Nick menginjak rem mobil SUV miliknya ketika selesai parkir di pinggir jalan, tepat di depan Gran's Kitchen. Scott yang menumpang di kursi penumpang di sebelah Nick buru-buru melepas sabuk pengamannya lalu melompat turun sambil menutup mulutnya. "Dasar gila! Benar-benar gila! Memangnya kau pikir kau pembalap?!! Apa yang kau pikirkan menyetir begitu cepat?!!"
Nick tak menghiraukan keluhan Scott yang mabuk karena gaya menyetirnya yang menurut Scott terlalu berbahaya. Hanya Nick dan Tuhan yang tahu apa penyebab ia menyetir tanpa memperhatikan kecepatan lajunya. Yang Nick tahu, ia harus tiba di restoran sebelum... sebelum Keiichi melakukan hal yang tidak-tidak. Walaupun Nick tahu benar itu tidak mungkin terjadi.
Pintu restoran Gran's Kitchen dibuka dengan kekuatan penuh, membuat lonceng di atas pintu berayun dengan kasar. Bunyi lonceng yang nyaring membuat para pekerja renovasi menoleh. Ketua tim renovasi, Tim Brooke, langsung menghampiri Nick dan memberi salam, "Halo, bos! Kau datang mengecek proses renovasi? Semua berjalan dengan baik dan kalau semuanya lancar-,"
"Ya, ya. Aku tahu."
Nick tidak fokus, kedua matanya sibuk menyapu ruangan, mencari orang yang sejak tadi mengganggu pikirannya. Tak lama kemudian, lonceng pintu masuk kembali berbunyi dan ketika Scott memasuki restoran, Naomi menerobos pintu gudang dengan kedua tangan yang mengepal keras. "Scott! Beraninya kau meninggalkanku di saat-saat seperti ini!! Kemana saja... kau..."
Naomi yang baru saja hendak berteriak memarahi Scott langsung menutup mulut ketika melihat Nick berdiri di seberangnya, di balik pintu restoran. Sebelah kakinya nyaris melangkah mundur karena terkejut. "Nick?"
"Carter." Nick balas menyapa sambil menyunggingkan seulas senyum miring. Nick hampir yakin ia melihat Naomi balas tersenyum, meski senyuman itu tampak terlalu samar.
"Hai, Nick! Aku dan Naomi baru saja selesai membersihkan gudang." Keiichi berjalan keluar menyusul Naomi sambil membersihkan pakaiannya yang kotor terkena debu.
Naomi menoleh pada Keiichi lalu melirik Nick. "Ah... kau datang mencari Keiichi?"
"Ya."
"Tidak."
Jawaban Nick dan Keiichi yang serempak tak terdengar kompak. Melihat itu Naomi menggigit bibir, ragu.
***
Setelah memastikan Scott dan Kevin mengambil alih pengawasan renovasi, Naomi langsung mengajak Keiichi dan Nick ke kedai makanan Cina yang terletak tak jauh dari Gran's Kitchen untuk makan siang.
"Katakan padaku kenapa kita berada di sini?" adalah kalimat pertama yang terlontar dari mulut Nick begitu duduk di salah satu bangku makan di kedai itu.
Kedai makanan cina itu tak lebih dari sebuah ruko sempit yang hanya memuat empat meja kecil yang bisa ditempati oleh empat orang. Dari tempatnya duduk, Nick bisa melihat koki pemilik kedai memasak di dapur terbuka yang terletak di dekat pintu masuk. Suasananya begitu ramai dan sesak, dihiasi dengan bau minyak wijen yang menyengat serta uap asap masakan. Pemandangan itu membuat Nick, yang hanya menyukai restoran mewah, memberengut sambil bersedekap, kesal.
"Untuk makan siang," jelas Naomi. "Makanan di sini sangat enak, meski harganya kaki lima. Aku sering datang ke sini untuk makan karena hanya berjarak lima menit dari restoran."
"Wah, aromanya benar-benar lezat," komentar Keiichi yang duduk di seberang Naomi.
