Chapter 9 - Isi Hati

"Saya sering sekali ke sini. Menikmati senja hari dengan angin segar. Hati saya selalu damai jika di sini, apalagi ketika saya merindukan seseorang. Saya akan melepaskan semuanya di sini," ungkap Dareen menatap rimbunnya ilalang yang bergoyang ke-arah kemana angin berhembus. Ngomong-ngomong tidak jadi hujan tadi, langit juga kembali cerah meski sudah sore.

Ini adalah tempat yang lumayan jauh dari perkotaan, tempat di mana orang-orang melepas penatnya menghadapi berbagai rintangan hidup. Tempat yang terdiri dari banyaknya ilalang yang tumbuh. Biasanya di sebut taman ilalang oleh kebanyakan orang.

Dareen sengaja membawa Melodi ke sini, ia sangat mengerti bahwa gadis itu tengah bersedih sekarang. Melihat mantan pacarnya yang bergandengan tangan dengan temannya sendiri. Siapa coba yang tidak sakit dan sedih melihatnya.

"Btw gue pernah ke sini juga."

"Saya tau."

"Hah?"

"Tidak, lupakan. Ngomong-ngomong kita manggilnya Aku-Kamu aja ya? Supaya terdengar sopan," ajak lelaki itu, tetapi tidak disetujui oleh Melodi.

"Katanya gak mau di jodohin sama saya, tapi berubah aja gak mau. Sudah tertarik dengan pesona saya, makanya gak mau berubah?"

"Astagfirullah, Parto. Kepedean amat jadi orang," timpal Melodi menatap kesal Dareen.

"Parto siapa, Mel?" tanya Dareen kebingungan.

"Gak ada, tukang jual Odading di gang sebelah," jawab Melodi malas. Sementara lelaki tampan itu hanya menggeleng heran.

"Kamu mau berubah 'kan, Mel?" tanya Dareen lagi.

"Hm?"

"Kalau kamu mau berubah, barubah saja tanpa takut ataupun ragu, apalagi gengsi. Dengarkan ujaran orang lain tentang hal yang baik. Berubahlah jadi pribadi yang lebih baik, saya bimbing kamu. Setelah kamu berubah saya bisa lepasin kamu. Saya gak bakal ingkarin janji saya kok, Mel." Melodi menatap lekat Dareen, sedikit terhenyak tetapi tetap mempertahankan gengsinya.

"Saya mengerti, menikah bukanlah hal yang mudah bagi kamu. Apalagi menikah dengan orang yang tidak kamu cintai."

"Satu pinta saya buat kamu, jangan hianati saya sebelum saya lepaskan kamu. Biar bagaimanapun saya masih calon suami kamu."

"Eh udah sore nih, Kak. Pulang, yuk!" ajak Melodi mengalihkan pembicaraan mereka.

Dareen diam, lalu mengangguk. Keduanya bangkit dari duduk mereka menuju mobil yang letaknya 'tak jauh dari sana.

***

Ckit!

"Kok berhenti?" tanya Melodi kebingungan.

"Udah Maghrib. Shalat dulu, yuk!" ajak Dareen dan benar saja, azan Maghrib itu baru saja berkumandang.

Melodi mengangguk lalu turun dari mobil bersamaan dengan Dareen. Berketepatan Dareen yang menghentikan mobilnya di pekarangan masjid yang besar dan ramai akan jema'ah. Baik orang dewasa, maupun anak-anak yang mungkin saja akan mengaji nanti setelah shalat maghrib selesai.

Suara adzan itu terus berkumandang bersaman dengan tengah berwudhunya Melodi dan Dareen. Keduanya berwudhu di tempat yang berbeda, karena akan batal nanti wudhu mereka bila saja tidak sengaja yang bukan mahramnya bersentuhan.

Selepas berwudhu, Melodi berjalan masuk mencari mukenah umum. Sedangkan Dareen sudah berdiri di sajadahnya melaksanakan shalat sunah terlebih dahulu.

Setelah selesai adzan berkumandang, sang imampun segera melaksanakan kamat dan memulai shalat bersamaan dengan Dareen dan Melodi.

***

Hari yang melelahkan tetapi menyenangkan itu hampir berakhir. Mobil mewah Dareen berhenti tepat di depan pekarangan rumah Melodi. Membuat gadis itu ingin membuka pintu mobil langsung, namun di cegah dengan cepat oleh Dareen.

"Apa?" tanya Melodi.

Dareen terlihat ke bingungan sendiri. Mulutnya masih belum mengatakan sesuatu. Membuat Melodi jengah dan kembali ingin membuka pintu mobil Dareen.

"Sebentar!"

"Apalagi sih?! Gaje banget tau gak!" Melodi menatap jengah Dareen, tetapi belum ada respon dari lelaki itu. Dareen masih saja diam seperti orang bodoh di kursi mengemudinya.

"Astagfirullah ... Hayati sabar ...," geram Melodi menatap kesal Dareen.

"B-besok kamu pulang sama siapa?" tanya Dareen akhirnya.

"Gojek mungkin," jawab Melodi asal.

"Ya udah, tunggu di gerbang. Biar saya yang jemput," ucap Dareen yang di angguki oleh Melodi. Gadis itu kembali ingin membuka pintu mobil, tetapi suara lelaki itu kembali menghentikan kegiatannya.

