Chereads / Another Winter / Chapter 21 - Dua Puluh

Chapter 21 - Dua Puluh

"Pertunjukannya akan diadakan hari Minggu depan, pukul delapan malam di Carnegie Hall," jelas Keiichi di telepon. "Bagaimana kalau kita bertemu di sana?"

Naomi yang sedang berada di dapur restoran, mengangguk seperti Keiichi bisa melihatnya. "Ya, tentu saja. Sampai ketemu di sana."

Naomi menutup telepon. Ia baru hendak meletakkan ponselnya di atas meja dapur ketika ponselnya berdering lagi. Naomi mengecek nama penelepon kemudian langsung menjawabnya tanpa menyadari sudut-sudut bibirnya mengembang membentuk seulas senyum tipis. "Ya, aku sudah menerimanya. Kalau kau menelepon hanya untuk menanyakan itu."

Naomi tersenyum lebih lebar mendengar Nick tertawa. "Apa kau sudah memakannya?"

"Ya, aku, Scott dan Kevin."

"Bagus."

Sudah tiga hari sejak malam itu, Naomi menerima makanan yang dikirim dari layanan pesan-antar misterius. Ketika membaca pesan yang selalu datang dengan makanan-makanan itu, Naomi langsung mengetahui siapa pelakunya. Nick bilang ia meminta koki perusahaannya untuk memasak khusus untuknya dan jika ditanya apa alasannya, lelaki itu pasti menjawab, "Untuk memastikan kau tidak mati kelaparan." Dan meski alasannya begitu tidak masuk akal, Naomi senang menerimanya.

"Asal kau tahu, koki perusahaanku, mereka semua pernah bekerja di restoran berbintang Michelin. Jadi kau harus berterimakasih karena bisa memakan makanan bintang lima dengan gratis setiap hari," ujar Nick, menyombongkan diri.

"Aku tahu, karena itu berhenti mengirimiku yang aneh-aneh. Kalau kau mau memastikan aku tidak mati kelaparan, kenapa tidak datang dan memastikannya sendiri?"

Terdengar suara Nick menarik napas. "Aku tidak tahu kau begitu merindukanku."

Naomi mengerang sambil memutar bola matanya. "Kau tahu bukan itu maksudku. Maksudku, Scott sangat pandai memasak, dan aku bisa memastikan aku tidak kelaparan bersamanya. Dan kalau kau tidak percaya, kau bisa datang dan memastikannya sendiri dengan kedua matamu. Atau kau mungkin bisa mencicipinya, kalau mau. Intinya, berhenti menghamburkan uangmu untuk sesuatu yang tidak penting."

Naomi tak bisa melihat apa yang dilakukan Nick, namun dari suaranya, ia yakin lelaki itu baru saja tersenyum. "Baiklah. Meskipun bagiku ini sangat penting tapi, permintaan ratu tidak bisa ditolak, bukan? Apalagi ratu yang menyeramkan sepertimu."

Naomi hanya menggeleng. Lalu Nick menambahkan, "Ngomong-ngomong, kau siap untuk kencan kita minggu ini?"

Naomi langsung tersenyum. "Kenapa aku harus bersiap-siap? Aku yakin kencan denganmu tak akan lebih dari hari membosankan berjalan di taman dan makan malam di restoran mewah kesukaanmu."

"Cih." Nick mendesah sambil tertawa. "Jangan meremehkanku. Aku hanya memperingatkanmu, hati-hati. Kau bisa saja jatuh cinta padaku setelah kencan kita nanti."

Naomi mengeluarkan suara yang terdengar seperti kerongkongan tercekat. "Jangan khawatir, itu tidak akan terjadi. Kau sama sekali bukan tipeku."

"Dan kau sama sekali tidak mendekati seleraku."

Keduanya tersenyum, mengingat ucapan Nick saat pertemuan pertama mereka. Setelah hening selama beberapa detik, Nick menyeletuk, "Aku harus pergi. Sampai ketemu akhir pekan nanti."

"Hmm." Naomi mengangguk lalu menutup telepon.

"Wah." Entah sejak kapan Scott berada di ambang pintu dapur yang terbuka, namun saat Naomi berpaling padanya, Scott bertepuk tangan kecil. "Aku tidak tahu kalian telah membuat progres."

Naomi menggelengkan kepala, mengambil sapu dan kembali membersihkan lantai. "Jangan bergurau, tidak ada yang terjadi."