"Benar, kan? Sudah kubilang kau akan suka tempat ini."
Naomi tersenyum lebar pada Keiichi yang mengangguk setuju. Nick yang duduk di antara Keiichi dan Naomi, tak begitu menyukai pemandangan di hadapannya. Ia tidak suka berada di kedai sempit yang panas, tidak suka bau makanan cina, tidak suka kepadatan para pengunjung dan teriakan para pegawai dan koki yang bersautan dalam bahasa asing. Nick tidak yakin apa yang membuatnya bisa bertahan selama ini sampai ia memandang Naomi yang sibuk mengamati papan menu yang digantung di tembok.
Gadis itu sedang menopang dagu, memandang menu dengan seksama. Rambut tipis di keningnya basah terkena keringat. Ada sedikit debu di puncak pelipisnya. Nick hampir membiarkan sebelah tangannya menyapu debu itu dari wajah Naomi. Namun ia ingat, ia tak seharusnya melakukan itu. Apalagi di depan adiknya.
"Jadi, kalian mau pesan apa?" tanya Naomi, santai.
"Aku mau mencoba Mapo Tofu. Sisanya kuserahkan padamu," balas Keiichi kemudian sibuk dengan ponselnya.
Nick masih mengerutkan alisnya, sebal, ketika Naomi menatapnya. "Bagaimana denganmu, Nick?"
"Apa saja." Nick mengibaskan sebelah tangannya.
Naomi kemudian memanggil seorang pegawai wanita yang kemudian menghampirinya, "Hai, Naomi! Kau datang dengan dua pria yang... wow, hari ini."
Naomi menggelengkan kepala. "Mereka rekan kerjaku."
"Kemana Scott dan Kevin?"
Oh, demi Tuhan... tidak bisakah celotehan ini dilanjutkan lain waktu? Berapa lama lagi aku harus menahan diri untuk duduk menghisap bau asap di sini? Nick membatin sambil menahan amarah.
"Ngomong-ngomong, aku pesan Mapo Tofu, Kungpao Chicken dan Wonton; semuanya dengan tiga mangkuk nasi. Terima kasih banyak!" Naomi tersenyum pada pegawai wanita yang kemudian pergi meninggalkan mereka.
"Jadi, Naomi, bagaimana kau tahu tempat ini?" Keiichi memulai pembicaraan.
"Hmm, mantan pacarku yang membawaku ke sini saat masih SMA. Dan sejak saat itu, aku sering datang ke sini."
Jawaban Naomi berhasil menarik perhatian Nick. Sambil melirik Naomi, Nick menanti gadis itu melanjutkan ucapannya.
"Wah, menarik," balas Keiichi. "Apa dia cinta pertamamu?"
Naomi tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Mungkin. Mungkin saja tidak."
"Mengapa tidak?"
Nick melirik Keiichi yang bertanya.
"Karena aku tidak sedih saat berpisah dengannya. Tidak seperti gadis-gadis pada umumnya yang menangis dan tidak bisa tidur atau semacamnya."
Nick lalu melirik Naomi yang menjawab.
"Oh, ya. Itulah yang dilakukan Nick kepada gadis-gadis yang menyukainya di sekolah."
Sadar kalau ia menjadi topik pembicaraan, kedua mata Nick melebar, kaget. "Apa?"
"Kau tidak ingat? Saat kau menolak Casey, Mia, Regina dan gadis-gadis lainnya, kau membuat mereka semua menangis." Keiichi mencoba mengingatkan sambil menopang dagu di atas meja.
Naomi kini menatap Nick dengan tatapan tidak percaya. "Jadi, kau anak populer?"
"Ya."
"Tidak!"
Nick mengutuki adiknya dalam hati karena selalu menjawab di saat yang bersamaan. Dan meskipun Nick menekankan jawabannya dengan suara yang cukup lantang, perhatian Naomi tertuju pada Keiichi yang kini tertawa renyah. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Nick benci melihat adiknya tertawa.
