Ulangan MTK baru saja selesai. Para siswa sebagian berbondong-bondong ke kantin, sedangkan Dandi, Candra, Lisa, Rena, dan Melodi tengah duduk-duduk di kursi kelas. Dandi sedang menghapus papan tulis, Candra sedang bermain game di ponsel, Lisa sedang bernyanyi tidak jelas lagu baru blackpink yang berjudul 'Ice Cream' menggunakan sapu, dan Rena sedang bermain SOS bersama Melodi.
"Eh, gue tadi nomor tiga puluh tujuh lupa ngisi, lho! Kalian jawabannya apa? Susah banget soalnya, makanya gue tinggalin," ucap Lisa setelah lelah bernyanyi.
"Gue sih B," jawab Candra masih fokus pada gamenya.
"Sama, gue juga B," sahut Dandi juga.
"Lah gue C! Lu apa Mel?" tanya Rena penasaran pada Melodi.
"Gue D," jawab Melodi santai sambil mencari huruf yang membentuk rangkaian SOS di buku tulis.
"Semprul! Gue kira gue beda karena jawaban gue salah. Ternyata ada yang lebih beda lagi. Lu goblok atau gimana, neng? Bocah TK aja tau yang D itu paling salah," celoteh Rena menatap heran Melodi.
"Biarin. Lagian nih ya, kepintaran itu bakal kalah sama keberuntungan. Jadi ya liat aja ntar, kalian semua salah pasti," jawab gadis itu penuh keyakinan.
Semuanya hanya menggeleng heran, memang benar kepintaran itu akan kalah oleh keberuntungan. Tetapi kecil kemungkinan hal itu terjadi pada gadis bermata coklat itu.
***
"Melod, buruan! Katanya mau ganti, gue tungguin dari tadi juga!" teriakan kesal Rena yang tengah menunggu Melodi. Gadis itu menatap jengah Melodi yang tengah mengotak-atik tasnya.
"Nih dia!" monolognya setelah mendapatkan sesuatu yang ia cari sejak tadi. Gadis itu akhirnya menemukan baju olahraganya.
Dengan segera ia mengeluarkan baju itu, membuat beberapa barang di dalamnya ikutan keluar karena tas gadis itu terlalu penuh dan sempit. Melodi menatap barang yang 'tak lain adalah pakaiannya ikut keluar. Bukan baju olahraganya, tetapi yang lain lagi. Gadis itu dengan segera membereskan pakaian yang 'tak lain adalah seragam sekolah yang sama dengan yang ia pakai itu. Hanya saja seragam itu ukurannya lebih panjang dari miliknya.
Setelah selesai, gadis itu beranjak dari kursinya menuju gadis yang tengah menunggunya sejak tadi di ambang pintu kelas.
"Lama banget sih!" kesal Rena membuat Melodi hanya nyengir kuda.
"Oh, iya. Kemarin itu pakaian lo kok tumben--"
"Itu coba doang kemarin. Jangan dipikirin, udah lupain aja," ujar Melodi, membuat Rena hanya mengangguk. Sebenarnya Rena sedikit terkejut kemarin, dengan tidak biasanya gadis yang terkenal brandal itu memakai pakaian muslim saat di restoran kemarin.
Melodi dan Rena terus mengobrol hingga tanpa sadar mereka sudah sampai di depan ruang ganti. Baru saja mereka ingin masuk, tiba-tiba saja ada seseorang yang memanggil Melodi.
"Kak! Dipanggil ke kantor sama kepsek," ucap seorang gadis yang sudah Melodi duga adalah adik kelasnya.
Melodi hanya mengangguk, membuat adik kelasnya yang tengah membawa beberapa buku itu ikut mengangguk pamit lalu pergi.
"Yuk, ganti!" Melodi menarik Rena ke dalam toilet. Membuat gadis berambut sebahu itu kebingungan.
"Gak ke kantor dulu?"
Melodi menghembus nafasnya kesal, "Ntar aja."
"Ya udah serah, nanti kalau dipanggil pake toa salah sendiri," ujar Rena, sebelum kejadian nantinya.
Melodi tidak ambil pusing dengan omongan sahabatnya itu. Ia tetap fokus memakai pakaiannya hingga akhirnya keduanya selesai dan bersiap untuk berolahraga.
"DIPANGGIL! MELODI AURISTELA KELAS IPS! SEGERA KEKANTOR!" teriak seseorang dari kantor yang sudah Melodi yakini yaitu Pak Herman, wali kelas Melodi.
