Walaupun Irin mengucapkan kalimat itu sambil tersenyum, namun di balik itu semua Raizel yakin melihat setitik kesedihan di mata biru itu.
Raizel pun berusaha duduk yang tentu saja membuat Irin terkejut.
"Hei! Apa yang tadi kukatakan tentang berbaring sampai besok pagi?!"
"Jelaskan padaku mengapa aku harus membunuh seorang gadis cantik berdarah campuran sepertimu wahai nona misterius? Apa wajahku terlihat sebagaiĀ wajah dari seorang pembunuh?"
"Lukamu bisa terbuka lagi, Tuan Qhun! Jadi berbaringlah kembali!"
"Biarkan saja. Aku lebih suka lukaku terbuka dan mengeluarkan darah segar daripada menerima kesalahpahaman darimu."
"Disamping cerdas, rupanya Zhair adalah bangsa yang keras kepala. Baiklah terserah kau saja."
"Hah? Kau tahu bahwa aku setengah Zhair?! Bagaimana bisa?!"
"Itu." kata Irin sambil menunjuk ke arah mata Raizel.
"Mata?! Maksudmu mataku?! Apa warna mataku?!" tanya Raizel sambil menunjuk matanya sendiri.
Kini Irin lah yang menjadi bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Raizel.
(Ada apa dengan pria ini? Mengapa dia tak tahu warna matanya sendiri?)
"Mengapa kau malah diam? Apa warna mataku?!"
"Abu-abu."
Jawaban Irin tersebut sontak membuat kepala Raizel semakin penuh dengan segudang pertanyaan.
(Bagaimana mungkin dia bisa melihat warna mataku yang sebenarnya sedangkan aku telah memanipulasi pikiran setiap orang yang melihatku agar mereka berpikir bahwa mataku berwarna hitam layaknya bangsa Qhun?!)
"Ha..ha..ha.."
Tiba-tiba saja Raizel tertawa keras. Pria tampan itu baru menyadari bahwa dirinya tidak bisa mempengaruhi pikiran Irin dengan kekuatannya.
Beberapa detikcom kemudian kepala Raizel pun menjadi sakit.
Begitu banyak kejutan-kejutan yang dia dapatkan dari Irin yang semakin lama semakin menjerumuskan dirinya untuk masuk ke dalam jurang misteri.
Pria itu lalu berbaring kembali dan mulai menutup mata karena sudah tak bisa lagi menahan sakit kepalanya.
Tak lama kemudian Raizel pun tertidur pulas setelah lelah berpikir. Melihat hal tersebut Irin pun tersenyum.
"Akhirnya dia menyerah juga."
**
"Benarkah? Kau yakin informasi ini akurat? Darimana kau dapatkan informasi ini?"
"Benar, ketua. Anak buahku yang berjaga di perbatasan sangat yakin telah melihat Qhun tak jauh dari tempatnya berjaga."
"Sedang apa Qhun di sana? Ada yang tidak beres."
Henry mengusap jenggot tipisnya sambil berpikir. Dia tahu sesuatu yang besar akan terjadi dan pasti menjadi hal yang buruk bagi Orion.
"Kenapa ketua berpikir demikian? Bukankah kita sudah terbiasa menerima tamu dari bangsa lain sebelumnya?"
"Aku tahu. Tapi lain ceritanya jika mereka datang bukan untuk bertamu."
"Apa maksudmu?"
"Voren, apakah menurutmu seseorang yang memantau daerah kita secara diam-diam bisa disebut dengan bertamu? Tidak tidak! Bukan begitu cara untuk bertamu."
"Kalau begitu mungkinkah penyerangan?"
"Sepertinya begitu mengingat belakangan ini banyak sekali kekacauan yang telah dilakukan oleh Qhun di tanah kita."
"Jangan kuatir, ketua. Jika Qhun nekat menyerang Orion, maka aku dan pasukanku akan berada di barisan paling depan untuk menghancurkan mereka."
Henry pun tersenyum simpul. Dia tahu bahwa Voren, orang kepercayaannya itu tak punya rasa takut melawan apapun.
Bahkan kekuatan yang dimilikinya sanggup untuk meruntuhkan satu bangsa jika dia mau.
"Apa kau meragukanku, ketua?" tanya Voren setelah melihat gelagat Henry yang tidak tenang di balik senyum itu.
"Ha.. Ha.. Ha.. Kau tahu bahwa aku tak pernah meragukanmu."
"Lalu apa yang kau khawatirkan?"
"Gerhana bulan dan itu terjadi besok."