Chapter 8 - Menyesal

Cuaca sore ini sedikit mendung. Program acara Televisi juga memperkirakan bahwa hujan lebat nanti malam akan turun. Namun hal ini tidak menghentikan niat seorang Dareen Oliver Aldari untuk menjumpai sang calon istri. Lelaki itu bahkan sudah mengambil kunci mobilnya dari atas nakas kamar.

Ceklek!

Bukan Dareen yang membuka pintu kamar. Melainkan Irma, ibu dari lelaki lajang itu.

"Mau kemana, Reen?" tanya Irma pada anaknya itu.

"Ada urusan keluar, Ma," jawab Dareen.

"Buru-buru gak?"

"Emangnya kenapa, Ma?"

"Mau ngomong sesuatu sama kamu."

"Tentang istri 'kan Ma?" Irma mengangguk pelan, setuju dengan apa yang di katakan oleh anaknya.

Sudah biasa bagi Dareen jika ibunya mengajaknya berbicara sesuatu. Karena nanti pastinya pembicaraan sang ibu menjurus pada pernikahan, istri, cucu, dll.

"Dareen udah dapet, Mama mau liat gak?" perkataan lelaki itu sukses membuat Irma membulatkan netranya. Wanita itu berjalan mendekati anaknya.

"Serius kamu? Mama mau liat, mana orangnya?" balas Irma bersemangat, membuat Dareen langsung merogoh ponselnya di kantong celananya.

"Ini, Ma. Namanya Melodi Auristela. Yang dulu pernah Dareen ceritain. Cinta pertamanya Dareen," jelas lelaki itu dengan senyum manis yang memperlihatkan dimplenya.

"Kamu yakin dia, nak?"

"Kenapa, Ma?" Dareen terlihat kebingungan, dahinya bahkan mengernyit bertanya-tanya apa maksud dari ucapan sang ibu.

"Cantik banget lho ini ...! Masa dia mau sama kamu?" heboh wanita berusia 45 tahun itu.

"Ihh ... Mama! Anak sendiri digituin, dukung dong Mah ...."

"Hehehe iya-iya, Mama dukung deh. Dia anaknya cantik. Tapi ingat, jangan tertipu dengan fisik, nak. Karena hati itu lebih penting!" ujar Irma menepuk bahu putranya yang sudah kelewat tinggi dan lebar dibanding dirinya.

***

Mobil sedan hitam milik lelaki tinggi bermata monolid tapi terlihat besar itu berhenti tepat di depan pekarangan rumah Melodi. Setelah mematikan mesin mobilnya, lelaki itu berjalan mendekati bel rumah Melodi dengan gerakan yang terlihat tidak sabaran.

Ding!

Dong!

Ceklek!

Pintu utama itu terbuka, menampilkan salah seorang pelayan sambil menatap kagum lelaki di depannya. Tampan, mungkin itulah yang ada di benaknya. Ditambah lagi rambutnya yang sedikit berantakan hingga poninya yang terlihat menutupi matanya karena angin. Membuatnya tampak tampan dan misterius.

"Eh, Mas Dareen. Mau nyari Non Melodi, ya?" Dareen terlihat mengangguki pertanyaan sang asisten rumah tangga itu.

"Bentar ya Mas, saya panggilin dulu. Masuk dulu, Mas." perempuan muda itupun mempersilahkan Dareen masuk ke dalam rumah itu.

Dareen berjalan masuk, lalu duduk disofa ruang utama rumah. Kalau dilihat-lihat rumah ini sangat besar dan indah. Tidak heran jika banyak orang menyukai rumah yang dimiliki pengusaha kaya seperti ayah Melodi.

Tap

Tap

Tap

Derap langkah seseorang terdengar dari arah tangga rumah. Dareen menoleh, menemukan seorang gadis berhijab coklat susu dengan baju panjang beserta rok panjangnya. Gadis itu terlihat menunduk, menyembunyikan wajah cantiknya dari lelaki yang sudah berdiri dari duduknya sedari tadi.