"Tuh 'kan, gue bilang juga apa. Sonoh pergi! Awas di jadiin babu!" peringat Rena sambil tertawa, membuat Melodi makin kesal setengah mati.
Melodi segera pergi ke kantor, berlarian kecil tanpa memperdulikan tatapan para siswa yang kalau saja ada waktu ingin sekali gadis itu congkel pakai jari tengahnya.
"Eh, Melodi? Ngap--"
Melodi tidak mempedulikan orang yang berbicara itu, kakinya terus melangkah melewati lelaki yang barusan berbicara dengannya. Dia Dito, masih menatap Melodi dari jauh. Lelaki itu tidak sengaja berpapasan dengan Melodi ketika di depan kantor, saat lelaki itu baru saja selesai membicarakan lomba basket dengan guru olahraga.
Melodi akhirnya sampai di depan ruang kepala sekolah. Ia berhenti sebentar, membungkukkan tubuhnya dengan tangan yang menompang tubuhnya di lutut. Gadis itu terlihat terengah, menormalkan detak jantungnya yang terdengar kencang sekali akibat lelah berlari.
"Pak," panggil Melodi pada seseorang yang tengah berdiri dalam ruangan itu.
"Walaikumsalam," ucap seseorang yang 'tak lain adalah kepala sekolah Melodi.
"Eh, assalamu'alaikum," ucap Melodi lagi, baru sadar ia belum mengucapkan salam sebelumnya.
"Duduk," perintah kepala sekolahnya yanh terdengar dingin.
Melodi segera berjalan menuju kursi di depan meja kerja kepala sekolahnya itu, sedangkan kepala sekolahnya itu sudah duduk di kursi kuasanya.
"Kamu membully Merlin kelas sepuluh, menyontek buku di laci saat ulangan, menyoret tembok mes menggunakan pilok, menendang kaki meja sekolah hingga patah, memakai pakaian sesuka hati hingga terlihat bukan lagi seorang siswa, mewarnai rambut sesuka hati, berciuman di toilet dengan Dito, dan sekarang kamu dengan beraninya mencuri uang kas di kelas? Sungguh, saya mulai jengah dengan kelakuan kamu," celoteh kepala sekolah paruh baya itu. Ia adalah kepala sekolah paling penyabar, tetapi jika kesabarannya sudah di ambang batas seperti ini, maka habislah Melodi.
Brak!
"Pak! Saya memang nakal, tapi saya gak pernah tuh yang namanya mencuri! Jadi bapak jangan langsung percaya atas tuduhan itu!" kesal Melodi tidak terima.
Memang seumur hidup Melodi tidak pernah mencuri sesuatu yang bukan miliknya, kecuali merusak. Ia bahkan mampu memiliki sesuatu yang dia inginkan, jadi hal yang mustahil bila ia mencuri. Apalagi mencuri uang kas yang jelas-jelas hanya seberapa baginya yang anak seorang pengusaha kaya.
"Jangan mengelak Melodi, buktinya sudah jelas. Di tas kamu ditemukan uangnya, Pak Heru yang periksa tadi."
"Astagfirullah Pak. Nih, ya Pak, jarang-jarang saya bersumpah menyebut nama Allah, jadi kali ini saya bener-bener bersumpah, demi Allah saya gak pernah yang namanya mencuri. Apalagi mencuri uang kas yang saya yakin juga uang jajan sekolah saya jauh lebih banyak dari itu."
"Ternyata selain pencuri kamu juga pembual ya, sombong kamu itu berlebihan."
"Saya sudah banyak bersabar loh Melodi, selama ini saya masih ngasih kamu surat panggilan sama orang tua, belum saya pindahkan. Tapi kalau sudah begini caranya saya bisa aja mindahin kamu ke sekolah mana yang mau nampung kamu. Kamu kira sekolah ini gak capek nanganin kebandelan kamu?!" bentak kepala sekolah yang bernama Pak Santoso itu, membuat Melodi terdiam seketika. Jika sudah bergantung pindah-memindah, lebih baik dia mengalah saja. Karena ini sudah semester akhir, ia tidak ingin semuanya sia-sia, hasil belajarnya di sekolah ini sia-sia meski ia juga belum tentu menghasilkan nilai yang memuaskan nantinya.
"Oke, karena kamu udah semester akhir, saya kasih kamu kesempatan buat berubah. Satu bulan ini harus ada perubahan pada diri kamu, kalau kamu masih aja gitu, tanpa segan-segan lagi saya pindahin kamu. Terserah mau tamat ataupun gimana, saya gak kasih simpati lagi," lanjut Pak Santoso yang terdengar begitu kejam bagi Melodi.
