...
Lisa melemparkan sebuah map keatas pangkuan Lyon yang tengah sibuk dengan ponselnya di ruang kerja milik suami Lisa. Hembusan napas berat jelas terdengar dari mulut Lisa, berkacak pinggang menyaksikan pemandangan didepannya, adik kandungnya tidak menggubris pelototan yang Lisa alamatkan pada bocah tidak tahu sopan santun tersebut.
Dua kaki Lyon, ia letakkan diatas meja besar, meja kerja suaminya, Ruben Devaro, tanpa merasa bersalah ataupun meminta izin terlebih dahulu kepada tuan rumah. Sekali pun pemilik rumah itu merupakan saudara kandungnya sendiri, namun dalam keluarga besar Levi sendiri sangat menjunjung tinggi tata krama dan sopan santun dalam berperilaku.
Sepertinya ketentuan aturan tersebut tidak berlaku untuk Lyon pribadi.
"Aku tahu Lyn, kamu membenci Ruben, tidak seharusnya kamu bersikap seperti bocah tanpa pendidikan tata krama Lyn?" oceh Lisa pada akhirnya. Setelah aksi pelototoan yang ia lakukan hanya kesia-siaan tanpa hasil.
"Kenapa kakak berasumsi begitu?" balas Lyon dengan pandangan mata masih tertuju ke layar ponsel. Mengacuhkan kobaran api amarah dari Lisa, kakaknya.
"Hmmm, aku tidak peduli lagi. Terserah apa yang akan kamu lakukan, apa yang sedang kamu lakukan dan apa yang ingin kamu lakukan asalkan tidak melibatkan diriku. Tapi ini apa?" teriak Lisa membuat Lyon kaget lalu berdiri tegak dalam tiga detik.
Kelakuan Lisa, kakak perempuan Lyon, jika sudah berteriak keras lalu marah lalu aksi berikutnya ialah berteriak mengusir Lyon keluar rumah dan seterusnya, Lyon tahu itu tidak baik setidaknya untuk dirinya sendiri. Alasan Lyon mengunjungi kakaknya, Lisa, adalah untuk menghindari hari libur bersama kedua orang tuanya yang pasti akan memberondongi Lyon dengan sejuta pertanyaan dan dikte tentang apa yang Lyon sudah lakukan sepekan kebelakang dana apa yang harus Lyon lakukan sepekan kedepan.
Jadi, Lyon berpura-pura menjadi anak penurut untuk sisa hari ia ada di kediaman kakak ipar yang ia benci di Metropol. Setidaknya jauh dari Seriz, rumah orang tua Lyon.
"Sudah?" bujuk Lyon melembutkan suara. Memastikan bahwa kakak perempuannya sudah lebih tenang dan tidak berniat untuk berubah menjadi nenek sihir seperti yang sudah-sudah.
"Lyn, apa kamu tahu aku menyempatkan kemari demi rapat bulanan kita membahas CoMet mainanmu ini?" cerocos Lisa menunjuk-nunjuk map yang ada di pangkuan Lyon.
"Tentu-tentu kakakku yang paling cantik di planet bumi ini." ujar Lyon membenarkan perkataan Lisa.
"Jadi…bersikaplah seperti seorang pebisnis."
"Bukankah tadi sudah aku lakukan kak? Bagaimana, keren kan?" ucap Lyon lalu kembali duduk dan menyilangkan kaki diatas meja seperti yang ia lakukan beberapa menit yang lalu.
"Jika hanya itu yang bisa kamu lakukan, aku bisa jamin, tidak sampai tiga tahun CoMet akan menjadi sejarah." gerutu Lisa menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Tidak percaya dengan apa yang baru saja Lyon katakan.
"Hanya bercanda kak. Kamu semakin tua saja akhir-akhir ini, apa pun langsung diambil hati." Kekeh Lyon kemudian berjalan meninggalkan meja besar itu dan duduk disalah satu sofa di pojok ruangan.
Lyon sibuk membaca laporan keuangan CoMet yang tadi Lisa berikan. Sedikit mengerutkan kening dan mulut dipaksa tertangkup.
CoMet inc. adalah perusahan milik Lyon dan Lisa yang mereka dirikan satu setengah tahun yang lalu. Ide awalnya untuk memfasilitasi kenakalan dan kecanduan Lyon akan ponsel pintar yang membuat Lisa sakit kepala hebat selama tujuh hari. Karena orang tua mereka sendiri sudah tidak sanggup untuk mengontrol dan membujuk Lyon kembali ke jalan yang benar. Menurut orang tua Lyon, ponsel hanyalah sebuah alat elektronik yang fungsinya hanya untuk mendukung pekerjaan.