"Oh, aku tidak keberatan kalau sesuatu terjadi di antara kalian." Scott berjalan mendekat sambil mengambil sapu kedua di balik pintu.

Proses renovasi restoran sudah mencapai lima puluh persen. Bagian dapur sudah selesai dibenahi dan menyisakan debu-debu dan serpihan batu-batu yang harus dibesihkan. Sementara Kevin memantau proses renovasi di bagian ruang utama, Scott dan Naomi sibuk membersihkan dapur, mempersiapkan ruangan yang kini kosong itu untuk dipenuhi perabotan baru.

"Jadi? Apa yang terjadi malam itu?" Scott bertanya sambil tersenyum jail.

"Sudah kubilang, Scott, tidak ada yang terjadi."

"Oh, begitu? Kau makan malam lalu menunggu hujan reda di apartemen Nick hingga tengah malam tanpa melakukan apapun?"

Naomi berhenti menyapu lalu berkacak-pinggang ke arah Scott dengan tatapan kesal. "Sebenarnya apa yang mau kau dengar?"

"Tidak ada. Hanya berita baik," jawab Scott sambil tersenyum lebar.

"Tidak ada yang terjadi karena Nick bukan pria sepertimu."

Scott tertawa lalu mengangguk. "Ya, aku setuju denganmu dalam hal itu. Nick pria baik-baik, dan karena itu kalau sesuatu memang terjadi di antara kalian, aku tidak akan menghalangimu."

Lelah memberi respon, Naomi hanya menggeleng.

"Bagaimana dengan lelaki yang satu lagi?" tambah Scott.

Naomi mengerutkan kening, tidak mengerti. "Lelaki yang satu lagi?"

Scott memegang gagang sapu dengan sebelah tangannya dan mengibaskan sebelah tangannya yang bebas ke arah kepalanya. "Lelaki jangkung, berotot dengan rambut bergelombang...," Scott mencoba menjelaskan dan ketika melihat Naomi tak memahaminya, Scott menambahi, "Kalian bertiga pergi makan di The Three Empires."

Begitu mendengar nama restoran Cina tempat Nick mendapatkan serangan alergi, Naomi langsung menjetikkan jarinya dengan kedua mata melebar, "Ah aku ingat. Maksudmu, Keiichi? Dia adik laki-laki Nick. Ada apa dengannya?"

Mendengar itu, Scott melotot, tidak percaya. Kemudian tersenyum lebar sambil menggeleng-geleng. "Kakak-beradik Boucher. Ckckck, Naomi, kau dalam masalah besar."

Naomi kembali menyapu sambil melirik Scott, tidak mengerti. "Memangnya ada apa?"

"Firasatku berkata kau akan mendapatkan masalah besar. Atau, merekalah yang akan memberikanmu masalah." Scott bersedekap sambil memeluk gagang sapu. "Atau, kalau firasatku benar, kaulah yang akan menjadi masalah besar bagi mereka."

Naomi mengerang sambil memutar bola mata. "Berhenti mengatakan yang aneh-aneh dan kembali bekerja. Dapur ini terlihat seperti tempat kejadian gempa bumi."

Scott menuruti ucapan Naomi tanpa bisa membantu dirinya yang terus berpikir keras dengan tidak tenang.

***

Nick meletakkan ponselnya di atas meja pendek di tengah kumpulan sofa ruang kerjanya. Lalu ia berpaling pada James yang duduk di seberang, mengamatinya sambil tersenyum menggoda. "Aku benar-benar ingin bertemu wanita ini."

Nick tersenyum miring. "Apa kau sudah melakukan apa yang kuminta?"

"Memesan tiket untuk pertunjukan di Lincoln Center?"

"Ya, itu dan Carnegie Hall."

James mencoba mengingat-ingat kemudian mengangkat kedua alisnya, "Ah, ya. Konser biola?"

Nick mengangguk sambil tersenyum miring. "Joshua Bell."

"Ya, sudah. Aku sudah memesan semuanya." James lalu melipat kedua tangannya di dada dan memandang Nick, bingung. "Aku tidak pernah tahu kau suka pertunjukan-pertunjukan seperti ini."

"Oh, tidak, James. Aku tidak membeli tiket untuk menonton pertunjukan membosankan itu." Nick bangkit berdiri lalu berjalan ke meja kerjanya sambil berkata, "Aku membeli tiket untuk melihatnya tersenyum."