Chereads / Vicious Circle of Mestonia / Chapter 3 - Ch.3 Hari itu

Chapter 3 - Ch.3 Hari itu

...

Petra baru saja melangkahkan kaki memasuki rumah baru yang bibi Mia sewa. Tidak besar memang, sebuah rumah sewa ukuran kecil, hanya ada dua kamar, ruang tamu merangkap ruang makan dan dapur merangkap kamar mandi.

Rumah sewa dengan ruangan seperti itu saja harganya tiga juga per bulan. Belum termasuk biaya listrik, air dan gas. Jika ditotal pengeluaran mereka untuk biaya sewa rumah saja sudah empat juta. Belum untuk biaya makan, transportasi dan lainnya. Pelipis Petra tiba-tiba berdenyut seakan ada aliran listrik yang mengenai kepalanya dengan tiba-tiba.

Hanya memikirkan biaya hidup mereka ia dan bibi Mia sudah seperti ini. Hati dan perasaan Petra menjadi kacau balau. Hari pertamanya di Metropol sudah tidak menyenangkan. Bagaimana ia akan menjalani hari-hari berikutnya dengan hati ringan?

Beruntung, sepupu Petra yang bernama Abel dan paman Jon tetap tinggal di Finelan karena sekolah asrama Abel. Jika saja Abel dan paman Jon ikut pindah ke Metropol pasti Petra tidak akan sanggup makan apalagi tidur dengan layak. Ia akan merasa tidak enak untuk sekedar mengunyah makanan yang sudah masuk kedalam mulut.

Hidup bahagia di Metropol yang selama ini Petra bayangkan ternyata meleset jauh dari harapan. Detik berikutnya Petra menyesal telah meninggalkan Finelan dan pergi ke Metropol demi mengejar beasiswanya.

Di Finelan, kota distrik pertanian Mestonia biaya hidup yang dibutuhkan tidak sebanyak di kota-kota besar lain. Karena adanya subsidi dari pemerintah distrik untuk para petani dan keluarganya. Ditambah lagi dengan aneka bantuan tunjangan hidup yang sangat membantu para petani, menjadikan Finelan sebuah distrik yang sangat ramah untuk para petani. Walaupun begitu, kaum muda di negara Mestonia tidak cukup banyak tertarik untuk menjadi petani dan menetap di Finelan. Hal yang sangat disayangkan sebenarnya. Padahal, pemerintah distrik sudah sangat membantu dalam menciptakan kondisi yang mendukung para petani mereka.

Paman Jon adalah petani sayuran, tetap memilih tinggal di Finelan bersama Abel. Sedangkan Petra dan bibi Mia harus merantau ke Metropol demi beasiswa Petra di sekolah SMA Metropol yang boleh dibilang prestisius. Tidak sembarangan yayasan pengelola SMA Metropol, Yayasan Pelita yang sudah terkenal diseluruh Mestonia, memberikan beasiswa kepada anak-anak diluar distrik Metropol, apalagi sampai ke Finelan yang sederhana. Semua itu tentu karena prestasi Petra yang membanggakan sekolah sejak gadis itu duduk di bangku sekolah dasar.

Jika saja Petra tahu tentang mahalnya biaya hidup tinggal di kota metropolitan tentu dia akan langsung menolak. Petra tidak sanggup melihat paman dan bibinya bekerja lebih keras hanya untuk pendidikan sekolah Petra. Lain dengan Abel yang kecerdasannya rata-rata, bocah laki-laki berumur sembilan tahun itu tidak ambil pusing dengan pendidikan formal. Bagi Abel, sekolah seperti penjara. Maka dari itu paman Jon menyekolahkan Abel di sekolah asrama supaya mudah dalam mengawasi bocah nakal tersebut.

"Bibi Mia, aku akan mencari pekerjaan sambilan sepulang sekolah. Jika tidak begitu, tabungan yang susah payah paman Jon kumpulkan akan habis dalam beberapa bulan saja. Hidup di kota ini seperti di neraka Bi." oceh Petra tidak habis pikir. Tangan kanannya tanpa sadar memijit-mijit pelipisnya.

Kenapa keadaan hidupnya bisa menjadi seperti ini. Uang adalah raja kehidupan di Metropol. Kota asing yang baru Petra singgahi selama tujuh belas tahun Petra hidup di Mestonia. Kota metropolitan dengan aura kapitalisme yang tergambar jelas. Proyeksi angan Petra tidak mampu untuk menampilkannya karena terlalu mengerikan baginya.

