Ckit!
Akhirnya Dareen berhenti. Setelah sedari tadi diikuti dan bahkan jalannya dihalangi oleh motor Dito dari depan.
Dareen keluar, bersamaan dengan Melodi. Lelaki itu tidak kenal dengan Dito, tetapi ia ingin segera menyelesaikan permasalahan apa yang dimiliki Dito padanya hingga selalu mengganggu perjalanan mereka.
"Apa saya mengenal kamu hingga sedari tadi kamu mengikuti mobil saya?" tanya Dareen, terus terang.
"Gue ada urusan sama pacar gue," jawab Dito santai, setelah turun dari motor.
Lelaki berjaket hitam dan jeans hitam itu mendekati Melodi lalu menggandeng gadis itu. Ditariknya Melodi ke motornya.
Baru saja Melodi ingin menaiki motor Dito, tiba-tiba saja tangannya ditarik paksa. Oleh siapa lagi kalau bukan Dareen.
"Sekarang bukan waktunya berpacaran," singkat Dareen, menatap tajam Dito.
"Maksud lo apaan?! Dia pacar gue, udah deh lu pulang aja sana! Bukan siapa-siapa juga," balas Dito, tidak santai.
Dito kembali mendekati Melodi untuk menggandeng tangan gadis itu yang sempat terlepas karena Dareen. Namun apa yang dilakukan Dito sia-sia, Dareen dengan cepat menarik Melodi kebelakangnya. Sekarang tinggal Dito dengan Dareen lah yang berdekatan dengan saling bertatapan.
"Lu punya masalah apa sih sat! Dia cewek gue juga!"
"Kamu yang seharusnya punya masalah apa sama saya? Sedari tadi mengekori kami dari belakang."
"Kami? Hahaha, asal lu tau ya, dia itu pacar gue! Lu bukan siapa-siapanya yang bebas aja bawa dia kemana-mana."
"Kamu kira status hanya pacar saja bisa bebas membawa anak orang kemana-mana? Kamu belum tau saya siapa?"
"STOOOOP!" kali ini Melodi yang buka suara, ia tak ingin sempat Dareen memberi tahu Dito bahwa ia adalah calon suaminya.
"Dito, gue lagi ada urusan sama dia. Lu pulang dulu ya, gue lagi gak mau debat," tegas Melodi.
"Oh, jadi ini alasan kamu gak mau aku ajak jalan? Atau emang bener dia selingkuhan kamu?" sebenarnya pulang sekolah tadi Dito juga mengajak Melodi jalan, tapi langsung ditolak oleh Melodi. Sengaja agar ia bisa langsung rebahan sampai rumah. Tetapi ternyata realita telah mengkhianati ekspetasi. Karena Melodi harus jalan keluar dengan Dareen.
"Bukan gitu loh, hiih! Udah mending lu pulang dulu, gue lagi stres. Ini gak ada sangkutannya sama hubungan kita. Jadi gak usah ngada-ngada," ucap Melodi, lalu berjalan pergi ke mobil Dareen. Jika boleh jujur hari ini Melodi benar-benar lelah. Baru pulang sekolah langsung disuruh menemani lelaki asing yang Melodi tidak kenal. Dan sekarang harus adu mulut di pinggir jalan bersama sang pacar. Sampe di rumah juga gadis itu sudah yakin akan diinterogasi oleh Dito lewat via telepon.
Dito menatap kepergian Melodi, lalu kembali menatap sengit Dareen.
"Awas kalau lu macam-macam sama pacar gue," ucap lelaki itu tajam.
"Jaga bicara kamu, saya lebih tua dari kamu," ucap Dareen datar, membuat Dito tersenyum sinis lalu berjalan pergi.
Dareen menatap kepergian Dito, lalu kembali masuk ke mobil miliknya. Matanya sesekali melirik Melodi sebelum mengemudi, hanya memastikan gadis itu baik-baik saja.
Hening, tidak ada satupun yang berniat berbicara. Meski basa basi sedikitpun.
"Pacaran itu dosa," ucap Dareen akhirnya, terdengar sengaja menyindir.
Melodi hanya menatap malas Dareen, lalu menghembus nafas kesal dan kembali membuang muka.