Langkah gadis itu berhenti tepat di depan Dareen. Gadis itu mulai menatap ke depan, netra coklatnya menangkap seorang lelaki tampan yang terlihat kaku. Bisa dikatakan tengah tercengang.

"Subhanallah," gumam lelaki itu menatap kagum Melodi.

"Ekhem ...!" gadis itu sengaja berdehem keras, agar lelaki itu tersadar dari ekspresinya yang terlihat menggelikan.

"Eh, astagfirullahalazim," ucap lelaki itu tersadar kekhilafannya, lalu menundukkan wajahnya.

"Ada apa kemari?" tanya Melodi penasaran.

"Ingin mengajak kamu keluar."

"Tapi Ayah sama Bunda gak di rumah, nanti kalau gue pergi dan---"

"Saya sudah minta izin lewat telepon," potong Dareen, membuat Melodi mengangguk ragu.

"Gue ke atas dulu bentar," ucap Melodi lalu meninggalkan Dareen sendirian di ruang tamu.

Beberapa menit kemudian Melodi kembali dengan tangan yang tengah menyandang tas kecil berwarna hitam. Mungkin saja berisi keperluannya nanti.

"Kuy!" Dareen mengangguk, lalu berjalan mendahului Melodi.

*****

"Mau kemana nih, Om?"

"Eh!"

"Hahaha becanda, gue panggil apa ya biar cocok?"

"Kak aja gimana?" sahut Dareen membuat Melodi berbinar.

"Nah! Pas tuh! Oke Kak, Kakak Dareen yang ganteng hahaha ...," canda Melodi menggoda Dareen dengan menaik turunkan alisnya.

Dareen hanya tersenyum menerima godaan Melodi, sedangkan gadis itu masih saja tertawa. Hingga satu suara membuat ke duanya terdiam.

"Lapar ya?" tanya Dareen yang yakin suara itu berasal dari perut Melodi. Sementara Melodi hanya cengengesan, membuat Dareen menggeleng gemas.

"Kita makan dulu oke?"

"Kuy!"

Keduanya akhirnya mengutuskan untuk pergi makan disebuah restoran yang lumayan ramai. Tempatnya juga nyaman, dan makanannya keliatannya enak. Setelah memesan menu yang dipilih, Dareen kembali menatap Melodi yang sudah duduk di depannya. Mereka sama-sama sudah duduk di kursi pelanggan sebenarnya.

"Biasanya Dito ngajak kencannya kemana?" tanya Dareen pada Melodi.

"Apaan sih! Kepo bener," ketus Melodi.

"Dia pernah ngajak kamu kencan?"

"Ganti topik kek, Kak! Males ngomongin dia," balas Melodi kesal.

"Kenapa? Kalian beneran sudah putus?"

"Kayaknya."

"Kok gitu?" Melodi hanya mengangkat kedua pundaknya, menyatakan ia tidak tau dan malas mengungkit hal itu.

"Eh Melodi?!"

Mendengar namanya dipanggil, sontak saja Melodi menoleh mencari dari mana asal suara tersebut. Hingga nerta bulat coklatnya menatap seorang gadis berambut coklat panjang bersama lelaki yang ia kenal sekali siapa.

"Rena? Dito?" Melodi menatap terkejut kedua orang itu, hingga berakhir menangkap satu pergerakan antara keduanya.

Rena dan Dito barusan melepaskan gandengan antara mereka.

"Kalian ngapain disini?" tanya Melodi berusaha biasa saja.

"Emm ... ah iya itu, k-kami gak sengaja ketemu juga tadi. Sama kayak sekarang, kita gak sengaja ketemu sama lo, tadi gue gak sengaja ketemu Dito," jelas Rena terlihat gelagapan. Seperti tengah tertangkap basah mencuri.

