Nick berjalan memasuki ruang kerja diikuti James yang sibuk mengecek jadwal di ponselnya. Ia menghempaskan tubuh di kursi kerja di balik mejanya lalu menyahut, "Beritahu aku, apa alasan yang bagus untuk menghubungi seorang gadis?"
James tersenyum kecil ketika melirik Nick dari sofa berlengan tempat ia duduk. "Kau meminta saranku sebagai teman atau sebagai bawahan?"
"Memangnya ada dua jawaban berbeda?"
James mengangkat sebelah bahu, "Mungkin."
"Beritahu aku."
"Sebagai teman, aku menyarankan kau untuk jujur, apa adanya. Kau bisa menanyakan kabarnya, atau semacamnya. Dan sebagai bawahan, kusarankan kau untuk meneleponnya setelah jam kerja selesai. Karena kau sangat sibuk hari ini."
Nick mengibaskan sebelah tangannya. "Ugh. Kau payah." Nick memutar kursi kerjanya ke arah jendela tinggi di belakangnya. Kemudian sambil mengamati pemandangan jalan raya kota New York yang sibuk, ia melanjutkan, "Dia memberitahuku untuk menggunakan nomornya hanya untuk keadaan darurat. Maksudku, memangnya aku hanya diperbolehkan untuk menghubunginya kalau aku sedang sekarat? Kalau begitu, apakah aku harus menabrakkan diri ke mobil hanya agar aku bisa meneleponnya? Itu tidak masuk akal."
"Kalau begitu, kau buat-buat saja keadaan darurat yang menurutmu memerlukan bantuannya. Kau bisa meneleponnya dan membuatnya datang kepadamu. Kau mendapatkan dua burung dengan satu batu."
Nick tak langsung menjawab. Lalu ia menjentikkan jarinya dan berputar ke arah James. "James, kau benar-benar brilian."
Nick baru saja beranjak hendak meraih ponselnya ketika James menyeletuk, "Jadi, apa kau akan memberitahu soal gadis ini?"
"Mm-mm." Nick menggeleng.
"Maksudku, aku bisa memberimu saran yang lebih rinci jika aku mengetahui satu dan dua hal tentang gadis ini."
Nick sedang menatap layar ponselnya ketika ia terdiam sejenak lalu menyipitkan matanya ke arah James. "Hmm, aku hanya bisa memberitahumu kalau dia... berbeda. Dan kadang bisa begitu menyeramkan. Dia baru saja... kehilangan orang tuanya jadi, aku tidak senang memikirkannya harus berada di suatu tempat sendirian."
James mengangguk pelan. "Begitu rupanya." James tertegun sesaat sebelum memutuskan untuk bertanya, "Dan, apa kau menyukainya?"
Nick langsung melemparkan tatapan serius pada James -sebuah tatapan yang hanya dimengerti sesama pria. Dan tanpa sepatah kata yang terlontar dari mulut Nick, James mengangguk mengerti sambil tersenyum lebar, tak bisa menahan dirinya dari perasaan riang yang menguasainya.
Ini adalah percakapan wanita pertamanya dengan Nick. Selama ini, James pikir Nick adalah seseorang yang gila kerja, tak tahu waktu dan tak mengenal hari libur. Dan meskipun atasannya itu baik, Nick tak pernah menanyakannya soal keluarga maupun masalah pribadinya. Apalagi soal wanita atau menanyakan saran. Entah mengapa, James merasa bersyukur Nick bertemu gadis misterius itu - gadis yang membuat Nick lebih senang tersenyum dan yang lebih penting, melupakan pekerjaannya. James bertanya-tanya, kemana saja gadis itu selama ini?
TOK-TOK.
Pintu ruangannya kemudian terbuka dan asisten resepsionis kantornya melongok ke dalam. "Mr. Boucher? Tamu Anda sudah datang."
Nick baru hendak menekan tombol telepon di layar kacanya ketika ia mendengar itu. Ia menunda aksinya, memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku bagian dalam jasnya lalu mengangguk, "Suruh dia masuk." Nick lalu bangkit berdiri dan menjentikkan jarinya pada James, "Dan James, kosongkan ruangan."
