Deg.
Naomi dapat merasakan jantungnya melonjak ketika mendengar Nick meminta maaf. Tiba-tiba ucapan Scott terngiang di telinganya.
"Jujurlah padaku, sebenarnya apa yang tidak kau sukai dari lelaki itu?"
"Dia tidak terlihat seperti orang jahat."
"Nick pria baik-baik."
Mungkin, kali ini perkataan Scott benar. Mungkin Nick memang tak bersalah. Mungkin, selama ini Naomi hanya mengabaikan kebenaran dan mencoba membohongi dirinya sendiri. Dan lagi, ucapan Nick saat itu ada benarnya; tidak ada lagi yang memaksanya menikah dengan lelaki itu. Jadi, bukankah ia sudah tak memiliki alasan untuk membenci Nick? Mungkin, sudah waktunya Naomi memberikan kesempatan bagi Nick, untuk memulai semuanya dari awal. Untuk menjadi temannya.
"Naomi? Kau baik-baik saja?"
Naomi terkesiap ketika mendengar suara Nick yang berdiri membungkukkan badan di depan pintu mobil, membukakan pintu baginya. Naomi langsung meraih tas tangan serta bungkusan berisi botol anggur tua yang ia beli, kemudian melangkah turun dari mobil dengan kikuk. "Ya, aku baik-baik saja."
"Eh... ini rumahnya. Ayahku membangunnya saat aku masih kecil dan berencana untuk tinggal di sini setelah pensiun." Ada sebersit nada kekecewaan yang bercampur dengan suaranya, membuat Naomi menundukkan kepala, segan. "Aku yakin Ayah lebih bahagia di sana. Bersama orang tuamu, mungkin. Entahlah."
Naomi hanya mengangguk. Ia tak yakin apa yang harus ia ucapkan, ia tak mahir dalam menghibur seseorang.
Naomi dan Nick tiba di pintu depan rumah kediaman Aiko beberapa saat kemudian. Nick menekan bel yang langsung dijawab dengan suara Aiko yang bersenandung nyaring. "Aku ke sana!" Dan ketika Aiko membuka pintu, Naomi langsung tersenyum lebar dengan hangat. "Naomi!! Astaga, sudah berapa lama aku tidak melihatmu. Kau semakin cantik, ya."
Aiko memberikan Naomi pelukan erat yang membuat Nick mendecakkan lidah. "Hentikan, Ma. Kau akan membuatnya pingsan kalau memeluknya seperti itu."
Aiko langsung melepaskan pelukannya begitu mendengar keluhan puteranya. "Ah, maafkan aku! Ayo, masuk!"
Aiko menepi lalu mengusap punggung Naomi, membiarkannya masuk ke dalam sementara ia menutup pintu.
Rumah kediaman Aiko benar-benar luas. Begitu memasuki rumah, Naomi langsung melihat ruang duduk yang dikelilingi dengan rak-rak buku dan koleksi vas antik. Tak jauh dari sana, tampak ruang makan dengan meja kayu dan enam kursi duduk yang mengelilinginya. Naomi baru menyadari kalau segala sesuatu di rumah ini terbuat dari kayu, dan memiliki nuansa putih dan biru muda. Dan satu hal yang membuat rumah ini terlihat begitu luas adalah fakta bahwa ruang duduk, ruang makan dan dapur tak diberi sekat apapun. Bahkan dari tempatnya berdiri, Naomi dapat melihat pintu belakang di dekat dapur yang menghubungkan rumah dengan pekarangan belakang.
"Naomi, ayo masuk. Hanya ada aku dan anak-anak saja, jadi kau tidak perlu sungkan," sahut Aiko sambil berjalan ke ruang makan.
Anak-anak? Naomi tidak tahu kalau Nick punya saudara, ia pikir lelaki itu anak tunggal.
"Oka-san, aku tidak tahu apa yang harus kubeli jadi... aku membawa sebotol anggur. Kuharap Anda menyukainya." Naomi meletakkan botol anggur tua pemberiannya yang kemudian diterima oleh Aiko.
"Ya, Tuhan... ini anggur tua dari Bordeaux... tahun 1947!" Aiko memandang Naomi dengan kagum. "Aku tidak mungkin tidak menyukainya! Terima kasih banyak, Naomi! Ini salah satu anggur favorit suamiku."
Sementara Aiko berceloteh tentang anggur, Naomi melihat ke sekeliling ruangan, mengamati desain dan seni tata ruang yang pasti dikerjakan langsung oleh Nick. Ngomong-ngomong tentang Nick, Naomi spontan mencari keberadaan Nick di sekitar rumah.
Tak jauh dari tempatnya berdiri, Naomi mendapati Nick sedang duduk di sofa panjang di ruang duduk, membaca majalah berbahasa Jepang sambil menyandarkan kepala pada bahu sofa. Dari kejauhan, Naomi mengamati Nick yang sedang diam.
"Oh, ya! Naomi, kau belum bertemu Keiichi." Naomi berpaling pada Aiko yang kemudian berteriak, "Kei-kun!!! Cepat keluar!! Tamu istimewa kita sudah datang!!!"
Naomi hampir membelalakkan kedua matanya mendengar Aiko berseru. Selain senang bicara, rupanya Aiko terdengar menyeramkan saat berteriak.