Gagasan gila Lyon akan perusahaan aplikasi dan game bukanlah suatu hal yang perlu orang tuanya perhitungkan. Karena, bagaimana pun otoritas dan pengawasan semua jejaring aplikasi dan game yang beredar di kedaulatan Mestonia ada dalam genggaman kekuasaan Kementrian Teknologi dan Informatika (KTI). Semua hal yang berkaitan tentang perusahaan, pengembangan, data base pengguannya maupun uji coba aplikasi dan game harus mengantongi ijin dari Kementrian Teknologi dan Informatika.
Bagi orang tua Lyon dan Lisa, perusahaan pengembang seperti itu tidak menguntungkan mereka sama sekali. Hanya membuang-buang waktu, uang dan tenaga.
Maka, dengan terpaksa Lisa menyanggupi untuk mendirikan joint venture tersebut serta menangani Lyon yang saat itu dalam aksi mogok hingga tidak mau bersekolah. Hingga saat ini Lyon tinggal disalah satu rumah pribadi Lisa di perumahan elit Metropol dan pulang ke Seriz setiap akhir pecan. Kecuali akhir pecan kali ini. Rapat bulanan yang seharusnya kemarin mereka lakukan harus tertunda karena Ruben, suami Lisa, mengajak keluarganya berlibur ke Upenina, kota perbukitan karena sebagian besar daerah dikota itu adalah bukit - bukit buatan yang sangat indah.
"Bagaimana Upenina?" ceplos Lyon mencoba mengalihkan perhatian dari rangkaian angka-angka yang membuatnya sakit kepala.
Walau pun Lyon bersekolah di kelas Sains yang notabene berjejalan dengan rumus kimia dan fisika, bagi Lyon angka-angka dalam laporan keuangan lebih sulit dimengerti apalagi dicerna oleh otak Lyon.
"Masih seperti yang dulu. Tidak banyak yang berubah kecuali villa Ruben semakin banyak." Jawab Lisa sambil lalu, kemudian ia duduk disebelah Lyon. Mengambil napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Entah kenapa Lyon, adiknya sendiri, selalu mencari-cari cara untuk memprovokatori dirinya dengan Ruben.
"Lalu Chia?" kata Lyon menanyakan keberadaan gadis kecil keponakannya.
"Tidur. Di kamar. Apalagi?" ujar Lisa mulai kesal.
"Apa aku selalu menguras kesabaranmu begini?" ucap Lyon masih terus memancing kesabaran Lisa.
Pandangan mata Lyon masih tertuju pada baris-baris angka tidak bisa ia mengerti dalam tumpukan laporan yang Lisa berikan, namun Lyon juga penasaran sejak dulu tentang kenapa kakak perempuan satu-satunya itu mau bersabar menghadapinya sedangkan orang tua mereka sendiri tidak.
"Jujur, aku muak melakukan ini Lyn. Tetapi, ada satu hal yang pasti, yang harus kamu tahu, bahwa hanya kamu lah satu-satunya saudara yang aku punya. Jika aku harus terus bertengkar denganmu, kepada siapa lagi aku akan minta tolong suatu saat nanti?" jelas Lisa jujur. Merebahkan kepalanya pada sandaran sofa putih yang lembut. Memejamkan matanya untuk beberapa saat.
"Jadi, hubungan kita lebih seperti simbiosis?" tebak Lyon kesal sendiri mengetahui fakta kakaknya juga sudah enggan berurusan dengan dirinya.
"Jika itu membuatmu lebih nyaman, boleh saja." jawab Lisa masih dengan mata terpejam.
"Apa aku seburuk itu dimata kakak perempuanku sendiri?" ucap Lyon lebih kepada dirinya sendiri. Deretan angka dalam laporan keuangan yang ia pegang semakin sulit untuk dipecahkan. Satu kelemahan Lyon ialah membenci akuntansi.
"Bukankah sudah saatnya kamu untuk memilih salah satu gadis sebagai pendamping? Jika menurutmu tidak mungkin setidaknya manfaatkan dia untuk mengurus soal laporan-laporan ini. Aku sudah terlalu sibuk dengan banyak hal, Lyn." ucap Lisa yang tiba-tiba duduk tegak kemudian memijit kedua pelipisnya frustasi.
Lyon yakin, sangat yakin, ada masalah lain yang sedang Lisa hadapi namun tidak bisa dia ceritakan kepadanya. Jadi Lyon tidak begitu menanggapi ucapan Lisa barusa.
Ruangan luas nan megah itu, dimana dua orang saudara itu tengah duduk dengan pikiran masing-masing tampak begitu lenggang dan sunyi. Tidak ada suara lagi yang mereka berdua coba keluarkan kecuali bunyi gesekan kertas yang dipaksa dibalik oleh Lyon.
"Haruskah aku melakukannya?" kata Lyon akhirnya setelah keheningan sekian lama.
Tidak ada suara Lisa sebagai jawaban atas pertanyaan Lyon tersebut, hanya sebuah anggukan mantap yang Lisa berikan.
...