James langsung beranjak dari sofa dan berjalan menuju pintu. Tepat saat ia berjalan keluar, James berpapasan dengan seorang lelaki bertubuh pendek dan kurus yang mengenakan topi usang. Lelaki itu tersenyum padanya sebelum James menutup pintu.
"Scott. Selamat datang kembali."
"Ha-halo, Nick. Apa aku dipanggil ke sini untuk membicarakan soal perjanjian kita? Karena aku harus berbohong pada Naomi untuk ke sini."
Nick memimpin langkah Scott menuju kumpulan sofa di tengah ruangan. Lalu ia memberikan isyarat pada Scott untuk duduk dengan sebelah tangannya, "Bagus. Kau memang harus berbohong pada Naomi tentang kunjunganmu hari ini karena dia tidak boleh tahu apa yang akan kita bicarakan."
Senyuman lebar mengembang di wajah Scott seketika. "Rupanya kau ingin tahu tentang apa yang membuat Naomi sangat membencimu."
"Well, sebenarnya aku sudah membuat kemajuan. Hanya saja, aku tidak mau melakukan kesalahan yang sama dan membuatnya membenciku lebih dari apa yang sudah terjadi sekarang." Nick mengaitkan jari-jarinya sambil duduk di sofa yang terletak di seberang tempat duduk Scott. "Jadi, mulailah bicara."
Scott menarik napas yang dalam sebelum akhirnya mulai bicara, "Ini soal apa yang terjadi di pesta perayaan ulang tahun perusahaanmu dua tahun yang lalu."
***
Naomi berjalan mondar-mandir dengan kedua tangan dilipat di dada, ia lalu berdumal, "Oh, yang benar saja! Kemana para pria ini saat sedang sangat diperlukan?!"
Naomi sudah berada di gudang penyimpanan barang restorannya selama hampir satu jam. Jam makan siang datang dan semua pekerja renovasi, serta Kevin dan Scott, menghilang dari restoran, meninggalkan Naomi sendirian. Ketua tim renovasi meminta Naomi untuk mengosongkan gudang sebelum jam makan siang usai, dan orang-orang yang bisa membantunya malah pergi makan siang tanpa memikirkan perutnya yang keroncongan.
Sambil mencoba menelepon Scott untuk ke -15 kalinya, Naomi mengomel sendiri. "Oh, Scott... Kevin... kalau kalian kembali... lihat saja nanti!"
KLING-KLING!
Suara denting bel pintu restorannya membuat Naomi berpaling. Mungkin itu Scott atau Kevin. Tidak mungkin ada pelanggan yang berani memasuki restoran dengan tanda 'Tutup' yang sangat besar dan jelas. Begitu berjalan keluar dari gudang, hal pertama yang dilakukan Naomi adalah berseru dengan suara lantang, "Scott! Kevin! Demi Tuhan, dari mana saja kalian?! Apa kalian tidak tahu aku harus...,"
Kedua mata Naomi perlahan-lahan melebar, rahangnya terbuka dan ia menutup mulut. Wajahnya memerah seketika melihat orang yang kini berdiri di balik pintu restorannya adalah Keiichi Boucher.
"Konnichiwa, Naomi-chan." Keiichi menyapa dengan sebelah tangan terangkat, kikuk. "Apa aku mengganggu? Kau tidak terlihat senang. Apa karena aku bukan orang yang kau harapkan?"
Naomi mengerjap lalu menggeleng cepat. "Tidak, tidak! Ayo, masuk. Eh, kau sudah ada di dalam restoran, maksudku, ayo melihat-lihat. Kenapa kau tidak menghubungiku sebelum datang?" Naomi membersihkan celana jinsnya yang kotor terkena debu semen, mencuci tangan dan mengelapnya sambil lalu sebelum berbalik pada Keiichi lagi. "Apa kau mengharapkan makan siang? Kami sedang renovasi jadi... tidak ada makanan yang bisa dimakan sekarang."