Tak lama setelah teriakan Aiko, Naomi mendengar seseorang membuka pintu ruangan yang ada di sebelah kiri ruang makan. Seorang lelaki yang tak kalah jangkung dari Nick. Wajah lelaki itu sangat mirip dengan Aiko, seperti orang Jepang. Rambutnya panjang dan bergelombang, tubuhnya atletis dan memiliki senyuman yang manis, seperti anak-anak. Naomi begitu sibuk memperhatikan lelaki itu sampai tak sadar kalau objek pengamatannya itu sedang mendekatinya.
"Konbanwa, Naomi-san. Hajimemashite." Selamat sore, Naomi-san. Senang bertemu denganmu. Lelaki itu menyapa sambil tersenyum. "Watashi wa Keiichi Yamada desu. Yoroshiku onegai shimasu." Aku Keiichi Yamada. Mohon bantuannya, ya.
"Keiichi Yamada-Boucher!" Aiko membenarkan dari dapur.
Keiichi terkekeh, "Kau mendengarnya."
"Hajimemashite, Keiichi-san." Senang bertemu denganmu, Keiichi.
"Kalian tahu kalau kalian seumuran, kan?" Terdengar suara Aiko berseru lagi, membuat Naomi dan Keiichi tersenyum geli.
"Naomi-chan."
"Keiichi-kun."
Naomi dan Keiichi yang melontarkan kata panggilan secara bersamaan, tertawa bersama sambil menggelengkan kepala.
***
Nick membolak-balik halaman majalah ibunya dengan alis berkerut, geram. Apa yang ia lakukan dengan majalah ini? Ia bahkan tidak bisa membaca huruf kanji.
Dari tempatnya duduk, Nick bisa melihat semuanya dengan sangat jelas. Bagaimana adiknya berjalan dengan antusias mendekati Naomi dan bagaimana gadis itu tertawa mendengar semua yang diucapkan Keiichi. Memangnya apa yang begitu menarik dengan perbincangan hobi dan jurusan kuliah? Dan terlebih lagi, kenapa Naomi tak pernah memandangnya seperti itu?
Nick bangkit berdiri lalu berjalan menuju meja makan ketika ibunya memanggilnya untuk makan. Ia mengambil tempat duduk di sebelah ibunya, di seberang Naomi dan Keiichi yang masih membicarakan hal membosankan yang sama.
"Jadi, Naomi, bagaimana kabarmu?" tanya Aiko setelah Keiichi berhenti bicara.
Sambil menyantap makan malamnya, Naomi perlahan-lahan menjawab, "Aku baik-baik saja, terima kasih, Oka-san."
"Aku tahu, segalanya pasti tidak sama lagi semenjak ayah dan ibumu meninggal dunia. Alasanku mengundangmu malam ini adalah, aku harap kau bisa menganggap kami semua sebagai keluargamu di sini. Apapun yang kau butuhkan, jangan pernah sungkan untuk menghubungi kami. Kau keluarga kami, Naomi." Naomi yakin Aiko sedang berusaha keras untuk tak menangis saat mengucapkan itu semua.
Naomi menghargai itu dan membalas, "Terima kasih, Oka-san. Akan kuingat semuanya."
Nick tak banyak bicara selama makan malam. Ia sibuk mengamati gerak-gerik Naomi yang selalu mengesampingkan jamur yang diberi ibunya, menunjukkan dengan sangat jelas kalau gadis itu alergi jamur; bagaimana gadis itu selalu memastikan air supnya sudah dingin sebelum menghirupnya dan cara Naomi selalu mengunyah makanannya dengan cepat, membuatnya khawatir.
Nick lupa betapa menyenangkannya memperhatikan gadis itu makan, mengingatkannya akan hari pertama ia bertemu Naomi.
"Kau tahu, aku tahu kau pasti penasaran kenapa aku memberi nama berbeda kepada kedua puteraku." Aiko terkekeh pada Naomi. "Aku dan suamiku sepakat untuk menuruti keinginannya menamai anak pertama kami dengan nama ayahnya dengan syarat -aku yang akan menamai anak kedua kami dengan nama bahasa Jepang. Lucu, bukan? Nicholas dan Keiichi. Aku hampir menamai Keiichi dengan nama 'Noah' karena kupikir akan cocok dengan kakaknya."
"Ma, hentikan. Terlalu berisik." Nick akhirnya melontarkan keluhan pertamanya.
"Bagaimana menurutmu, Naomi? Mana yang lebih kau sukai, nama Nicholas atau Keiichi?"
Sontak Naomi langsung merasakan semua mata tertuju padanya, termasuk Nick yang menunggu jawabannya.
"Eh... menurutku, keduanya-,"
"Oh, Ma, kau lupa mengeluarkan makanan penutup dari kulkas!" Keiichi tiba-tiba menyeletuk, membuat Aiko menepuk tangan, kaget.
"Oh, ya!! Kau benar!! Tiramisu!" Aiko rupanya sudah setengah mabuk berkat hadiah ulang tahun dari Naomi. Tidak heran wanita itu mengucapkan hal yang tidak-tidak dan Naomi bersyukur Keiichi menyelamatkannya dari suasana yang kikuk.
Naomi tersenyum ragu pada Keiichi sambil mengucapkan "Arigatone," terima kasih ya, tanpa suara yang kemudian dibalas, "Do itashimashite," Sama-sama, oleh Keiichi tanpa suara.
Hanya Nick yang menyadari sinar mata Keiichi yang berbinar saat mengucapkan itu. Dan hanya Nick seorang yang tahu apa arti tatapan itu karena tak ada yang mengenali adiknya lebih baik darinya. Dan kalau tebakannya benar soal itu, entah mengapa Nick merasa posisinya dalam bahaya.