'Kisahku belum berakhir, semua ini baru dimulai! Jalan pertualangan diri ini masih panjang~'Leofia
***
Di sebuah tempat yang sungguh indah dengan bunga bunga yang bermekaran. Seorang gadis tertidur di sebuah rumah pohon sakura. Banyak kupu kupu berterbangan ke sana kemari. Nyanyian merdu burung Nuri melengkapi nuansa pelangi itu.
Bau harum bunga ada di setiap sudut tempat ini. Gadis tadi terbangun, mengusap usap matanya yang perih terkena pantulan matahari. Sungguh sebuah pemandangan yang cerah. Tempat ini begitu damai tanpa ada orang lain selain dirinya.
Dia duduk dengan wajah yang masih berantakan karena baru bangun tidur. Dia melihat sekeliling dan terkejut, dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Dia ingat kali terakhir sebelum dia sampai di sini. Tapi ia ingat dengan jelas jika dia terjatuh dalam laut. Dia tenggelam bersama kucing mungilnya.
Teringat tentang kucing itu dia melihat ke sekelilingnya. Namun, dia tidak menemukan makhluk gemuk itu. Dia ingat saat itu dia memeluk erat makhluk gemuk itu. Pikirannya mulai menjadi liar. Dia melihat tubuhnya yang sudah berganti pakaian. Pakaian kasual putih dan bersih.
Apakah dia sudah mati dan Catiras belum?
Mungkin itu yang ada dalam pikirannya. Dia turun melalui tangga yang dilihatnya. Dia turun dengan pelan dan lembut. Sungguh tubuhnya masih sakit dan lemah. Perutnya juga bergemuruh meminta jatah makan siang, mungkin!
Dia berjalan menyusuri taman bunga itu, menjauh dari rumah pohon tadi. Anehnya, setiap dia berjalan kearah manapun sejauh seratus meter dia akan kembali lagi ke awal. Dan rumah pohon itu akan semakin besar saat dia melihatnya lagi.
Dia ragu apa dia sudah berpindah tempat atau belum. Rasanya dia hanya berjalan memutar dan berbalik. Tapi rumah pohon yang akan dia jumpai selalu bertambah besar.
"Tempat apa ini?" gumamnya bertanya, yang entah di ajukan pada siapa. " Ini adalah suatu dimensi lain, Kau pasti Putri Leofia!" ujar seseorang dari belakang Leofia. Leofia berbalik dan menemukan seorang peri kecil mungil. Tubuh makhluk itu di kelilingi cahaya biru lembut.
"Siapa kau dan?.....mengapa aku bisa ada di sini? tunggu dari mana kau tahu namaku?" tanyanya dengan rasa ingin tahu yang besar. Pasalnya dia tidak mengenal peri kecil ini, tapi mengapa si peri biru ini bisa mengenalnya.
"Hamba yang kecil ini bernama Lulu putri! Salam hormat hamba untuk sang putri, semoga selalu berumur panjang!" ujarnya sopan dengan badan yang sedikit di bungkuk kan. "Hamba mengenal putri karena suatu rahasia yang belum saatnya putri ketahui. Dan maaf karena memangil putri kesini tanpa izin! Sewaktu hamba merasakan keberadaan putri hamba langsung membuka gerbang dimensi." ujarnya lagi
"Apa maksud mu, rahasia? Gerbang dimensi?" beo Leofia, "Apa yang ingin kau bicarakan sebenarnya dan mengapa kau memanggilku ke tempat aneh namun indah ini?" ujarnya lagi
"Aku hanya ingin menitipkan ini! Suatu saat putri harus memberikannya pada orang yang dipilih kalung ini. Aku menitipkan ini pada putri karena untuk saat ini pemilik terpilih belum kuat untuk melindunginya." Ucapnya dan meletakkan sebuah kalung dengan liontin berwarna biru muda. Didalam kalung itu juga ada hewan yang bergerak gerak.
Dia merasa familiar dengan benda ini. Dia menyentuh lehernya lalu melihat sebuah kalung yang serupa. Hanya saja liontin miliknya berwarna merah dengan singa putih bertanduk didalamnya. Sedangkan kalung yang di berikan peri tadi terdapat seekor kelinci. Di kepalanya ada lingkar bulat yang melayang berwarna biru langit.
Ada juga sayap indah nan mungil di belakang tubuhnya. Hewan itu terbang bebas di dalam liontin berukuran kuku jempolnya. Dia mendekatkan kedua liontin itu. Niatnya untuk membedakan kedua liontin di tangannya. Liontin di tangan kanan adalah liontin pemberian peri tadi dan liontin di tangan kiri adalah liontin pemberian ibunya.
Saat kedua liontin itu hanya berjarak beberapa milimeter, tiba tiba muncul cahaya yang terang benderang. Leofia segera menjauhkan kedua liontin tersebut. Dia menghadap ke depan, untuk menemukan bahwa dia telah berpindah tempat. Awalnya dia ingin mengajukan banyak pertanyaan pada peri tadi. Tapi sepertinya itu akan dia urungkan karena dia tidak tahu di mana peri tadi.