"Naomi, tenang." Keiichi terkekeh. "Aku tidak datang untuk mengejutkanmu atau semacamnya. Aku hanya ingin... mengunjungimu."
Naomi hampir lupa berkedip saat mendengarkan penjelasan Keiichi. "Oh, baiklah."
"Pertandingan antar tim di Boston ditunda untuk sementara waktu karena pemain bintang kami sedang diopname, jadi aku memutuskan untuk berada di sini lebih lama. Mungkin, seminggu? Dan, aku ingin tahu apakah... kau mungkin membutuhkan bantuan?" Keiichi tersenyum miring sambil melihat ke sekelilingnya.
"Oh, kau datang di saat yang sangat tepat." Naomi menghela napas, lega. "Kalau kau tidak keberatan, apa kau punya waktu untuk membantuku memindahkan beberapa barang dari gudang ke ruangan di sebelah sana?" Naomi menunjuk ke arah ruang pribadinya di ujung ruangan.
Keiichi mengikuti arah pandang Naomi dan tanpa berpikir dua kali, ia langsung melepas mantel serta syalnya. "Tentu saja! Ayo kita mulai."
***
"Jadi, seperti itulah ceritanya. Setidaknya itu cerita versi Naomi." Scott bersandar pada bahu sofa berlengan sambil bersedekap. "Kau tahu, Naomi sudah seperti adikku sendiri dan mendengar cerita itu, aku hampir berpikir kau bukan pria baik-baik."
Nick mendecakkan lidah. "Kau terlalu mudah berubah pikiran."
"Bagaimana dengan Naomi?"
Nick terdiam, memandang kekosongan di langit-langit ruang kerjanya. Cat putih dinding yang mengelilinginya terlihat lebih pucat semenjak ia mendengar Scott bercerita.
Selama ini Nick berpikir Naomi tak pernah datang ke pestanya malam itu. Ia berpikir gadis itu terlalu membencinya untuk memenuhi undangannya. Nick berencana untuk meminta maaf malam itu - atas apa yang ia lakukan di kencan pertama mereka meski Nick bersikukuh ia tak sepenuhnya salah. Dan karena Naomi tak muncul malam itu, Nick berpikir ia tak akan pernah bisa bertemu gadis itu lagi. Kemudian ia berhenti mencoba.
Tapi, begitu mendengar cerita Scott, Nick seperti diserang perasaan bersalah. Kalau saja malam itu Adele tak datang dan kejadian itu tidak pernah terjadi, apakah Naomi akan memaafkannya dan memberikannya kesempatan kedua?
Kalau memang itu satu-satunya alasan Naomi membencinya, mungkin segalanya bisa berubah kalau ia memberikan penjelasan yang benar.
Nick merogoh saku bagian dalam jas kerjanya lalu mengeluarkan ponselnya. Ia baru hendak menghubungi Naomi ketika ia menyadari ada pesan masuk dari adiknya.
Kei
Nick, pertandinganku ditunda. Aku akan berada di sini selama seminggu ke depan. Telepon aku.
Oh, bukankah itu kabar yang baik? Tapi mengapa Nick justru merasa resah? Nick buru-buru menghubungi adiknya setelah membaca pesan tersebut.
"Halo, Nick?" jawab Keiichi pada deringan kedua.
"Hei, aku baru membaca pesanmu."
"Keiichi-kun, satu kotak lagi dan kita hampir selesai."
Deg.
Kedua mata Nick seketika melebar, kaget. Itu suara Naomi. Dan begitu mendengarnya Nick sontak bertanya, "Di mana kau sekarang?"
"Aku sedang berada di restoran Naomi, sedang membantunya membereskan gudang. Kutelepon lagi nanti, ya? Sampai nanti." Kemudian terdengar suara dering bunyi panggilan terputus.
Nick menurunkan ponsel dari telinga dengan kedua mata melebar. Tidak mungkin. Apa yang ia takutkan menjadi nyata. Naomi baru saja memberikannya kesempatan kedua, ia baru saja membuat kemajuan... ia tidak boleh kehilangan kesempatan kali ini. Apalagi kalau ia harus melepaskan Naomi kepada... adiknya sendiri.