"Apalagi pacaran waktu mau nikah," lanjut Dareen lagi, membuat mata Melodi berbalik ke arahnya. Gadis itu menatap sengit Dareen.
"Gue punya salah apa sih sama lo?! Nyinyir mulu dari tadi," balas gadis itu, tidak santai.
"Saya cuma ngasih tau, bukan nyinyir. Saya suka perempuan yang menjaga dirinya dari lelaki lain dibanding perempuan yang mau saja diajak berbuat dosa dengan lelaki lain."
"Ya udah! Cari aja perempuan lain sana! Lagian juga gue gak mau nikah sama lu."
"Tapi saya mau." Melodi terdiam, perkataan Dareen barusan sukses membuat jantungnya berdetak tidak normal, tatapan gadis itu sontak beralih menatap jendela kaca mobil. Merasa canggung pada Dareen.
***
"Apa sih Ren! Plis deh! Ini tuh udah malam! Jam 12 tau gak!" kesal Melodi, ketika tiba-tiba Rena menelponnya tengah malam.
"Kalau tau udah malam ngapa gak tidur lo?"
"Y-ya ... gue kan lagi belajar, iya belajar!"
"Hilih bohong lu, kek gue gak tau aja," balas Rena di seberang sana.
"Kenapa sih emangnya? Butuh contekan buat ngisi PR? Sorry gue masih ngerjain, tanya Celsi aja," ucap Melodi, karena memang biasanya mereka meminta contekan pada bendahara A.K.A preman kelas itu.
"Bukan itu, itu loh si Dito nanya-nanya gue mulu." Melodi menaikan satu alisnya, mulai tertarik dengan pembicaraan Rena.
"Nanyain apa?"
"Cowok yang jalan sama lu itu siapa, lu kenapa gak jawab telpon plus chatnya." Melodi menunduk bingung, bagaimana caranya ia harus menjelaskan pada Dito. Sementara ia tidak berani bertatap muka bahkan berbicara dengan lelaki itu. Oleh sebab itu dari tadi dia menolak telepon bahkan tidak membaca pesan Dito.
"Emangnya cowoknya siapa Mel?" tidak dijawab oleh Melodi, gadis itu masih bimbang.
"Mel, lu gak selingkuh 'kan?"
"Mulut lo! Kagak mungkin lah gue selingkuh, gue brandal tapi gak fakgirl ya! Enak aja!" celoteh gadis itu, terlihat kesal.
"Ya mana tau. Jangankan Dito, gue sendiri aja menduga elu selingkuh. Soalnya lo tuh jarang banget jalan sama cowok selain Dito." Rena ada benarnya, Melodi memang tidak pernah mau keluar diajak cowok selain Dito. Ia malas berhubungan gak jelas dengan cowok lain. Cukup Dito aja yang mengisi warna dikehidupannya.
"Ren," panggil Melodi, tampak murung.
"Hm?"
"Jangan tanyain gue tentang itu dulu ya, besok gue jelasin deh."
"Hm oke-oke, bagus kalau gitu. Soalnya lu barusan keliatan murung juga, pasti lu ada masalah 'kan? Ah udah deh gak usah dijawab, intinya lu harus cerita besok sama gue. Biar beban pikiran lo agak ringan. Tidur sana! Gue tutup dulu telponnya, byee Melodi!" Rena langsung mematikan panggilannya. Gadis itu tidak mau membuat Melodi terbebani lagi, hatinya juga sudah merasakan ada yang lain pada sikap Melodi. Jadi untuk saat ini ia akan mencoba untuk mengerti, menunggu Melodi siap memberi tau masalahnya.
***
Dua minggu berlalu, hubungan Melodi dan Dito masih seperti biasanya. Sering bertengkar tapi akhirnya maaf-maafan juga. Melodi masih belum menceritakan perjodohan itu pada Dito. Dan tentang Dareen, lelaki itu sering sekali datang ke-rumah Melodi. Seperti saat ini, ia datang sore-sore dihari libur hanya untuk menemui Melodi.
"Melodinya ada Tante?" tanya Dareen, pada Diana yang tengah menyiram tanaman di depan rumah.