"Aku mengerti." Naomi mengangguk. "Jadi kau senang mendapatkan perhatian dan mematahkan hati para gadis?"
"Perhatian? Me-mematahkan hati?! Omong kosong macam apa itu? Aku bahkan tidak ingat dan tidak tahu kalau orang-orang memperhatikanku sewaktu sekolah." Nick mencoba membela diri. "Atau mungkin Keiichi terlalu sibuk dengan obsesinya pada Emma Adams sampai-sampai ia tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak."
"Emma... Adams?" Naomi berpaling pada Keiichi.
Nick tersenyum puas melihat Keiichi menarik diri. "Cinta pertamanya."
"Oh, yang benar saja." Keiichi menggerutu.
"Sejak umur 7 tahun," tambah Nick.
"Aku tidak menyukainya selama itu."
"Kau bisa bertanya pada Mama."
Senyuman Naomi mengembang mengamati kakak beradik yang beradu argumen itu. Entah mengapa dua pria itu tampak kekanak-kanakkan meski sudah dewasa dan sebesar ini. Naomi menghabiskan beberapa menit yang lama hanya memperhatikan Nick dan Keiichi melempar ejekan kepada satu sama lain.
"Wonton dan Mapo Tofu!"
Pegawai yang berbeda datang menyuguhkan pesanan mereka di atas meja beberapa menit kemudian. Meski awalnya Nick membenci aroma masakan di kedai itu, tiba-tiba saja bau makanan di hadapannya membuat perutnya berbunyi.
"Baiklah, anak-anak, bagaimana kalau kita makan dulu sebelum melanjutkan pertengkaran kalian soal cinta pertama itu?" Naomi membagikan sumpit serta peralatan makannya pada Keiichi dan Nick sebelum akhirnya mulai makan. " Itadakimasu!" Selamat makan!
Nick melempar tatapan mengancam pada Keiichi yang menyipitkan kedua mata padanya. Meski percakapan mereka berakhir dengan sindiran, Keiichi merasa senang bisa melakukan ini lagi setelah sekian lama - beradu argumen dengan kakaknya.
"Hmm!" Naomi tampak menikmati makanannya. "Benar-benar lezat..."
"Aku setuju." Keiichi mengangguk sambil mengunyah.
Melihat kedua orang di sebelahnya makan dengan lahap, Nick menelan ludah lalu meraih sumpit di atas meja. Mungkin ia harus memulai dari makanan yang paling menggiurkan; makanan yang terlihat seperti pangsit goreng.
Tanpa pikir panjang, Nick memasukkan satu buah Wonton ke dalam mulutnya dan mulai mengunyah.
"Bagaimana, Nick? Rupanya kau bisa makan makanan seperti ini, ya." Keiichi meledek kakaknya dengan sinis dan setengah tertawa. Namun, setelah menelan makanannya, Nick tak menjawab. Ia terdiam sejenak kemudian...
"UHUK-UHUK!!"
Nick memukul-mukul dadanya sambil berbatuk, seperti berusaha mengeluarkan sesuatu dari dalam dadanya.
"Nick? Kau baik-baik saja?" Naomi bangkit berdiri dan mengusap punggung Nick. "Kau mau segelas air?"
Nick menggeleng, lemah. Lalu ia mencoba untuk bernapas dan ketika usahanya gagal, Nick mencengkeram pergelangan tangan Keiichi, memberi sinyal darurat.
"Oh, tidak... Naomi, apa yang ada di dalam makanan itu?"
Naomi tampak bingung. "Eh... Wonton? Makanan itu... eh, mengandung daging ayam dan udang cincang."
Keiichi dan Nick membelalakkan mata mereka dengan lebar.
"Naomi, kita akan membutuhkan ambulan." Keiichi bangkit berdiri dengam sergap.
"A...ada apa?"
"Nick alergi terhadap makanan laut. Alergi yang cukup parah."
Mendengar itu, Naomi ikut melotot dengan panik lalu buru-buru meraih ponsel di dalam saku celananya.