"Aku benar-benar bodoh. Bagaimana ini?" Naomi bergumam pada diri sendiri, lututnya tak bisa berhenti bergerak karena terlalu gugup.
Naomi dan Keiichi sudah duduk di depan ruang gawat darurat selama lebih dari lima belas menit. Dokter yang menerima Nick tak kunjung keluar, membuat Naomi lebih cemas setiap detiknya.
Keiichi tersenyum tipis kemudian meletakkan sebelah tangannya di atas lutut Naomi, mencoba menenangkannya."Tenang, Naomi. Dia akan baik-baik saja."
Naomi menelan ludah, tidak tenang. "Aku tidak tahu. Apa dia benar-benar akan baik-baik saja? Apa ini pernah terjadi sebelumnya?"
Keiichi menggangguk pelan. "Saat kami masih remaja, Nick tidak sengaja memakan sesuatu yang diberikan temannya sebagai oleh-oleh. Mungkin makanan ringan itu mengandung semacam makanan laut dan membuatnya tak bisa bernapas."
Naomi merasa tenggorokannya tercekat. Ia menggigit bibir dengan resah. "Lalu apa yang terjadi?"
"Ia dilarikan ke rumah sakit. Seperti sekarang."
"Dan... dia baik-baik saja? Berapa lama sampai ia sembuh?"
"Entahlah." Keiichi mengangkat sebelah bahu. "Tidak ada obat untuk alergi. Kau bisa mengalahkannya dengan sistem imun yang baik."
Ya, Tuhan...
Naomi tahu ini bukan sepenuhnya salahnya. Ia tidak tahu kalau Nick memiliki alergi terhadap makanan laut dan lelaki itu tak memberitahunya. Kejadian ini sepenuhnya kecelakaan tapi mengapa Naomi merasa begitu bersalah dan khawatir? Bagaimana kalau Nick tidak bisa kembali bekerja dan terjadi sesuatu pada perusahaannya? Atau lebih buruk, bagaimana kalau Nick tak bisa bernapas dan... dan...
"Hei, Naomi. Dia akan baik-baik saja." Keiichi mengulang kalimat itu, kali ini sambil mengusap bahu Naomi perlahan.
"Terima kasih, Keiichi."
Pintu ruang gawat darurat tiba-tiba terbuka dan seorang dokter wanita muda berjalan keluar menghampiri Naomi dan Keiichi, yang kemudian melompat berdiri.
"Ba-bagaimana keadaannya, Dok? Apa dia baik-baik saja?" Naomi yang terlebih dulu bertanya dengan sigap.
"Dia tidak apa-apa. Untungnya, Nick tak memakan begitu banyak makanan laut karena kalau itu terjadi mungkin saluran pernapasannya bisa membengkak dan berakibat fatal. Tapi, aku sudah menyuntikkan obat dan memberikan vitamin. Saranku, kalian lebih baik membiarkan Nick menginap di sini satu malam karena reaksi alerginya bisa datang lagi. Dan jika keadaannya membaik, besok dia sudah boleh pulang untuk berobat berjalan." Dokter muda itu menjelaskan perlahan-lahan, membuat Naomi bisa kembali bernapas dengan tenang.
"Terima kasih banyak, Dokter." Keiichi tersenyum seraya dokter itu pergi meninggalkan mereka.
Naomi bergegas memasuki ruang gawat darurat yang dipenuhi dengan deretan brankar berisi pasien-pasien sakit. Setelah menyapu ruangan dengan matanya, Naomi berjalan cepat menuju ranjang yang terletak di tengah barisan, tempat Nick berbaring duduk.
"Nick!" seru Naomi, membuat Nick terbelalak, kaget.
"Sst! Jangan berteriak seperti itu, memangnya kau pikir tempat ini apa?" Nick bereaksi dengan cepat, menoleh kesana-kemari dengan wajah malu.
Naomi buru-buru menarik tirai penyekat, memberikan mereka privasi. "Kau baik-baik saja? Kau bisa bernapas? Kulitmu gatal-gatal? Ya Tuhan, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu kau punya alergi terhadap makanan laut. Tunggu, sebenarnya ini salahmu. Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau punya alergi? Setidaknya-,"
Nick mencondongkan wajahnya pada Naomi dengan cepat, membuat Naomi tersentak dan menarik wajahnya. Wajah mereka kini berjarak sangat dekat, terlalu dekat sampai Naomi bisa merasakan hembusan napas Nick di kulitnya.