"Jangan pergi dulu!" cegah Dareen.

"Apalagi sih, Kak?!"

"K-kamu cantik makai hijab Mel, pertahankan!" akhirnya berhasil juga lelaki itu mengungkapkan isi hatinya sejak tadi. Jujur saja sedari tadi ia terkesima dengan penampilan baru Melodi. Lebih cantik dan nyaman jika di lihat.

Melodi hanya diam, berusaha menahan ritme jantungnya yang kelewat kencang. Pipinya bahkan mulai memanas, membuat rona merah terpancar jelas di wajahnya. Malu sekali rasanya.

"I-itu aja? Ya udah gue pamit ya, Kak!" kali ini Melodi tidak peduli lagi, ia dengan cepat membuka pintu mobil dan berjalan menuju pintu rumah. Mengabaikan jika saja Dareen lagi-lagi menahan atau berbicara sesuatu padanya. Yang penting ia harus menyendiri dulu dari lelaki itu, wajahnya dan jantungnya saat ini masih belum mendukung.

Di sisi lain Dareen tersenyum menatap punggung Melodi yang mulai lenyap di telan daun pintu yang baru saja di bukakan oleh seorang pelayan. Dareen tersenyum senang. Bagaimana tidak, ia baru saja berhasil membuat gadis itu malu dengan wajah merona di depannya. Bahkan ia juga sudah berhasil mengubah gadis cantik itu menjadi lebih baik. Meski belum sepenuhnya.

Dareen mulai menghidupkan kembali mesin mobilnya, meninggalkan tempat tinggal Melodi meski di hati sedikit berat berpisah dengan yang tersayang.

***

"Barang siapa yang suka marah-marah atau emosian, berwudhulah! Karena sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api hanya bisa di padamkan dengan air," jelas Pak Solihin, guru agama kesukaan makhluk sok suci di kelas Melodi.

"Oh ... berarti kalau yang di samping ini suka marah-marah pas minta uang kas bisa di siram ya, Pak?" tanya Melodi pada guru yang tengah mengajar itu.

Merasa tersindir, sontak saja Celsi si bendahara kelas itu melirik sinis Melodi. Gadis itu tau, dirinyalah yang di sindir si brandal kelas itu. Di karenakan dua alasan, hanya dirinya dan Rena yang berada di sisi Melodi. Dan dirinyalah yang tadi pagi meminta uang kas pada Melodi sambil marah-marah. Bagaimana tidak marah, gadis itu sudah nunggak empat bulan. Alhasil jiwa preman Celsi keluar karenanya.

"Tuh 'kan, Pak! Dianya langsung sinis gitu, boleh di siram sekarang gak, Pak?" tanya Melodi lagi.

"Melodi ... gak baik nyindir gitu," ujar Pak Solihin pada Melodi.

"Saya 'kan cuma nanya Pak, siapa juga yang nyindir. Bapak nih solimi deh," elak Melodi tetapi Pak Solihin hanya menggeleng-geleng heran.

Kring ...!

Bel istirahat sudah berbunyi, lelaki paruh baya itu berpamitan pergi dari kelas. Membuat seluruh siswa menjadi riuh di karenakan ingin segera melepas lapar ke kantin.

"Woi! Bentar lagi ulangan MTK, kalian gak belajar buat persiapan apa?" teriak Dandi, ketua kelas.

"Ciri-ciri siswa gak belajar lebih awal buat persiapan nih! giliran waktunya udah mepet baru buru-buru mau belajar," ucap Lisa yang tengah memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Astaghfirullah Solimeh ...," balas Dandi mengusap dadanya sabar.

"Mel! Lu udah belajar?" tanya Rena yang tengah menunggu Melodi menyusun bukunya dari atas meja.

"Tenang! Semuanya udah di luar kepala bagi gue," jawab Melodi mulai songong.

"Wih keren!"

"Tapi di dalam buku."

"Amjing! Gue serius Ani!"

"Gue juga serius Parto!"

"Parto siapa taik ...! Serius aja, lu belajar gak?! Gue gak belajar nih, nanti nanya sama siapa kita?"

"Tenang, sogok Celsi pakai uang jajan lu. Ntar juga di kasih jawabannya," balas Melodi santai.

"Uang jajan lu lah! Masa gue, terus nanti gue jajannya pakai apa?"

"Pakai uang lah! Lagian jangan semuanya kali goblok! Setengah aja, setengahnya buat lu jajan!" ucap Melodi dan diangguku setuju oleh Rena. Rena itu orangnya manut aja kalau udah deket, apa kata Melodi bakal dilakuin. Namanya juga sahabat sepopok. Jadi apa-apa sama-sama, apa kata Melodi di ikutin Rena, dan apa kata Rena Melodi juga jarang nolak. Semuanya saling setuju dengan ide masing-masing.

Dan tentang masalah berpapasan kemarin Melodi tidak pernah mengungkit-ungkitnya lagi. Biar bagaimanapun ia sudah melepas Dito, hubungan mereka juga tidak ada lagi. Jadi ya tidak ada masalah untuknya, ia berusaha untuk terlihat biasa saja. Dan dia tetap akan berfikiran positif pada sahabatnya ini.

TBC.