Angin dingin menusuk kulitnya. Gaun putihnya yang tadi hanya setipis kertas. Sedangkan saat ini ia berada di gurun salju. Bahkan tadi dia sempat lupa menanyakan apakah dia masih hidup atau tidak. Tapi sekarang dia tahu kalau dia masih hidup. Karena saat ini dia masih bisa merasakan dingin dan sakit.
Dia segera mengambil pakaian hangat dari cincin semestanya. Dia memakai baju itu asal dengan tubuhnya yang mulai gemetaran. Setelah memakai bajunya dia mulai mengindentifikasi di mana dia sekarang. Dia melihat sekeliling dan menemukan Tubuh kecil yang membeku dalam balok es.
Dia segera memakai kalungnya kembali dan menyimpan kalung satunya sebagai gelangnya. Dia berlari sedikit menjauh dari sana. Dia memeluk balok es itu. Di dalamnya ada kucing kecil kesayangannya yang meringkuk lemah. Dia mulai mencairkan es tersebut dengan element apinya. Dia mengerahkan sisa tenaganya.
Butuh waktu yang tidak sedikit baginya untuk mencairkan es itu. Hatinya harap cemas memikirkan keadaan Catiras. Benaknya bertanya bisakah kita bernafas dalam balok es. Apakah hewan mungil ini masih hidup? Dia mencoba namun es itu masih tidak mencair.
Dia menangis karena tak mampu melindungi hewan kesayangannya. Tanpa ia sadari dari matanya itu keluar tetesan larva panas. Tetesan larva panas itu jatuh pada balok es dalam pelukannya. Es itu tetap tidak mencair tapi es itu bergetar. Leofia melihat balok es itu bergetar seakan minta di lepaskan.
Dia meletakkan balok itu lalu mengamatinya. Dia mundur satu langkah besar saat belok itu semakin bergetar hebat. Tiba tiba balok itu meledak dan tubuh mungil kucing tadi terlempar. Dan entah mengapa tubuh itu langsung bisa terlempar dalam pelukan Leofia.
Kucing itu meringkuk dalam pelukan hangat sang majikan. Dia mengeong kecil sebelum terlelap begitu saja. Suara dengkuran halusnya menjadi musik yang mengiringi langkah Leofia. "Aku harus kembali secepatnya, jika tidak mereka pasti berdebat lagi! Oh aku juga harus memancing ikan dulu!" ucapnya sembari berpikir.
Dia berjalan mencari retakan tadi tempat ia terjatuh. Beberapa ratus meter akhirnya dia menemukan jurang. Kedalamannya sungguh tak terlihat. Dia tidak tahu tapi ia tetap mengeluarkan pancing dan umpan. Pancingnya ini memiliki tali yang bisa mencapai panjang ribuan meter.
Dia mengulurkan pancingnya. Dan dengan Catiras dalam pelukannya. Dengan nada santai dia menunggu kailnya mencapai kedalaman air.
***
Planet Matahari, Milkyways Galaksi Kingdom
Sedangkan saat ini di kerajaan, akhirnya putri pertama mereka bisa tenang. Dia sudah tidak menangis tanpa alasan lagi. Dia sudah dapat merasakan jika adiknya dalam keadaan baik baik saja. Setidaknya yang dia tahu bahwa nafas adiknya kembali normal.
Sang raja pun juga tak kalah lega. Perasaan cemasnya yang tadi sudah tidak ada lagi. Dan juga penjaga bayangan melaporkan padanya bahwa dia kembali menemukan jejak putri. Dari laporan mengatakan bahwa putri mahkota masih berada di planet Venus.
"Yang mulia putri Liandra memasuki aula kerajaan!" ujar sang Kasim istana
Lalu setelahnya pintu terbuka dan masuklah seorang gadis cantik yang matanya sipitnya sedikit membengkak dan memerah. Di belakangnya ada 6 dayang yang mengikuti. Dua dayang yang memegang pakaiannya yang kelebihan bahan. Dia tersenyum ramah dengan pakaian ala ala kerajaan bewarna biru laut yang dipakainya.
"Salam hormat hamba yang mulia! Semoga yang mulia di sertai umur yang panjang! hidup ribuan tahun lagi!" ucapnya membungkukkan badan, para dayang juga ikut membungkukkan badan.
Raja mengangkat tangan kanannya, dan putri berdiri. Begitu juga dengan para pelayan di belakangnya. " Ada gerangan apa putriku ini menemui ayah rajanya?" tanya sang raja, di aula kerajaan semuanya harus bersikap sopan.
"Ayah raja, hamba merasa tenang merasakan bahwa adik hamba telah baik baik saja. Ikatan batin ini sudah tidak dalam masalah. Dan hamba ingin menyampaikan permintaan pada Ayah Raja." ucapnya dengan senyum yang tak pernah hilang dari wajahnya.
" Permintaan apakah yang diinginkan oleh putri Ayah raja ini?" tanya raja kembali
"Hamba menginginkan..."
.
.
.
***