"Sial!"
Sekumpulan penjaga berpatroli di depan gerbang masuk wilayah Orion.
Dengan sekali lihat saja Raizel bisa menebak bahwa mereka adalah prajurit terbaik dari bangsa penguasa elemen itu.
"Bagaimana aku bisa masuk kesana dengan penjagaan seketat itu?!"
Raizel berencana untuk membiarkan warna mata aslinya terlihat oleh para prajurit Orion mengingat dia memiliki mata Zhair.
Setidaknya hal itu bisa mengelabuhi kenyataan bahwa dia adalah setengah Qhun.
Dengan langkah pasti Raizel menuju ke arah gerbang masuk Orion.
Namun tak diduga tiba-tiba seseorang menarik tangannya sebelum berhasil menjangkau tempat itu.
"Kepalamu terbentur lagi atau bagaimana? Atau kau memang sudah bosan hidup?"
Betapa terkejutnya Raizel setelah mengetahui siapa orang yang telah menarik tangannya.
Dihadapannya kini tengah berdiri gadis yang memang sedang dia cari yang saat ini menatapnya dengan alis berkerut.
Raizel lalu melirik ke tangan Irin yang masih memegang tangannya. Terlihatlah sarung tangan besi menyelimuti tangan gadis itu.
"Mengapa kau memakai sarung tangan besi itu lagi?"
Irin spontan melepaskan tangan Raizel. Dia lalu berjalan menjauh dari gerbang Orion diikuti oleh Raizel di belakangnya.
Gadis itu lalu duduk di atas pohon yang tumbang di pinggir sungai tak jauh dari gerbang Orion.
"Jawablah pertanyaanku."
"Ada urusan apa kau ke sini?"
"Astaga.. Kau masih saja tak mau menjawab pertanyaanku. Tapi baiklah, itu nanti saja. Sekarang yang terpenting aku ingin memberikan informasi penting!"
Raizel lalu berjalan mendekati Irin dan duduk di sebelahnya.
"Malam ini Qhun akan menyerang Orion." ucap Raizel.
Pria tampan itupun langsung terpesona saat memandang Irin yang ternyata sangat cantik. Dia bahkan tidak berkedip dan hanya terpaku menatap Irin.
"Kau terlalu dekat."
Irin kemudian mendorong dada Raizel dengan jari telunjuk dinginnya.
"Kau tidak terkejut mendengar kabar ini?"
"Bangsa Qhun itu mudah di prediksi. Sifat rakus akan kekuasaan membuat mereka menjadi gelap mata. Aku sudah bisa menebaknya sejak lama. Lagipula Orion juga sudah bersiap untuk hari ini."
"Tapi bagaimana bisa? Maksudku bagaimana kau bisa menebak bahwa mereka akan menyerang malam ini?"
"Semua orang yang hidup di Archard tahu akan kelemahan dari masing-masing golongan. Lagipula menurutmu untuk apa aku susah payah menyelinap ke wilayahmu kemarin?"
Irin pun tersenyum simpul yang semakin membuat Raizel berdecak kagum.
(Sungguh cantik makhluk ini!)
"Hah.. Kau benar-benar sulit ditebak. Tak hanya dirimu, bangsamu pun tak jauh berbeda."
Srak!
Seketika warna mata Irin berubah menjadi merah darah sedangkan Raizel langsung mengeluarkan cakar runcing dari jemarinya.
Pria muda itu langsung menyerang begitu muncul sebuah bola besar berwarna hitam dari balik semak-semak.
"Tunggu!"
Irin berhasil menahan badan Raizel dengan menjulurkan salur akar pohon yang membuat cakar pria itu berhenti tepat beberapa mili dari bola hitam di depannya.
"Memang darah tak sabaran Qhun mengalir deras di dirimu anak muda."
Sebuah suara yang pelan namun dalam segera terdengar diiringi dengan bola hitam yang berkedip dan langsung membuat Raizel tersentak kaget.
"B-bola itu bicara?!"
"Sstt.. Pelankan suaramu!"
"Irin mengapa temanmu menatapku dengan aneh begitu?"
"Karena kau memang aneh guru."
"Murid kurang ajar."
"Guru?! Gurumu sebuah bola?!"
Irin pun menghela napas panjang. Hal ini pastinya membuat setengah Qhun itu terkejut dan bingung di saat yang bersamaan.
Irin lalu beralih menatap bola hitam yang kini terkekeh geli.
"Ckk.. Hentikan guru. Kau membuatnya takut."
"Baiklah.. Kalau begitu ikuti aku. Oh! Bawa dia juga."
Setelah mengucapka kalimat tersebut, bola hitam besar itupun menghilang.
"Ayo."
"Tunggu! Kita mau kemana?! Dan mengapa dia ingin aku ikut juga?! Hei! jawab dulu pertanyaanku!"