***
Melodi berjalan pelan menuju parkiran. Tangannya terus meremas sandangan tasnya itu sambil melamun memikirkan tentang yang dikatakan pak Santoso tadi siang.
'Apa yang harus gue lakuin kalau gini? Mana dikasih surat panggilan lagi' batin gadis itu.
"Kenapa tumben lama keluarnya?" tanya seseorang yang 'tak lain adalah Dareen. Lelaki itu lagi-lagi menjemput Melodi.
Melodi berjalan melewati Dareen sambil menjawab, "Bersihin lapangan dulu tadi."
"Dihukum pasti?" tebak lelaki itu mengikuti Melodi yang berjalan menuju mobilnya.
"Gak, pengen aja."
"Bohong banget, mana mungkin seorang Melodi Auristela dengan tergeraknya mau membersihkan lapangan sekolah. Nyentuh dapur rumah saja saya rasa kamu gak pernah." Melodi hanya mendengus kesal, lalu masuk ke dalam mobil dan membanting pintu mobil itu.
Brak!
Dareen terheran seraya menggeleng, 'tak habis fikir dengan mood gadis itu. Lelaki itu berlarian kecil menuju pintu mobilnya. Membukanya lalu ikut masuk untuk mulai mengemudi.
"Gimana hari ini?" Melodi menoleh sebentar, sedikit bingung dengan pertanyaan Dareen.
"Maksud saya gimana kegiatan kamu hari ini di sekolah? Lancar gak?" jelas Dareen lagi, karena mengerti dari ekspresi gadis itu yang kebingungan dengan pertanyaannya.
"Lancar," jawab Melodi menoleh pada kaca mobil.
"Dua hari lagi saya mau ke luar kota, ada kerjaan di sana," ucap Dareen lagi, berusaha mencari perhatian Melodi.
"Oh, baguslah. Jadinya gak ada yang gangguin gue tiap hari," balas Melodi santai tanpa menatap Dareen.
"Kamu gak tanya berapa hari saya di sana?" tanya Dareen walau jawaban Melodi tadi sedikit melukai perasaannya.
"Mau bentar ataupun lama juga gak masalah. Terserah aja," balas Melodi acuh tak acuh.
Dareen hanya diam, kembali fokus mengemudi. Sakit meski tidak berdarah.
***
Sesampai di rumah, Melodi ingin langsung keluar dari Mobil Dareen tetapi disaat ia sudah membuka pintu mobil dan ingin keluar, tiba-tiba saja tangan lelaki itu menarik tasnya.
"Apa ini?" tanyanya melihat ada kain putih seperti seragam sekolah yang menyembul keluar tas. Dikarenakan resleting tas Melodi yang sedikit terbuka.
Melodi menarik paksa tasnya agar terlepas dari Dareen, tetapi bukannya lepas Dareen malah membuka tas itu. Hingga akhirnya terbongkarlah semua. Tampak di sana ada baju seragam sekolah pendek yang Melodi kenakan di sekolah tadi. Sementara seragam panjang yang ia bawa tadi sedang ia kenakan sekarang. Bersamaan dengan hijab.
Dareen terdiam, mulai mengerti dengan tampaknya barang itu.
"Jadi kamu bohongin saya?" tanya Dareen terdengar dingin, disertai dengan matanya yang masih menatap jelas seragam pendek itu.
Melodi diam, menghembus nafasnya kasar lalu berbalik menatap Dareen. Sementara tasnya tadi sudah dilepas oleh lelaki itu.
"Gak guna juga gue bohongin lo," balas Melodi tidak sopan.
"Lalu apa tujuannya ini kamu pakai di depan saya? Supaya saya percaya dan lepasin kamu?" Melodi bungkam seketika. Terbongkar sudah semuanya.
"Setelah saya tau ini, sulit bagi saya memercayai kamu lagi. Dan kecil juga kemungkinan kamu bisa batalin perjodohan kita." Melodi diam sejenak, menatap sorot mata Dareen yang terlihat kecewa. Bagaimana tidak, padahal lelaki itu sudah benar-benar percaya dengan perubahan Melodi, tetapi semuanya hanya kebohongan. Melodi hanya berpura-pura mengenakan pakaian sopan di depannya.
"Terserah deh! Gue capek," balas Melodi masih mempertahankan egonya, gadis itu berjalan memasuki rumahnya tanpa mempedulikan bertapa kecewa dan emosinya Dareen saat ini.
TBC.