Kaki Dito berhenti melangkah, begitu juga dengan Melodi yang berada di belakangnya. Lelaki itu berbalik, menatap Melodi dengan raut wajah bertanya-tanya.
"Dia calon istri saya, kamu tidak ada hak untuk membawanya. Hubungan kalian sudah seharusnya putus dari dulu," tegas Dareen menekankan kata-katanya. Melodi hanya membeku, kebohongan terbesarnya akhirnya terbongkar.Tubuhnya bergetar, jantungnya bahkan sudah tak karuan sekarang. Ia takut menatap wajah Dito, ia sudah tau saat ini lelaki itu tengah kecewa bahkan murka. Tangan Dito bahkan dengan erat mencengkram pergelangan Melodi.
"Apa maksudnya ini Mel?" tanya Dito menuntut penjelasan. Melodi menunduk, bingung ingin menjawab apa.
"Mel?!" bentak Dito seketika membuat Melodi tersentak kaget.
"Jaga nada bicaramu! Dia wanita!" ini satu fakta tentang Dareen. Dia sangat menghormati seorang wanita. Membentak seorang wanita adalah pantangan baginya. Ia menghormati wanita sama seperti ia menghormati ibunya, jadi 'tak heran jika ia marah sekarang pada Dito.
"Diem ya, lu! Gue nanya sama dia!" tekan Dito, tetapi tidak dihiraukan oleh Dareen. Dareen berjalan mengambil alih tangan Melodi dari Dito. Ditariknya gadis itu mendekat ke-belakangnya
"D-dia bener Dit, maafin gue. Gue udah bohongin lu, gue takut kehilangan lu makanya gue bohong," jelas Melodi, menunduk menahan tangis.
Seakan pisau tajam terasa menggores hati Dareen, lelaki itu ikut menatap kecewa Melodi yang berada di sampingnya.
"Tapi gak gini juga caranya! Kenapa coba lu gak nolak! Lu yang buat ketakutan itu sendiri, dan lu yang buat gue kecewa akhirnya!" Dito melampiaskan segalanya, ia benar-benar tidak menyangka akan dihianati seperti ini.
"Gue kecewa sama lu, Mel. Berusaha gue pertahanin hubungan kita selama ini, tapi ternyata lu sia-siain gini aja. Gak nyangka gue," lirih lelaki itu. Dito berjalan menuju motornya untuk pergi dari sana. Ia 'tak ingin lagi berbicara dengan gadis itu, usahanya mempertahankan Melodi yang selalu salah paham tentangnya, tentang berbagai fitnah yang ia terima, semuanya gagal. Bahkan usahanya untuk berubah demi disukai oleh ayah Melodi juga berakhir sia-sia.
Flashback On.
"Lu ada masalah apa sama Ayah Melodi, hah?! Berani-beraninya lu nodongin pisau sama dia demi duit!" bentak Dito, memukuli wajah seorang lelaki dengan emosi yang sudah memuncak.
Lelaki yang kerah bajunya tengah dicengkram oleh Dito itu adalah Ernan. Teman Dito seperkumpulan. Dia memang terkenal mencuri barang-barang berharga orang lain dengan modal menodongkan benda tajam di tempat sepi. Dan sasarannya kali ini adalah Reno, ayah Melodi. Sehingga membuat Dito murka saat tidak sengaja melihatnya tadi.
Kejadiannya bermula dari ayah Melodi yang pulang lembur, dan mobilnya diberhentikan oleh geng motor yang diketuai oleh Ernan. Hingga ayah Melodi dipaksa keluar dari mobil dan barang-barangnya dikuras habis oleh Ernan. Mengetahui akan kejadian itu, Dito datang membawa Ernan pergi dari sana.
Ia tak' ingin dulu menghampiri Reno, karena terlalu geram ingin memberi pelajaran pada Ernan.
"M-maaf Dit, gue gak tau kalau itu tadi bokapnya pacar lo, g-gue nyesel," ucap Ernan terbata-bata, tetapi tidak dihiraukan oleh lelaki itu.
Wajah Ernan sudah babak belur, sudut bibirnya bahkan terkoyak sedikit karena pukulan Dito. Dito menunduk, membuang nafasnya kasar, lalu menghempas tubuh Ernan ketanah. Gang ini cukup sempit dan sepi untuk orang tidak mengetahui apa yang Dito lakukan pada Ernan di sana.
"Sekali aja lu sentuh lagi keluarga pacar gue, mati lo!" ucap Dito sarkas, lalu berjalan melewati Ernan yang sudah terduduk lemas di tanah.
Semenjak kejadian itu, Dito menjadi di benci oleh Reno. Dan Dito menyadari ke-salah pahaman itu. Reno membencinya karena mengira Dito bersekongkol dengan Ernan untuk mengkeroyoknya. Bahkan pernah Dito mengantarkan kembali tas kerjanya Reno yang sempat dicuri oleh Ernan, bukannya menerima kata-kata terimakasih dari Reno, lelaki itu malah menerima ribuan makian dari Reno.
"Pergi kamu! Gara-gara kamu anak saya hancur! Dia berubah nakal akibat kamu cuci otaknya!" maki Reno, mengusir Dito. Dito menunduk, 'tak dapat berkata apa-apa lagi. Namanya sudah dicap buruk oleh ayah Melodi. Ia pasrah.
Dito berjalan pergi dari ambang pintu rumah Melodi, segera ia mengendarai motornya menjauh dari sana. Ia sadar, karenanya Melodi berubah. Karenanya juga Melodi selalu dimarahi oleh ayahnya. Hingga akhirnya ia berfikir untuk berubah dari zona ini. Diam-diam keluar dari perkumpulan-perkumpulan menyesatkannya. Yaitu tempat dimana kumpulan lelaki suka balapan motor, minum alkohol, dan main wanita. Bahkan di sekolah ia mulai masuk ke-tim basket dan diterima dengan baik di sana.