Melodi mengangguk sambil ber-Oh ria. Gadis itu sebenarnya agak curiga. Tetapi karena sedang tidak ingin berurusan dengan Dito, dia hanya diam.

"Ya udah, Mel. Gue sama Dito pamit dulu, ya! Dilanjut makannya, byee!" ucap Rena.

'Gue sama Dito? Apaan sih, katanya cuma berpapasa. Tapi kok pamit mau pulang harus barengan,' batin Melodi kesal, tetapi berusaha menjaga ekspresinya.

Rena berjalan keluar Restoran diikuti oleh Dito dari belakang. Sementara Dareen terlihat memerhatikan Melodi, memastikan gadis itu tetap baik-baik saja.

"Mel?" panggil Dareen, menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

"Eh, iya apa?" Melodi terlihat kebingungan segelah lamunannya terpecahkan.

*****

Kegiatan makan bersama tadi telah selesai, Dareen sekarang tengah menyetir mobilnya. Entah akan kemana, Melodipun tidak tau. Gadis itu menjadi pendiam sejak kejadian di restoran tadi. Pikirannya terus tertuju pada Dito dan Rena tadi. Apa sebenarnya yang mereka lakukan di sana, dan apa maksud dari gandengan tangan itu. Kira-kira itulah yang ada di kepala gadis itu sekarang.

"Melodi?"

"i-iya?"

"Kenapa melamun?"

"Siapa yang ngelamun?"

"Kamu, siapa lagi coba,"

"Udah lupain aja, btw kita mau kemana lagi?" terdengar seperti mengalihkan topik bagi Dareen, sepertinya ada yang tengah disembunyikan oleh gadis itu.

"Saya tanya kamu kenapa melamun, Melodi?" tanya Dareen terdengar tegas.

"Gak ada ih! Kepo mulu jadi orang!"

"Saya bertanya Melodi!"

"Diam ngapa sih anjim!"

"Kamu ngomong apa barusan?!" Melodi terdiam, tubuhnya bergetar seusai dibentak Dareen. Tatapan lelaki itu menajam, matanya bahkan memerah. Baru kali ini Melodi melihat lelaki itu semarah itu.

"Biasakan berkata sopan! Kamu ini perempuan, harus lemah lembut jika berbicara. Kamu juga pelajar, tampakkan dirimu itu seorang yang berpendidikan melalui tutur katamu. Saya gak suka kamu ngomong begitu lagi, biar gimana juga saya ini calon suami kamu. Kamu harus sopan sama saya!" tegas Dareen membuat Melodi bungkam. Gadis itu menunduk, meremas kerudungnya yang menjuntai hingga perutnya. Perasaan bersalah terpancar dari wajah gadis itu, tidak hanya itu. Perasaan takut juga dapat Dareen lihat dari tatapan bergetar Melodi yang berusaha ia sembunyikan dengan cara menunduk.

Seketika hati Dareen mencelos, tatapan tajamnya mulai meneduh, rahangnya yang mengeras tadi pun kembali seperti semula. Tidak ada lagi emosi di sana. Hanya ada ekspresi rasa bersalah, menyesal karena sudah membentak 'orang yang ia cintai'.

"M-maaf, saya gak bermaksud membentak kamu," ucap Dareen lembut, ingin sekali di peluknya gadis itu. Tetapi karena di agamanya diajarkan untuk tidak bersentuhan dengan yang bukan mahramnya, Dareen terpaksa hanya bisa menyalurkan rasa bersalahnya melalui lisan. Meski mengingat dulu ia pernah menyentuh tangan Melodi, tetapi sungguh, lelaki itu khilaf saat itu. Ia terbawa emosi, oleh karena itu dia tidak sengaja menyentuh tangan Melodi saat merebut gadis itu dari Dito. Setelahnya Dareen mengaku bersalah dihadapan Allah. Ia menyesal.

Melodi hanya diam, tetapi gerakan tubuhnya bisa membuat Dareen lega. Dia mengangguk, petanda ia tidak apa-apa.

TBC.