"Apa ada yang mau mempekerjaan anak sekolah Petra?" kata Bibi Mia jelas shock mendengar ucapan keponakannya barusan.

Bibi Mia memang pernah mendengar kalau hidup di Metropol itu mahal, tetapi ia sendiri pun tidak habis pikir kalau kenyataanya semahal ini. Bahkan sewa rumah saja sudah semahal itu. Belum biaya-biaya lain yang mungkin lebih besar lagi.

"Tentu, pasti ada bibi. Aku sudah mempunyai kartu tanda penduduk dan...lagi pula pasti ada pekerjaan yang cocok untuk anak sekolah. Bagaimana pun caranya akan aku cari Bi." kata Petra begitu yakin. Meyakinkan diri sendiri lebih tepat.

Petra lalu mengeluarkan ponsel pintarnya, mencari-cari pekerjaan untuk anak sekolah disitus pencari kerja di aplikasi populer Mestonia, CoMet, sebuah aplikasi yang sedang naik daun karena kemudahan dalam penggunaannya dan yang lebih penting tidak ada biaya langganan bulanan seperti aplikasi-aplikasi lain yang beredar.

Dalam regulasinya, Mestonia menerapkan pajak bagi para pengembang aplikasi yang tidak sedikit, maka dari itu membuat hampir semua aplikasi yang beredar di ponsel dalam wilayah kedaulatan Mestonia menerapkan biaya langganan per bulan. Kecuali CoMet, sebuah aplikasi baru yang dikelola oleh perusahaan baru, CoMet inc.

Tidak banyak yang mengetahui tentang perusahaan pengembang tersebut, seakan keberadaanya seperti hantu yang semua orang yakini namun sulit untuk dibuktikan. Se-misterius itu CoMet dimata orang-orang. Tidak terkecuali dimata Petra. Membuat gadis itu sangat penasaran.

Petra, seorang gadis cerdas yang selalu ingin tahu, tidak luput keberadaan CoMet juga menjadi perhatiannya. Kalau saja kesulihatan hidup yang sedang Petra alami sekarang tidak begitu besar pengaruhnya dalam menguras emosi jiwa raga tentu Petra akan dengan senang hari mencari tahu kenyataan tentang CoMet inc. Layaknya seorang diktektif yang menyelidiki kasus pembunuhan. Hal itu pula, level kecerdasan Petra yang diatas rata-rata menjadikan ia sebagai kandidat dalam daftar beasiswa Yayasan Pelita.

Pandangan mata Petra tiba-tiba tertuju pada sebuah iklan berukuran kecil dalam sebuah rubik artikel online tentang kopi, sebuah lowongan pekerjaan paruh waktu di sebuah cafe. Kebetulan pula lokasinya tidak jauh dengan sekolah barunya. Boleh dibilang berada di depan sekolah.

"Bi, aku pergi dulu ya." ucap Petra berpamitan kepada bibi Mia untuk interview di cafe tersebut.

"Lebih cepat lebih baik Bi. Aku akan segera kembali. Aku akan langsung pulang setelah interview oke?" bujuk Petra bersikeras.

"Baiklah. Hati-hati di jalan." kata bibi Mia lirih dan mungkin saja tidak bisa Petra dengan karena gadis itu sudah berlari menjauh pintu depan rumah.

"Sekarang? Apa tidak bisa ditunda sampai besok?" bibi Mia tampak kurang menyukai ide gila Petra. Apalagi mereka baru saja pindah dan merek juga belum berberes.

Tidak sampai setengah jam Petra sudah berada di depan sebuah cafe bernuansa modern minimalis, terpampang jelas menu utama yang disajikan adalah kopi dan aneka kue. Dengan target market anak sekolah dan para pekerja di area perkantoran disamping SMA Metropol.

"Kamu yakin akan bekerja disini?" tanya sang pemilik cafe agak ragu dengan melihat penampilan Petra yang sederhana.

"Tentu." jawab Petra mantap.

"Baik. Hanya saja, kami belum pernah mempekerjaan anak sekolah sebelumnya..."

"Aku sudah mempunyai kartu tanda penduduk Pak. Dan didalam iklan tertulis kalau anak sekolah pun boleh mendaftar." sela Petra.

"Tapi...kamu bukannya bersekolah di SMA Metropol, tepat berada di depan cafe kami?"

"Iya betul. Jadi saya diterima kan?" tanya Petra sedikit memaksa.

"Hmm... Baiklah." jawab sang pemilik cafe masih menatap lekat penuh makna pada kartu tanda penduduk milik Petra.

...