Chereads / Once Upon a Time in Archard / Chapter 11 - Chapter 11

Chapter 11 - Chapter 11

"Kau sudah kembali, Raizel?"

Seorang wanita menyambut kedatangan Raizel di pintu masuk. Terlihat rona kecantikan wanita itu belum pudar walaupun usianya sudah tak muda lagi.

Raizel masuk begitu saja ke dalam rumah hingga membuat ibunya bertanya-tanya.

"Kenapa wajahmu seperti itu?"

"Hah.. Pria tua itu masih saja licik."

"Siapa?"

"Guru Wang. Masih saja dia berpikiran untuk pamer ke khalayak umum karena merupakan guru dari keluarga kita."

"Kau membaca pikirannya lagi?!" sang ibupun menjewer telinga Raizel. 

"Aww.. Ibu hal itu terjadi begitu saja tanpa bisa kucegah!"

Sang ibu pun hanya bisa menghela napas seraya melepaskan telinga putra semata wayangnya. 

"Yah.. Bagaimana lagi, kau mewarisi darah Zhair ayahmu."

Ibu Raizel kemudian mengambil mantel bulu yang di pajang di ruang keluarga.

Benda itu adalah peninggalan dari ayah Raizel yang meninggal saat perang beberapa tahun lalu.

"Bisakah aku berguru pada orang lain saja? Aku muak dengan si tua bangka itu."

"Mulut pedas mu itu sama sekali tak cocok dengan wajahmu. Kau lebih banyak mewarisi darah ayahmu daripada ibumu yang lemah lembut ini. Dan juga ibu tak bisa mengabulkan permintaanmu tadi."

"Kenapa?"

"Karena dia yang paling kuat di sini, Raizel. Cobalah mengerti.. Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu."

Mendengar hal itu, Raizel pun hanya bisa menahan keinginannya untuk mencari guru pengganti.

(Setidaknya tinggal beberapa bulan lagi jadi aku harus bersabar) 

**

Hembusan angin yang menerpa rerumputan hijau membuat tumbuhan itu menari lembut saat Irin tiba di tempat tersembunyi yang dikelilingi oleh hutan lebat.

Bum..

Tubuh Irin langsung berguncang saat sesuatu yang amat besar menghentakkan kakinya di tanah.

Irin lalu mendongak memandang sosok setinggi sepuluh kaki yang berdiri gagah beberapa meter darinya.

"Guru."

Raksasa itupun tersenyum saat Irin berlutut memberikan salam hormat untuknya.

Dia lalu menyentuh kepala Irin dengan kelingking yang masih tampak begitu besar bagi gadis itu. 

"Bangunlah nak."

Irin lalu duduk bersila di atas tanah yang membuat sang guru keheranan.

"Aku menyuruhmu berdiri, tapi mengapa kau malah duduk?"

"Maaf guru, tapi cobalah mengerti. Aku baru saja menempuh jarak yang sangat jauh dengan berlari. Apa kau sampai hati menyuruhku berdiri setelah semua yang telah kulalui, guru?"

"Baiklah.. Terserah kau saja."

Sang guru yang berasal dari golongan Bota itupun ikut duduk bersila.

Dialah Danthe. Guru yang selama ini mengajari Irin banyak hal termasuk cara untuk mengendalikan Moe dan kekuatannya. 

Danthe masih menggerutu sendiri. Hal itulah yang membuat Irin menahan senyum dengan sikap sang guru yang terkadang kekanakan.

"Jadi guru, ada masalah apa hingga kau memanggilku lagi padahal baru sebentar aku pergi dari sini?"

"Lihatlah! Aku sudah berusaha mencabutnya, tapi tak kunjung berhasil. Aww.. Ini sakit sekali!"

Danthe lalu menunjuk sesuatu yang menancap di ibu jari kakinya.

Bagi Danthe sesuatu itu hanyalah duri kecil. Namun pada kenyataannya duri kecil itu adalah sebuah pohon beringin besar yang patah di beberapa rantingnya sehingga menancap kuat di ibu jari kaki Danthe.

"Guru memanggilku karena sebuah duri?"

"Irin.."

"Baiklah.."

Moe segera bergeser dari telapak tangan Irin dan dengan segera pohon beringin itu melebur menjadi debu saat Irin menyentuhnya.

"Hah.. akhirnya.."

"Hanya itu?"

"Tidak.. Lihatlah."

Danthe lalu mengepalkan telapak tangannya. Seberkas cahaya tiba-tiba terbentuk di dalam genggamannya.

Raksasa itu kemudian membuka telapak tangannya dan cahaya tersebut terbang ke udara.

Beberapa saat kemudian terlihatlah cuplikan demi cuplikan kejadian yang berasal dari penglihatan Danthe.

Cuplikan itu berisi percakapan bangsa Qhun saat Danthe mengunjungi tanah mereka dengan menyamarkan tubuhnya menjadi tembus pandang.

"Astaga.. Guru.." Irin tercengang dengan apa yang dia lihat.

"Benar. Qhun berencana memulai perang dengan bangsa lain."