merasakan bahaya ketika melihat mata itu walaupun aku tak tahu bagaimana kemampuan ketika bertarung Raizel."
"Raizel? Jadi dia putra dari Nyonya Mina yang kapan hari kita temui?"
"Benar."
Roquis pun masih menatap kepergian Raizel hingga sosoknya menghilang dari pandangannya.
Di sisi lain Raizel yang sudah berjarak cukup jauh pun akhirnya bisa bernapas lega.
Kenyataan yang terjadi sebenarnya adalah sepanjang pembicaraan antara dirinya dengan prajurit Qhun tadi, dia tengah menahan diri untuk tidak terlihat cemas.
Dia kuatir bekas sayatan di lehernya akan terlihat di mata prajurit-prajurit itu dan Raizel sama sekali belum siap jika harus bertarung lagi dengan bangsanya.
"Untung saja pikirikan mereka berhasil kumanipulasi."