Perkembangannya di sekolah mulai diterima baik oleh guru-guru yang menganggapnya remeh selama ini. Bahkan semenjak ia mendapatkan piala emas dari pertandingan basket, ia lebih dihargai di sekolahnya. Padahal dulunya ia tidak pernah dihargai, dan diapun tidak pernah peduli. Tetapi kali ini setelah merasakan bagaimana bangganya dihargai orang-orang, ia menjadi candu akan kata dihargai. Ia diangkat menjadi ketua basket dan mengajar di eskul basketnya.
Dan hal besar ini, belum pernah Melodi sadari selama ini. Melodi hanya terus memandang Dito itu anak nakal yang pemalas.
Flashback Off.
***
Pagi ini Dareen mulai mengemudi, membelah jalan raya kota Jakarta yang masih basah karena diguyur hujan tadi malam. Lelaki itu memulai perjalanan menuju SMA Garuda, tempat Melodi bersekolah. Berbeda dari hari-hari sebelumnya, kali ini Dareen lebih pendiam. Sedari tadi bahkan ia tidak pernah mengeluarkan sepatah katapun. Matanya menatap lurus jalan raya, 'tak pernah lagi diam-diam melirik Melodi yang berada di sampingnya seperti dulu.
"Dareen," panggil Melodi memecah keheningan. Namun, Dareen 'tak kunjung membalas. Melodi segera memusatkan pandangannya ke-lelaki di sampingnya itu.
"Om," panggil Melodi lagi. Kali ini ia yakin pasti Dareen menyahut. Karena lelaki itu paling benci dipanggil 'Om'.
"Gue manggil, loh," ketus Melodi, mulai kesal.
"Ada apa?" tanya Dareen terlihat datar.
"Kok diam? Biasanya ribut kalau dimobil."
"Saya lagi malas bicara," jawab Dareen terus terang.
"Kenapa?"
"Kamu itu seakan tidak ada masalah ya, baru saja bertengkar dengan pacarnya masih sempat-sempatnya mengganggu saya," ucap Dareen yang kelewat nyelekit bagi Melodi. Gadis berseragam SMA itu sontak terdiam. Benar apa kata Dareen. Sebenarnya dia heran juga saat ini, entah kenapa hatinya merasa tidak terjadi apa-apa. Padahal tadi dia sempat mengatakan pada Dito kalau dia 'takut kehilangan' lelaki itu.Tetapi melihat sikapnya sekarang orangpun berfikir gadis itu hanya manis dimulutnya saja. Tidak sesuai dengan yang ada di hatinya.
Melodi masih diam hingga mobil mereka berhenti tepat di depan gerbang sekolahnya. Dareen diam, tanpa berniat untuk ikut turun melihat kepergian Melodi masuk sekolah. Lelaki itu menunggu sang gadis keluar dari mobilnya, hingga akhirnya mesin mobil itu dihidupkan kembali. Dareen pergi dari kawasan tersebut.
"Huft ... gue kenapa sih?!" kesal Melodi berjalan masuk kesekolah.
***
"Siapa yang mempunyai ini?! Jujur saja!" bentak Pak Solihin, guru agama.
"Saya sudah ingatkan pada kalian, terutama yang perempuan. Jangan pakai make-up ketika sekolah! Kalian sekolah itu untuk belajar, bukan untuk ajang pencarian jodoh!" emosi Pak Solihin naik. Ia adalah guru yang paling benci melihat siswanya bermake-up. Dan kali ini dia baru saja menemukan liptint entah milik siapa terdampar di dekat pintu kelas.
"Baik, kalau kalian masih tidak ada yang mengaku, saya akan periksa."
"Berdiri semua!" tegasnya.
karena tidak ada yang menjawab, akhirnya Pak Solihin berjalan mendekati siswa perempuan satu persatu. Diperhatikannya bibir siswanya tersebut satu persatu, hingga tepat pada saat ia memerhatikan bibir gadis yang tegak di depan kursi belajarnya, 'tak lain dan 'tak bukan adalah Melodi Auristela, Pak Solihin berdiam cukup lama. Melodi menatap ngeri Pak Solihin, ia tau guru tersebut sudah mulai curiga sekarang. Dengan cepat ia melipat bibirnya ke dalam.
"Melodi, maju!" final Pak Solihin, sekarang pria paruh baya itu sudah tau siapa pemilik benda tersebut.
"Ya elah, Pak. Cuma liptint doangpun," pungkas gadis itu keberatan.
"Saya tidak peduli, sekarang maju ke depan!"
"Biar kagak pucet doang lho Pak, lagian 'kan saya gak pakai yang lain."
"Maju saya bilang!"
Dengan malas Melodi melangkah ke depan, menatap siswa-siswa yang sok tidak tau apa-apa di kursi mereka.
"Kamu tau apa yang akan saya lakukan jika ada yang melanggar peraturan?"
"Bersihin wc 'kan Pak?"
"Bagus, sekarang pergi bersihkan kamar mandi! Dan isi semua bak kamar mandi dengan air sampai penuh. Kalau sudah penuh baru boleh kamu kembali," tegas Pak Solihin membuat Melodi mendengus kesal lalu melenggang pergi dari sana.
Lagi-lagi keberuntungan tidak berpihak padanya. Baiklah, tidak apa jika harus membersihkan wc hari ini. Lagian dia juga malas masuk dipelajaran Pak Solihin. Guru itu hanya akan mengoceh menceritakan kehidupannya dibandingkan materi jika sedang mengajar. Lebih baik Melodi disini, di wc yang harum semerbak bunga taik ayam.
TBC.