"Aku baik-baik saja. Berhenti mengomel sebelum aku melakukan sesuatu yang membuatmu marah," ucapnya lalu menarik wajahnya kembali. Nick berhasil membuat Naomi terdiam, dan mungkin tersipu karena wajah gadis itu memerah. Ia ingin tersenyum puas namun ia baru sadar kalau adiknya berdiri di sebelahnya. "Jangan beritahu Mama," katanya pada Keiichi.
Keiichi tersenyum, lemah. "Aku janji."
"Apa?! Nick akan dirawat di rumah sakit dengan keadaan seperti ini dan kalian tidak akan memberitahu ibu kalian sendiri?!"
Nick dan Keiichi tertawa masam melihat reaksi Naomi. "Percayalah, Naomi, kau tidak akan suka apa yang terjadi pada Mama kalau kau memberitahunya berita buruk ini." Keiichi bersedekap.
Kedua alis Naomi berkerut, bingung. "Me-memangnya apa yang akan terjadi?"
"Jangan bertanya dan jangan membayangkan apapun," jawab Nick dengan sebal. Ia menutup kedua matanya dan bersandar pada punggung ranjang yang kini setengah terangkat, menunjang tubuhnya untuk bisa duduk. "Dan yang paling penting, jangan mengucapkan apapun. Kau sangat berisik, membuatku pusing."
"A-aku benar-benar minta maaf, Nick." Naomi berusaha mengucapkannya dengan benar meskipun suaranya terdengar parau.
"Dan, apa kau tahu? Aku sangat membenci obat-obatan. Dan berkat kau, aku harus menelan pil-pil besar itu selama berminggu-minggu." Nick menekankan dengan kesal.
"Maaf," gumam Naomi, lagi.
"Ya, mungkin permohonan maafmu itu bisa menyembuhkanku."
"Nick, hentikan. Dia sudah meminta maaf." Keiichi menimpali sambil menatap kakaknya dengan sebal.
Keiichi tahu hal ini akan terjadi. Semua orang yang mengenal Nick pasti tahu tentang sikapnya yang sarkastik. Dan meski ia sudah terbiasa dengan itu, ia tidak yakin Naomi bisa mengatasinya. Hampir semua gadis di sekolahnya dulu patah hati dan pulang menangis setiap saat menyatakan perasaannya pada Nick. Sejauh ini, tak ada yang bertahan lebih dari lima belas menit berada di dekat Nick -kecuali tentu saja, orang-orang yang bergantung padanya untuk mencari uang.
"Kau bisa saja bertanya apakah makanan itu mengandung makanan laut atau tidak, tapi kau tidak bertanya! Kau tahu kalau kau juga bersalah dalam hal ini!" Naomi memberengut kesal lalu berpaling dari Nick.
Ucapan Naomi itu membuat Keiichi hampir terkejut. Ia kemudian memandang Nick dengan tatapan syok.
"Aku tahu. Dia berbeda, bukan?" bisik Nick sambil tersenyum, tak percaya. "Aku sudah hampir gila dibuatnya."
Keiichi mengangguk setuju. Dari sekian lama ia melihat gadis-gadis yang menjadi korban sikap kakaknya, baru kali ini ia melihat seseorang yang berani melawan Nick.
Naomi menggeram, "Aku ke kamar mandi dulu."
Begitu Naomi pergi meninggalkan bilik itu, Keiichi yang bersedekap langsung berpaling pada Nick. "Apa itu diperlukan?"
"Apa?"
"Membentaknya seperti itu?"
"Aku tidak membentaknya. Aku hanya merasa tidak adil."
"Tapi kau tidak perlu mengomelinya seperti itu, 'kan?"
Nick mengibas-ibaskan sebelah tangannya yang tak diinfus. "Oh, sudahlah, Kei. Aku sedang tidak mood untuk bertengkar. Kau mulai terdengar seperti dia."
Keiichi mendecakkan lidah kemudian mengintip keluar bilik, mengecek keberadaan Naomi di sekitar. Ketika dilihatnya tak ada siapapun, Keiichi menyeletuk, "Jadi, kalian tidak berencana untuk menikah?"
Nick mengerang. "Jangan mulai lagi."
"Aku hanya ingin tahu. Apa pertunangan kalian dibatalkan?"
"Memangnya kami terlihat seperti pasangan yang sedang merencanakan pernikahan?" Nick balas bertanya dengan jengkel.
Keiichi hanya tersenyum. Lalu, "Aku hanya ingin memastikan."
"Memastikan apa?"
Keiichi melirik Nick dengan tatapan serius kali ini, membuat Nick mengerutkan alisnya. "Memastikan batasan kita."
Mendengar itu, kedua mata Nick menyipit. Ya Tuhan, tiba-tiba perasaannya tidak enak.