"Belum pulang nak. Tunggu aja, nanti juga pulang dianya. Masuk sana! Eh, tapi Om Reno nya juga belum pulang kerja yah hehehe ...." Dareen tampak kebingungan, padahal ini 'kan hari minggu. Bahkan juga sudah Maghrib, tetapi gadis itu masih belum pulang. Emangnya kerja kelompok apa sih?
Kalau Om Reno, masih bisa lelaki itu berfikiran positif. Mungkin saja 'kan Om Reno lagi lembur. Namanya juga pengusaha kaya.
"Emangnya pamitnya kemana Tante?" tanya Dareen lagi.
"Kerja kelompok katanya," jawab Diana.
"Oh ... ya udah Dareen tunggu di depan aja, bosen juga gak ada temen di dalam," ucap Dareen, yang diangguki Diana sambil tersenyum. Dareen duduk disalah satu kursi tamu yang ada didepan rumah Diana. Lelaki itu terlihat fokus menatap jalan, hingga akhirnya tersadar dengan datangnya sebuah motor kawasaki hitam. Itu Melodi, dan yang didepan ... lelaki yang waktu itu beradu mulut dengan Dareen.
"Dia lagi, dia siapa sih, Mel?" tanya Dito, menatap tidak suka ke-arah Dareen.
"Sepupu, dia emang sering main ke rumah. Jenguk Bunda katanya," bohong Melodi, namun keliatan nyata. Membuat Dito percaya langsung.
Melodi turun, membuka helmnya. Sesekali gadis itu merapikan rambutnya yang sudah berganti warna menjadi hitam. Tau kenapa? Karena Dareen yang selalu mengkritik rambutnya.
Dito masih di atas motor, menatap Melodi penuh cinta lalu mengelus kepala gadis itu.
"Makasih udah mau ikut jalan keluar," ucap Dito, sambil tersenyum manis.
"Heh syutt! Bunda tuh," ujar Melodi, mengode Dito bahwa ada Bundanya di sana. Takutnya nanti Diana mendengar percakapan mereka.
"Ya udah aku pergi dulu ya, see you Baby!" ucap Dito, lalu menghidupkan kuda besinya itu. Lelaki itu akhirnya meninggalkan pekarangan rumah Melodi.
Perlahan Melodi mulai berjalan ke rumah, melihat ternyata bundanya sudah masuk ke dalam rumah.
"Dari mana?" sambut Dareen.
"Kerja kelompok," balas Melodi, terus berjalan tetapi malah dihalangi oleh Dareen.
"Bohong."
Melodi membuang nafasnya kasar lalu menatap jengah Dareen.
"Gue gak bohong," ucapnya dengan nada pelan. Malas berdebat dengan lelaki itu.
"Dito anak kelas 12 IPA dan kamu kelas 12 IPS, mana mungkin kerja kelompok tapi beda jurusan dan kelas." skakmat! Melodi terdiam, bingung ingin menjawab apa lagi.
"Saya lebih suka kamu jujur Mel, jujur itu lebih baik dari pada harus berbohong."
"Iya gue bohong! Gue tadi jalan keluar sama Dito! Puas?!" kesal Melodi, tanpa sadar terdapat sebuah tatapan kecewa dari lelaki di depannya.
Dareen tersenyum miris, lalu mengambil sesuatu yang ia bawa sejak tadi untuk Melodi dari atas meja dekat kursinya. Sebuah bingkisan yang tidak tau entah apa isinya.
"Ini, sesuatu yang saya rasa pasti bermanfaat buat kamu. Saya cuma mau nganter ini, dan sepertinya seharusnya saya titipkan saja tadi pada Tante Diana. Tidak ada gunanya juga duduk disini menunggu kamu," ucap Dareen, yang entah kenapa terdengar menusuk bagi Melodi.
Dareen berjalan pergi, menuju mobilnya lalu membawa mobilnya itu untuk meninggalkan pekarangan rumah sang calon istri.
"Dia kenapa sih?" gumam Melodi, masih bingung dengan sikap Dareen. Perlahan tangannya mulai membuka isi bingkisan tersebut.
"Kerudung?" gumam gadis itu saat melihat isi dalamnya.
TBC.